8. Bagaimana Menentukan Kesahihan Hadits?

36 1 0
                                    

Bagaimana Menentukan Keshahihan Hadits?

Sat 8 June 2013
Pertanyaan : 

Assalamu'alaikum.

Afwan ustadz, ana mau tanya bagaimana menentukan keshahihan perawi mengapa bisa ada perbedaan? Misalnya ada hadits di Shahih Bukhari dianggap tidak shahih pada Shahih Muslim atau tidak shahih setelah di-takhrij oleh Syaikh Nashiruddin Albani.

ana juga mau tanya apa yang dimaksud dengan mudallis? karena ana pernah dengar bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hasan Al- Basri tidak shahih karena beliau mudallis.

Jazakallah khairan katsiran

wassalamu'alaikum

Jawaban : 

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Ukuran umum keshahihan suatu hadits adalah bila perawinya memenuhi dua sifat utama, yaitu 'adil dan dhabith.

Tapi mengapa kok Imam Bukhari dan Imam Muslim masih juga berbeda pendapat tentang keshahihan suatu hadits, maka penjelasannya demikian.

1. Sebab Pertama

Masalah 'adil dan dhabith sendiri, meski istilah yang mereka gunakan itu sama, namun breakdown dan detail-detail kriteria yang mereka tetapkan ternyata berbeda. Kriteria 'adil yang ditetapkan oleh Al-Imam Al-Bukhari misalnya, dari segi detailnya masih menyisakan perbedaan dengan detail kriteria yang ditetapkan oleh Al-Imam Muslim. Begitu juga dengan imam-imam yang lainnya, seperti Ibnu Hibban, Al-Hakim, At-Tirmizy dan lainnya.

Padahal jumlah muhaddits seperti mereka cukup banyak, tidak terbatas hanya pada mereka saja.

Kita menemukan ada muhaddits tertentu yang punya kriteria sangat ketat. Sehingga yang tadinya dia punya 50.000-an hadits, setelah di-naqd (kriitik hadits) dan dilakukan screeningketat, begitu banyak hadits yang berguguran tidak masuk kriteria shahih yang telah ditetapkanny sendiri. Hasilnya tinggal 5.000-an hadits saja, itupun ternyata diulang-ulang di lain bab. Kalau dihitung perbutir haditsnya, tinggal 2.000-an saja.

Tapi ada juga yang agak longgar dan toleran. Sehingga hadits yang oleh muhaddits di atas dianggap tidak memenuhi kriteria shahih, oleh kalangan ini masih bisa masuk ke dalam hadits shahih. Maka jumlah hadits shahih menurut muhaddits ini jauh lebih banyak ketimbang cuma 2000-an saja.

Dan di antara kedua kubu ekstrem itu, masih menyisakan banyak ruang untuk perbedaan standar kriteria.

Itu saja, sudah sangat menggambarkan kepada kita bahwa sangat wajar bila standar keshahihan seorang muhaddits bisa saja berbeda dengan standar keshahiha muhaddits lainnya.

2. Sebab Kedua

Selain berbeda detail standari kriteria 'adil dan dhabith, juga sangat mungkin terjadi perbedaan dalam penerapannya.

Anggaplah misalnya, dua orang muhaddits punya istilah dan detail kriteria yang sama persis 100%. Tapi ketika muhaddits A menyelidiki seorang perawi dari segala sisinya, bisa saja dia memberi nilai 8 untuknya. Lalu di lain waktu dan lain kesempatan, orang yang dinilai oeh perawi A mendapat nilai 8 itu dinilai lagi oleh muhaddits B. Saat itu, berdasarkan pengamatan dan data yang didapat oleh muhaddits B, ternyata nilai yang didapat untuk perawi itu 9, lebih tinggi sedikit dari nilai versi muhaddits A.

Maka hal seperti ini pun juga merupakan faktor yang bisa membuat penilaian derajat keshahihan suatu hadits menjadi berbeda, sesuai penilaian masing-masing muhaddits.

3. Sebab Ketiga

Sebab lainnya adalah bahwa tidak setiap muhaddits menemukan hadits yang sama jumlahnya. Kalau sudah menemukan, bisa jadi dia belum sempat melakukan penyelidikan sampai batas yang sempurna.

مختصر لمادة؛ علوم الحديث | Ringkasan Pembahasan Ilmu Hadist ✓Where stories live. Discover now