7

885 44 4
                                    

Abbhien membawa Hera keluar dari mobil setelah wanita itu stabil dan tenang. Merangkul bahu Hera, juga membantu Hera menyembunyikan wajahnya dari beberapa wartawan yang mengerubungi mereka.

Abbhien sama sekali tidak peduli tentang wajahnya yang beberapa kali tertangkap kamera wartawan. Sekarang ia hanya peduli tentang perasaan wanita yang ada disebelahnya. Abbhien sangat yakin jika Hera sangat benci terlihat lemah didepan siapapun.

Sampai didepan pintu rumah duka, Hera disambut oleh beberapa kerabat jauh maupun dekatnya.

"Hera sayang.. sabar ya.. ayo ikut bibi, kamu harus berganti baju untuk menyambut para pelayat.." sambut adik dari ibu Hera itu, kemudian ia tersenyum pada Abbhien.

"Saya pinjam Hera dulu ya?" Guraunya, membuat Abbhien salah tingkah, dan hanya bisa membalas dengan senyuman canggung.

Setelah itu Abbhien memilih untuk melihat Haru. Handaru, lelaki itu terlihat sangat tampan dibalut setelan tentara formal, membuatnya terlihat gagah.

"Kau sangat berkarisma Haru.." Puji Abbhien

Kemudian Abbhien sedikit tersentak karena bahunya ditepuk oleh seseorang. "Ya?" Kata Abbhien

"Oh.., Halo pak.. saya turut bersedih dan berduka.. saya Ab-"

"Abbhien Wanandra, kapten kesayangan Handaru.. betul kan?" Ucap ayah Haru sambil menjabat tangan Abbhien.

"Iya.." balas Abbhien sembari semakin merasa bersalah karena embel embel 'kesayangan' yang disebutkan ayah Haru.

"Terimakasih telah mengurus, mengajari dan melindungi Haru selama ini.. aku tahu, kau pasti kerepotan mengurusnya hahaha.."

Abbhien menggelengkan kepala pelan, "Haru sangat mandiri, dan dia orang kepercayaanku walau sedikit kekanakkan.."

"Aku lega kalau begitu.. jangan menyalahkan dirimu kapten, hal seperti kelahiran dan kematian itu memang sudah ditentukan.. aku tahu kau sudah berusaha menyelamatkannya. Kau sudah bekerja keras. Terimakasih.." Ucap ayah Haru tegar.

Abbhien menghapus air matanya dan mengangguk angguk mengiyakan. Kemudian teringat sesuatu. Lalu merogoh saku seragamnya cepat.

"Ini, tanda kehormatan untuk Handaru pak.." ujar Abbhien sembari menyerahkan sebuah lencana.

Ayah Haru memandangi lencana itu sambil tersenyum, kemudian menatap jasad Haru, "Ayah bangga nak, kamu pergi dengan mulia dan secara terhormat. Lihat!, kau mendapat lencana khusus, keren sekali.." Puji ayah Haru berkaca-kaca.

"Sepertinya dia akan senang jika lencana ini dipasangkan dibajunya.. Kapten berkenan memasangkannya secara langsung?" Tanya Ayah

"Tentu saja.."

.

.

.

.

.

Setelah itu Abbhien bergegas pulang, membersihkan dirinya lalu mengganti seragamnya dengan pakaian serba hitam. Tak lupa ia membekal seragam formal yang masih terlipat rapi dari lemari. Walau langit sudah gelap ia kembali lagi ke rumah duka, berniat untuk menginap hingga hari esok ketika jenazah akan dikebumikan.

Sampai disana keadaannya sudah tak seramai tadi sore, para pelayat satu persatu sudah kembali pulang, hanya bersisa kerabat, teman dekat Handaru dan tentunya keluarga yang menginap, menemani Haru semalaman sebelum dikebumikan.

Saat datang Abbhien langsung menyapa Eundong, Chisu, Jumeok dan Beom yang sedang mengobrol didekat pintu masuk.
"Kalian tidak pulang?, Tanya Abbhien

MISS INDEPENDENTWhere stories live. Discover now