Part 1

164 22 40
                                    

مستني ايه
~Mestanni eih~
Apa yang kau tunggu

"Setelah sekian lama, apa yang kau tahu tentang diriku?"

Rembulan pun tak dapat berkedip saat itu. Daya pikat wanita itu sangat kuat dan melekat, bahkan ia sendiri menyukai dirinya. Tak dapat dipungkiri, bahwa awan-awan gelap mulai tergoda akan langkah kaki yang begitu anggun tersebut. Gaun putih menjadi bangga menyentuh kehalusan kulit si wanita.

Bagaimana dengan mahkota di kepala si wanita? Ia tidak iri. Meski tak dapat menebar pesona kepada manusia, tetapi Sang Kholiq terpesona dengan ketaatan wanita tersebut. Sebab, kain putih menghijab sang mahkota.

Pukul 09.00 malam. Seorang wanita ditengah kesunyian berjalan mendekati Assaf. Nampaknya, ia tergesa-gesa.

Pakaian si wanita yang serba putih membuat bulu kuduk Assaf bersembunyi di balik gemetar. Anggota tubuh lelaki itu mendadak terasa lumpuh, tak dapat bergerak. Tiba-tiba--

Tap!

"Ah!" spontan Assaf menunduk sambil mengelus kepalanya.

Entah apa yang membuat wanita anggun tadi melayangkan sepatunya, tepat diatas kepala Assaf. Ia berlari kecil melewati pemuda tersebut, kemudian melempar tasbih dari tangannya.

Assaf masih terpaku, memperhatikan wanita tadi. Ia mengharapkan kata maaf darinya. Rupanya tidak.

Wanita tadi memandangi lurus, tanpa menoleh ke arah Assaf. Ia berjalan dengan sangat hati-hati karena kondisi jalanan yang menurun dan untuk yang kedua kalinya, ia melewati lelaki itu tanpa mempedulikannya.

Gemuruh darah terus membuat jantungnya bekerja keras. Urat nadi seolah-olah nyaris terputus karena yang ia alami, tadi. Manusiakah? Atau?

"Alhamdulillah ...." Assaf mengelus dadanya seraya menghela napas, melihat tarian langkah wanita tadi menyentuh tanah.

*

Mobil-mobil mewah berlalu lalang tanpa henti. Lampu-lampu menyorot, seakan-akan kegelapan tidak ada. Assaf melewati indahnya warna gold dari Al Amin masque.

Meskipun hal-hal sensitif mengenai kepercayaan, masih membekas di ingatan mereka, tetapi masyarakat Lebanon sudah mampu hidup berdampingan selama lima belas tahun terakhir. Gedung-gedung megah dengan sorot lampu yang memenuhinya laksana serpihan rembulan yang berserakan mengiringi perjalanan pemuda itu.

Bagi Assaf rembulan tidak tersenyum kepadanya, bahkan mengerutkan kening. Ia sedang tidak bersahabat dengan hatinya sendiri. Lelaki itu harus menghadapi pertanyaan yang sama, saat menghadiri acara yang akan didatangi.

Mobil sport yang ia kemudi berhenti di depan sebuah rumah mewah berkonsep istana. Ada halaman kebun yang luas dan kolam renang yang memberi kesan asri dan santai. Banyak orang yang berlalu lalang, di antara mereka ada yang sibuk merapikan kursi alumunium berbalut kain putih dan peralatan lainnya, menandakan pesta telah usai. Ya, pesta pernikahan lagi yang ia hadiri.

"Demi Allah, Assaf! Kenapa kau tidak mendengar ledakan senapan kami?" gurau Hasbi seraya menuruni tangga.
Ledakan senapan adalah tradisi bangsa Arab di hari-hari spesial seperti hari raya, kelahiran bayi atau pernikahan.

"Kami pikir kau tidak akan datang, Assaf ...." Suha yang tidak lagi mengenakan gaun pengantin, menambahi.

Keduanya tengah berbahagia.

"Kalau aku tidak seperti ini, aku tidak akan bisa berbincang dengan kalian," timpal Assaf. Senyuman hambar dan tatapan kosong, tak dapat menutupi isi hatinya kepada kedua insan yang baru saja bersatu itu.

Mediteranian CoupleWhere stories live. Discover now