Chapter Twenty Seven - Last Chapter of Our Story

Start from the beginning
                                    

Singto dengan mudah melumpuhkan semuanya dibantu oleh polisi, namun saat mencapai atap dan hendak membuka pintu, tiba - tiba saja aksi heroiknya berhenti oleh suara gongongan Ham, ia pun membeku seketika dan menoleh pada anjing tersebut dengan bingung.

Ham menggongong beberapa kali sebelum duduk dan memandangnya lurus. Singto tiba – tiba mendapat firasat buruk, namun ia segera mengenyahkan perasaan tersebut, lalu memutar knob untuk membuka pintu.

Dan benar saja, pada saat pintu dibuka, ia melihat seseorang hendak mendorong Krist dari gedung, melihat itu Singto langsung melesat seperti anak panah untuk menghentikannya. Orang itu seraya mengacungkan senjata ke arahnya hendak menembak.

Tiba – tiba dari belakang, Ham berlari kencang melewati Singto, melompat ke arah penjahat tersebut dan menerkamnya. Bersamaan dengan itu, terdengar suara tembakan dan kursi yang di duduki Krist terdorong ke depan, terjatuh dari gedung.

Singto pucat seketika menyaksikan Krist jatuh di depan matanya, ia bisa mendengar suara kursi yang hancur menghantam tanah dibawah. Singto segera memanjat pagar pembatas dan melihat ke bawah.

Betapa leganya ia saat tidak melihat Krist di antara puing – puing kursi, sebaliknya ia mendapati seutas tali yang terikat di sebuah tiang dan terhubung dengan Krist, yang sedang berayun di sisi luar gedung seperti Pakorn.

Singto seraya meraih tali dan berusaha menarik Krist ke atas, tidak lama polisi pun tiba dan segera membantunya. Sementara Ham tertembak di bagian dadanya untuk melindungi Singto dan mengalami pendarahan serius.

Tidak butuh waktu lama, Krist berhasil di tarik ke atas dan polisi segera melepaskan ikatannya. Sementara Singto kembali syok saat mengetahui Ham tidak bisa di selamatkan karena peluru mengenai jantungnya.

Ia kemudian teringat, Ham baru saja mengucapkan selamat tinggal padanya beberapa saat yang lalu, dan ia tidak ingin mempercayainya. Pandangan Singto menjadi kabur oleh air mata saat memandang Sandwich sedang berbaring di sisi temannya sambil terisak, seakan sedang berduka

Sementara di sisi lain....

Sebelah tangan Pakorn sedang berusaha meraih dokumen yang berhamburan keluar dari jasnya dan bertebaran di udara, semantara tangan yang lainnya berpegangan kuat pada tali.

"Yang bukan milikmu, tidak akan pernah menjadi milikmu, meskipun kau berusaha menangkapnya!" ujar Kane dari atas, dan bertanya - tanya dokumen apakah itu.

Pakorn meringis kesakitan sesaat sebelum mengangkat wajahnya melototi Kane, darah segar tampak mengalir menuruni lengannya dan menetes ke bawah mengenai secarik dokumen di tanah.

"Seperti halnya kau tidak bisa menangkapku?" Pakorn menyeringai dan menambahkan. "Aku sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa hidupmu berada di tanganmu sendiri, kini aku setuju dengan hal itu..."

"Kau tidak berpikir untuk main bungee jumping mengukur tinggi gedung ini, bukan?" Kane masih sempat bercanda, meskipun keringat mengucur deras dari kepalanya. "Aku bukan dokter, dan aku tidak bisa menyusun kembali tulangmu jika berserakan..."

"Tidak perlu repot – repot, kau cukup memasukkannya ke tungku, menghancurkannya dan menebarnya di sungai..." balas Pakorn sambil tertawa di sela – sela kesakitan. "Aku lebih baik mati dari pada dipenjara..."

"Aku tau..." potong Kane. "Tetapi...jika kau mati sekarang, maka perjuanganmu kabur dari camp dan hidupmu selama lebih dari dua puluh tahun tidak akan ada artinya..." Kane berkata dengan nafas terengah - engah. "Kau...akan mati...dengan membawa penyesalan, sementara musuhmu akan tersenyum dan mungkin akan berterima kasih di depan makammu..."

Pakorn menunjukkan eskpresi terkejut oleh ucapan Kane, begitu juga dengan Tee yang menguping di belakang.

"Aku sangat benci padamu, kau selalu bertindak menjadi pahlawan meskipun semuanya berusaha menjatuhkanmu..." Pakorn mengganti topik. "Apa yang kau dapatkan dengan berdiri di jalan kebenaran? Kau bahkan tidak bisa membuktikan dirimu tidak bersalah atas tuduhan penculikan Kongpob dan kematian kakek Rojnapat..."

Bahasa Indonesia - Last Chapter of My Story - ENDWhere stories live. Discover now