"Kamu tau, Ray? Kakak bahkan sampai harus kepoin siapa itu Kang Daniel dan Kim Jaehwan yang sering kamu puja puji itu. Kakak sampai stres mikirin letak mana yang bikin kamu sampai heboh ngomongin mereka. Kakak sampai heran kenapa kamu sampai segitunya sama mereka. Mereka kenal kamu aja enggak."
"Kaaak!" Raya tersinggung. Raut wajahnya menyendu.
Aryan menyeringai sambil berkacak pinggang. Masih memandang Raya dengan kecewa, ia melanjutkan ucapannya.
"Kamu sama Kakak sewot dan sering marah-marah buat Kakak terheran apa salah Kakak," sambungnya kecewa.
Raya diam tak menjawab. Ia menekuk wajahnya, merasa sadar sikapnya selama ini sudah keterlaluan hingga Aryan berceloteh seperti itu.
"Tapi, Kakak tau kalau kamu itu gadis baik. Tapi Kakak juga nggak tau baiknya di mana."
Raya melotot tajam. "Kak Aryan, ih!"
"Apa? Salah kalau Kakak cemburu?"
"Tapi, mereka itu cuma buat hiburan semata, kok. Nggak mungkin juga Raya sama mereka, Kak," balas Raya tak mau kalah.
"Kalau udah tau begitu kenapa masih saja sibuk urusin mereka?"
"IH, KAKAK NGGAK TAU IH!"
Raya mengepalkan kedua tangannya dengan gemas. Gadis itu manyun sebal di tempatnya.
"Nikah sama Kakak. Mesra-mesraan sama Kakak aja."
Raya melongo lebar. Aryan mengerjap, segera tersadar apa yang barusan keluar dari mulutnya. Aryan berdeham, salah tingkah sambil sok sibuk menggaruk alisnya.
"Tapi... aku masih kecil, Kak!"
"Kecil apa? Tubuh kamu? Dari dulu."
"Ih, Kakak kok gitu sih!" Raya sewot. Ia melotot tak terima pada Aryan. Aryan berlagak tak peduli.
Raya cemberut lagi. Gadis itu kembali merunduk sambil memainkan ujung jilbabnya.
Aryan menghela napasnya. Ia perlahan menurunkan tubuhnya untuk berjongkok memandang wajah Raya.
"Ray?"
Raya tak menjawab.
"Elfraya?"
Raya baru mendongak. Matanya bertemu dengan tatapan teduh Aryan. Raya mengerjap sesaat. Ia menatap dalam bola mata hitam Aryan. Pandangan mereka beradu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Aryan membuka suara lagi.
"Kakak sayang sama kamu, Ray. Udah lama Kakak jadi bucin kamu."
"Hah?" Raya mengerjap bingung.
"Itukan yang sering kamu bicarain bareng teman-temanmu. Bucin, budak cinta."
Raya menunduk lagi. Ia memain-mainkan kukunya. "Sebenarnya aku juga suka sama Kakak. Aku syok bahkan sampai nangis waktu denger Kakak mau nikah. Aku takut Kakak bakal ninggalin aku gitu aja. Karena cuma Kakak laki-laki selain Kak Raihan yang peduli sama Elfraya ini meskipun childish dan pecicilan. Aku nggak bisa bayangin kalau Kak Aryan bakal nikahin orang lain. Aku takut Kak," ujar Raya.
"Kenapa kamu nggak nanya langsung ke Kakak?"
"Aku takut kalau Kak Aryan sebutin nama perempuan lain," jawab Raya jujur. Raya menghela napasnya, mengatur suaranya agar tak bergetar.
"Nggak ada perempuan lain, Ray. Selama ini cuma kamu yang Kakak perjuangin. Kakak waktu itu ngejauh karena Kakak pikir kamu benci sama Kakak."
"Aku nggak pernah benci sama Kak Aryan," jawab Raya.
Aryan mengangguk. Ia percaya Raya tak membencinya. Waktu itu ia menyesal mengapa menganggap Raya membencinya ketika ia sendiri sudah hafal dengan gaya Raya. Aryan tak tau mengapa dulu ia hobi sekali menjauh-mendekat sesuka hati hanya karena gadis itu judes dan angkuh padanya.
"Jadi... mau ya nikah sama Kakak," ucap Aryan kalem.
Raya tersentak kecil. Ia buru-buru mengangkat wajahnya, memandang Aryan yang kini memandangnya kalem.
