Leave

26 9 0
                                    

Satu minggu berlalu dengan cepat setelah ayah Yuya masuk rumah sakit. Keadaannya sudah semakin membaik.
Beberapa kali aku bersama ibu datang menjenguk ke rumah sakit. Dan kali ini aku datang sendiri.

Tak bisa aku pungkiri bahwa aku benar-benar prihatin dengan ayahnya. Karena selain kena serangan jantung, ayah Yuya juga terkena stroke ringan, yang membuat tubuh bagian kiri, termasuk tangan dan kakinya tidak dapat digerakan.

Aku terkadang berpikir, mungkin alangkah lebih baik jikalau strokenya dibagian tubuh kanan. Bukannya aku kurang ajar, tapi ayah Yuya itu seorang kidal, sama sepertiku. Setidaknya jikalau strokenya di sebelah kanan, tangan kirinya masih bisa dipakai untuk makan dan menulis jikalau ada sesuatu yang penting dan mendesak. Tapi, ya, memang lebih baik jika tidak sama sekali.

"Hei!" Tiba-tiba pikiranku buyar begitu saja, karena seseorang memanggilku.

Aku memutar kepala dengan cepat. "Hmm?"

"Kamu belum makan kan? Ini aku beli bubur ayam."

"Beneran buat aku?"

Yuya memutar bola matanya malas. "Iya iyalah. Emangnya siapa lagi kalau bukan kamu? Punya pacar kok gemesin banget, astaga!"

"Jangan sensi, Terima kasih buburnya." Ucapku sembari mengambil kantong kresek berwarna putih transparan yang ada ditangannya.

"Nanti sore aku pergi lagi ya, aku titip ayah."

"Kamu jadi ikut kompetisi itu?"

Yuya mengangguk sebagai balasan. "Walaupun ayah melarang, aku masih ingin memperjuangkan mimpiku."

"Yaudah kalau gitu semangat ya! Semoga menang!" Aku tersenyum, memberi ia sedikit semangat.

"Terima kasih." Ucap Yuya kemudian mengecup pipiku singkat.

Nouveau VoisinWhere stories live. Discover now