Prolog

164 1 0
                                    

Lipatan surat itu masih rapih. Walaupun warna putihnya sudah berganti dengan warna kecokelatan. Tinta yang tertulis di atasnya masih terlihat jelas, seperti memoriku akan wajahnya. Aku menghela napas. Sesekali tersenyum mengingat hal - hal lucu yang pernah ia lakukan, dan dia katakan. Aku terduduk sambil menenggak teh hangat tanpa gula digenggamanku. Sesekali aku melihat ke belakang, memastikan Shelly masih tertidur pulas. Pemandangan Shelly tertidur dengan damainya membuatku tersenyum. Shelly datang ke dunia tanpa tahu apa yang sedang kulalui. Sedang dalam fase apa aku dalam hidup, dan apakah kedua orang tuanya sudah siap untuk memberikannya cinta selama ia tumbuh dewasa.

Suara getar ponselku mengembalikanku ke dunia nyata.

"Donny"

Sedang apa dia menelfonku tengah malam seperti ini. Sebuah nama sederhana, Donny, yang  mendadak menjadi sebuah kata yang paling kubenci. Aku membalikkan ponselku. Aku tidak mau melihat nama itu menghiasi layar ponselku. Namun ponselku tak berhenti bergetar. Aku menghela napas dan muak melihat Donny yang keras kepala. Dengan hati yang berat aku mengangkat ponselku dan sekali lagi menoleransi suara yang paling kubenci sedunia.

"Donny, aku udah bilang, aku nggak mau...."

"Na, aku mau ketemu anakku"

Aku terdiam, berusaha mencari kata yang kali ini lebih pintar untuk menolaknya.

"Oh oke boleh, waktu Shelly lahir, berapa beratnya?"

Bram tertawa kecil, "Na, kamu malem malem ngajak aku bercanda atau gimana sih? Mau main kuis kuisan?"

Aku tak bisa menahan ekspresi jengkelku walaupun aku tidak benar benar berada di hadapan Bram.

"Kalau kamu memang perduli dengah Shelly, kamu pasti hapal berat dia waktu lahir, jam berapa dia lahir, makanan kesukaannya...."

"Kirana, kalau aku nggak perduli sama anakku, buat apa aku memohon-mohon sama kamu untuk ketemu dengan Shelly"

"Donny.. Donny... kamu pikir aku sedangkal cewek-cewek yang kamu pacarin? Kamu mau ketemu Shelly supaya dunia kagum dengan kamu, papa muda, bertanggung jawab. Trus kamu selfi dengan Shelly, kamu posting di media sosial kamu, terus kamu diserbu komen positif, terus kamu..."

"Wow... wow.. wow... kamu kok pikiran buruk terus sih... keluarga kamu bener ya, kamu memang keras kepala"

Kata-kata Donny seolah menamparku. Memori buruk yang pernah berusaha kuhilangkan kembali lagi kehadapanku secepat kilat. Bagaimana keluargaku lebih menyayangi Bram, yang jelas jelas menyakitiku.

Aku menutup telfon Donny. Air mataku tak terbendung. Aku memeluk kertas kertas darimu yang saat ini menjadi penenangku satu-satunya. Ada ribuan kata yang ingin kusampaikan padamu. Aku menyesal. Aku menyesal menyakitimu. Aku menyesal memilih Bram. Aku menyesal mendengarkan keluargaku. Aku menyesali segalanya. Segalanya. Hanya surat-surat darimu yang menjagaku tetap waras. Tetap bisa menjadi ibu yang baik untuk Shelly. Will... kamu sekarang ada di mana? 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 12, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KiranaWhere stories live. Discover now