Part 11

42 4 9
                                    

Hassa beek

Cinta pada makhluq belum tentu terbalas, sedangkan cinta pada Sang Kholiq pasti terbalas.

Begitu lemahnya, Asokka tak mampu membuka mata. Entah kekuatan apa yang membuatnya masih sadar. Pria suruhan Rausa tadi memindahkan Asokka di kursi samping. Ia mengambil alih tempat duduk Asokka untuk menyetir. Mobil Ferrari biru itu melaju keluar dari lobi.

Di tepi jalan tidak jauh dari kantor Ahla Hayah, Rausa sudah menunggu dengan resah. Bersandar pada mobil, wanita berpakaian minim itu berulangkali melihat kearah jalan, di mana bodyguardnya akan datang.

Sebuah Ferrari biru melaju kencang melewati Rausa. Tangan besar bodyguardnya keluar dari kaca mobil memberi isyarat pada Rausa supaya dia mengikuti.

Mereka telah mengatur semuanya. Rausa hanya salah satu di antara wanita yang tergila-gila pada Asokka. Sejak 2 tahun, ia datang dan pergi hanya sekedar ingin melepas kerinduannya pada Asokka. Apa boleh buat, Asokka tak pernah merespon berlebih, hingga Cinta kronis Rausa memilih jalan pintas.

Perut besar bodyguard Rausa menghentikan laju ferrari di jalan Mareena, Zaitunay Bay. Rasa lapar yang tak bisa ditunda membuat si badan besar itu kehilangan akal.

"Brak!!!" Rausa membanting pintu mobilnya dengan amarah.

"Apa kau tidak bisa memperhitungkan kecerobohan yang kau lakukan?!!!" Rausa menarik kaos bodyguardnya dari belakang. Ia bahkan memukul pria itu dengan tas slempangnya.

"Nona, hanya lima menit"

Rausa menarik telinganya tanpa ampun. Pria bertubuh besar dengan seragam jas berdasi itu hanya ia gunakan untuk mengangkat tubuh Asokka. Isi kepalanya seperti tidak difungsikan. Mereka menuruni anak tangga di luar restoran untuk kembali ke mobil. Namun, apa yang terjadi? Pintu mobil Asokka terbuka.

***

"Kakak, jam tanganku?" Rawbin berbalik badan membelakangi Aqirra.

"Ah, kau ini manja sekali. Bagaimana ibu mengurus anak sepertimu!" nada bicara Aqirra memang tegas, namun tidak lantas membuat adik iparnya kehilangan kenyamanan saat bersamanya. Sesuai yang Rawbin minta, ia mengambil jam tangan dari tas, di punggung bocah berusia 12 tahun tersebut.

"Ya Rabb", ada yang mencekal pergelangan Aqirra. Ia terkesiap.

"Bug!!" dan mendapati seseorang terkapar di belakangnya tanpa kata.

Dua orang yakni Rausa dan bodyguard berdasinya, dengan sigap memapah Asokka. Ia benar-benar masih sadar dan ingin mencari pertolongan. Mereka berdua gugup dan terburu-buru seraya mengawasi sekitar. Peluru tatapan Aqirra menangkap penuh mengimintidasi. Rawbin saja menjadi curiga.

"Apa orang dewasa bisa diculik?"

"Bagaimana dengan tokoh favoritmu? Apa mereka hanya menolong anak kecil?" sambil menuntun punggung Rawbin untuk memasuki mobil.

"Kakak, aku tidak mau pulang" rengeknya, manja.

Aqirra tak merespon, menutup pintu mobil dan membiarkan Rawbin tetap di dalam. Bukan ia tidak peduli, Aqirra malas meladeni celoteh Rawbin. Sambil memegang setir mobil, Aqirra memejamkan matanya sejenak. Terlintas sosok Asokka yang tak berdaya.

"Kakak, bagaimana kalau kita ikuti mobil itu?"

"Ibu sudah menunggumu di rumah" Rawbin merengek seperti meminta permen.

"kakak...."  Rawbin melihat jelas Asokka yang didudukan di bangku belakang.

Rausa melupakan kaca jendela belakang yang terbuka. Aqirra melakukan mobilnya ke arah yang berbeda. Di jam makan siang seperti ini, mobil-mobil terparkir di halaman Zaitunay Bay. Areal pejalankaki pun agak ramai. Sebagian pelanggan restoran adalah karyawan yang bekerja di perusahaan sekitar Zaitunay Bay, termasuk Ahla Hayah.

"Kakak, kita ikuti saja mobil itu,"

"Ya rabb, Rawbin.... Apa kita yang harus melakukan itu? Kau pasti berkhayal ingin menjadi pahlawan," bibirnya berdesis.

"Kakak, kita bisa melapor pada polisi," anak itu semakin berdalih.

Mobil yang mereka kendarai berbalik arah. Rawbin pikir, Aqirra menuruti ucapannya. Ternyata tidak. Aqirra mengikuti keresahannya. Kekhawatiran yang ia sendiri tak dapat mengatasinya. Ia juga tidak mengerti mengapa perasaan  kalut itu datang sejak Rausa membawa Asokka pergi, mungkin karena Aqirra melihat kemalangan dibalik terpejam nya mata Asokka.

"Kakak, hati-hati!"
Menerobos jalan sempit untuk mengejar rossa, mobilnya melesat secepat kilat namun tetap stabil. Andai pohon kurma di trotoar jalan tahu apa yang Aqirra inginkan,  sudah pasti ia akan menumbang kan diri untuk menghentikan laju mobil Rausa.

"Kakak itu mereka! kakak itu mereka!"

"Rawbin, aku sudah melihatnya. Kalau kau masih terus bicara, kita akan hentikan ini"

Rawbin pun memberi isyarat menutup rapat mulutnya, kedua matanya setengah memutar. Di saat genting seperti ini lampu merah menghentikan laju mobil Aqirra.

"Kakak, di sini sepi,"

"Lalu, kita yang akan ditangkap polisi?!" Aqirra menggigit ujung kuku jari telunjuknya karena kekhawatiran yang semakin nyata.

"Baiklah, aku akan fokus pada mobil itu saja" teropong

Mobil Ferrari Asokka semakin terlihat seperti titik di mata Aqirra.

























Mediteranian CoupleWhere stories live. Discover now