"Tapi... kuliahku, kerjaku?"
"Kuliah tetap lanjut. Tinggal dua tahun lagi kan?" Raya mengangguk.
Aryan tersenyum manis. Raya tercekat beberapa saat, tapi kemudian membalas senyuman Aryan. Awalnya kaku, tapi ia mencoba tersenyum lebih lebar.
"Terus pesantren aku?"
"Ya kamu berhenti. Belajar sama Kakak aja."
Raya mengerjap lagi. Ia menghela napasnya, sebelum akhirnya ia menyahut lagi.
"Iya."
Sementara itu, di ruang tamu, para keluarga justru terlihat anteng dan santai.
"Kira-kira mereka ngapain, ya?" mamah Aryan menyeletuk setelah menyeruput teh.
Semua orang menghentikan kegiatan masing-masing dan langsung menoleh pada mamah Aryan.
"Biasa lah, Tante. Aryan harus ngedongeng dulu biar Raya jelas," jawab Raihan enteng. Pemuda itu kini mencomot pisang goreng dan memakannya dengan tenang.
Papah Aryan dan papah Raya tertawa renyah dengan kompak.
"Raya tuh mungkin ngira kalau Aryan bakal nikahin cewek lain. Makanya dia syok," jelas Raihan.
"Oh, iya. Dia pasti kena kabar itu di pesantren."
"Iya," kekeh Raihan.
Mereka manggut-manggut kompak.
"Dulu kita hampir jodohin mereka, tapi mereka malah saling suka. Jadi, nggak usah repotlah, ya," kekeh papah Aryan.
Mereka kompak terkekeh. Senang bukan main semuanya berjalan sesuai skenario mereka.
"Aryan juga udah mapan. Dia pasti bisa ngurusin Raya," sambung mamah Aryan menambahkan.
"Lagian ya, Rif," mamah Raya menyeletuk, membuat semua orang kini fokus padanya.
"Apa?" mamah Aryan bernama Rifka itu memandang mamah Raya.
"Keluarga kami tuh nggak percaya sama cowok lain selain Aryan soal menghadapi tingkah Raya," balasnya.
"Iya. Kalau menurut bahasa Raya, namanya pawang," celetuk Raihan.
"Pawang ular?" papah Aryan memandang Raihan bingung. Raihan terkekeh, sudah menduga dengan celetukan seperti itu.
"Bukan itu, Om. Pawang bagi bahasa Raya itu kayak yang bisa ngendliin dia," jawab Raihan sambil terkekeh.
"Ya sama dong sama pawang ular. Mereka juga bisa ngendaliin ular," kekeh papah Aryan.
"Udahlah. Raihan juga nggak paham anak zaman sekarang bahasanya pada senewen begitu," ujarnya santai.
"Iya. Raya terlalu ajaib," sambung papah Raya.
"Bener, tuh. Raihan yang jadi abangnya aja kadang gregeten dan hampir nyerah ngurusin Raya. Tapi, beda sama Aryan. Dia seakan ketantang sama sikap Raya," balas Raihan.
"Iya. Sekarang kamu kayak udah lepas tangan ngurusin Raya dan biarin dia diurus Aryan," dengus mamahnya sambil menabok punggung pemuda itu. Raihan mengaduh kecil.
"Nggak gitu juga kali, Mah!" sangkal Raihan.
Mereka pun kembali larut pada perbincangan itu. Sesekali mereka bergurau tanpa penasaran dengan apa yang Aryan dan Raya bicarakan di luar sana. Mereka terlalu asyik menceritakan ini itu layaknya memang menjadi orang tua paling bahagia saat ini. Raihan pun mau tak mau menyimak, mencomot pisang goreng sambil mengangguk-anggukan kepala sok paham.
— ELFRAYA, 2019 —
KAMU SEDANG MEMBACA
A Plot Twist for Elfraya [END]
SpiritualElfraya itu cantik dan humoris orangnya. Tapi kalau udah fangirligan jadi senewen dan bikin sang mamah geleng-geleng kepala. Papah mah nggak mau ikut campur. Katanya yang penting Raya tuh bahagia. Merdeka dah kalau Raya ngadu ke papah. Tapi, kalau...
8 - Plot Twist
Mulai dari awal
![A Plot Twist for Elfraya [END]](https://img.wattpad.com/cover/185903626-64-k677059.jpg)