#1 : Sagitarius

191 16 7
                                    

Ozera membuang bukunya ke sembarang arah. Ia mendengus bosan. Matanya sibuk melirik ke sekeliling. Berusaha mencari apa yang menarik. Sesuatu yang mungkin menantang baginya. Ia mengernyitkan matanya pada buku yang terletak di ujung rak. Ia mengambil buku itu dengan penuh penasaran.

"Sejarah perang zodiak?" gumamnya pelan. Baru saja ia hendak membuka halaman pertama, seseorang mendobrak pintu perpustakaan dengan kasar membuatnya terkejut dan menjatuhkan buku itu. Ozera berdecak sebal.

"Tidak bisakah santai sedikit? Kita sudah mengganti pintu itu sebelas kali dalam bulan ini," gerutunya sambil memungut buku itu.

"Maafkan saya, Putri." Gadis kecil di hadapan Ozera menunduk. "Tapi tuan putri tenang saja. Saya yakin tidak akan ada untuk ke dua belas kalinya."

Ozera menaruh kembali buku-buku yang telah ia baca pada asalnya. "Mengapa kau begitu yakin?" tanyanya.

"Saya akan berhenti dari pekerjaan saya."

Duk ...

Ozera menjatuhkan bukunya. Matanya membulat sempurna. Ia menoleh pada Becky tak percaya. "Apa kau bilang?" Bukannya apa, ia sudah menganggap Becky sebagai adik kandungnya. Hanya Becky-lah satu-satunya teman yang ia punya. Jika Becky meninggalkannya, maka ia akan kembali kesepian.

Gadis kecil itu menyengir lebar. "King Nollan mendaftarkan saya ke sekolah yang ada di pusat Zodiaco."

Ozera mengernyit. "Sekolah? Apa itu?"

Becky menggeleng-geleng. "Sekolah itu tempat para anak remaja berkumpul, belajar, dan melakukan banyak hal," jelasnya antusias.

Mata bulat Ozera berbinar. "Ada tempat se-seru itu?" katanya pelan, antara kagum dan tak percaya.

Becky mengangguk semangat. Ia menaruh kedua tangannya di pipi. "Kita dapat bertemu orang banyak. Bermain bersama. Tidak ada lagi rasa bosan. Bahkan ..." Becky menggantung ucapannya.

"Bahkan?" ulang Ozera, "bahkan apa?" tanyanya tak sabar.

"Bahkan kita mungkin bisa bertemu seorang pria tampan dan menjadikannya pasangan idaman seperti buku-buku yang sering tuan putri baca itu." Tepat setelah ia selesai menyelesaikan kalimat itu, Becky mengaduh kesakitan. Ia mengelus kepalanya berulang-ulang.

"Kau masih kecil, Becky," tegur Ozera lalu berdecak seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kita hanya berbeda enam tahun, Tuan Putri Ozera," protes Becky.

"Enam tahun itu cukup jauh tahu!" Ozera meletakkan buku terakhirnya pada rak.

Becky mengerucutkan bibirnya. Ia mengangkat alisnya heran kala Ozera mengambil jubah kerajaannya. "Putri mau ke mana?" tanyanya.

"Memohon pada Ayahku untuk memasukkanku juga ke sekolah itu."

~♐~

"Tidak."

Ozera menggoyang-goyakan lengan Ayahnya untuk ke sekian kalinya. "Ayolah, kau memperbolehkan Becky untuk sekolah, lalu mengapa aku tidak?"

"Itu dua hal yang berbeda, sayang. Sekali Ayah bilang tidak, tetap tidak!" tolak Ayah tegas.

Ozera mengerucutkan bibirnya. Ia berlari pada Queen Matthea--Ibunya-- dengan mata berkaca-kaca. Ia memeluk Ibunya erat. "Ibu! Ibu setuju kan? Ayolah bantu aku."

Queen Matthea melepaskan pelukan putrinya dan menggeleng tegas. "Seperti keputusan Ayahmu, Ibu juga tidak akan mengizinkanmu." Queen Matthea mengelus pipi Ozera. "Kau adalah anak kami satu-satunya, Ozera. Kami tidak bisa melepaskanmu begitu saja. Itu berbahaya."

"Jika kau ingin belajar, kami bisa membelikanmu buku atau memperluas perpustakaanmu."

"Kalian jahat! Sangat tidak adil!" teriak Ozera kesal seraya menepis tangan Queen Matthea dari pipinya. "Kalian tidak pernah mengerti perasaanku." Ozera berlari meninggalkan King dan Queen dengan perasaan kecewa.

~♉~

"Berhentilah menangis, Putri. Maafkan saya, seharusnya saya tidak memberitahukan hal itu pada Anda."

Ozera mengusap air matanya. "Aku tidak menangis. Aku Ozera Amoureyza Casiphia, Putri dari Zodiak Sagitarius. Mana mungkin aku menangis."

Becky tersenyum. "Bila Anda tidak mengizinkan saya bersekolah, maka saya tidak akan pergi."

Ozera menoleh. Ia menatap Becky tak suka. "Apa maksudmu? Kau mau membuang kesempatan yang tidak bisa kudapat itu dengan sia-sia? Pergilah. Buatlah pengalaman yang seru dan ceritakan padaku nanti saat kau kembali."

Becky tersenyum lebar. "Akan saya laksanakan, Putri."

Sepeninggalnya Becky dari kamarnya. Ozera membenamkan wajahnya pada bantalnya. Ia terisak pelan. Sepertinya ia akan kembali merasa kesepian.

~♐~

Queen Matthea meremas tangannya cemas. Putri satu-satunya itu tak kunjung turun untuk makan malam. Padahal biasanya gadis itu selalu paling semangat bila menyangkut tentang makanan.

"Sebaiknya aku pergi ke kam--" Queen Matthea menghentikan ucapannya. Hatinya seakan diremuk melihat putrinya datang dengan kedua mata yang bengkak sempurna.

Ozera duduk di hadapan Queen Matthea. Ia terus menunduk, tak mau menatap mata kedua orang tuanya. Mereka melaksanakan acara makan malam dengan sunyi. Padahal biasanya meja makan mereka tidak akan tenang karena Ozera akan terus mengoceh tentang apapun.

Mata sedih Queen Matthea beradu dengan mata King Nollan. Lelaki paruh baya itu berdecak. Ia menaruh alat makannya kembali ke meja.

"Berhenti menekuk wajahmu. Cepat selesaikan makanmu dan bersiaplah untuk pergi ke sekolah besok pagi."

Ozera terdiam. Ia mengangkat kepalanya. Matanya menatap kedua orang tuanya bergantian dengan berbinar. Ia berdiri dari kursinya lalu melompat bahagia. Bahkan ia mencium pipi King Nollan dan Queen Matthea bergantian sambil mengucapkan kata 'terima kasih' berulang kali. Ia bersorak girang dan berlari menuju kamarnya meninggalkan kedua orang tuanya dengan perasaan cemas.

Sepasang suami-istri itu hanya dapat berharap mereka tidak melakukan sesuatu yang salah. Mereka sangat mencintai putri semata wayangnya itu.

SAGITTAURUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang