; Bunda dan kenyataan

4.2K 551 25
                                    

Joan mengawali langkah harinya seperti biasa, berangkat sekolah dengan motornya lalu dititipkan disebuah penitipan motor terdekat, sebab ia belum memiliki SIM untuk membawa langsung motornya masuk dikawasan sekolah.

Setelah memasuki gerbang, ia mengambil jalur hijau ditepian menuju kelasnya yang berada dilantai dua, sesekali menghindari genangan air sebab gerimis pagi tadi, beruntung hujan reda, hanya menyisakan awan gelap juga suhu dingin. Masa bodoh dengan luka dipelipis, sudah ia perban sebisanya tadi, ya sedikitnya dibantu Melvin.

Kelasnya bahkan masih kosong saat Joan datang, ia lirik jam dibelakang kelas, baru menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit, ia memilih duduk di bangku kedua dari belakang, dekat dengan jendela.

Tak lama datang dua anak dengan sedikit kerusuhan, itu Danish dan Nathan, kedua anak adam itu setahu Joan sudah sangat akrab sejak Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah dan akrabnya mereka berdua mungkin juga karna mereka berada dalam satu kawasan perumahan.

"Gila, tumben bener udah dikelas jam segini" celetuk Nathan tiba-tiba sesaat setelah menyadari eksistensi Joan disana.

"Perban apaan tuh, digebukin preman?" Kali ini Danish yang bersuara

"Ayah gue" jawab Joan yang justru mengundang tawa kedua bocah itu, ia tak heran lagi, jadi Joan acuhkan saja

"Ngulah apa sampe digebukin?" Tanya Danish lagi, Joan malas menanggapi kali ini, sungguh

"Kepo banget, nggak ada urusannya juga sama lo"

Nampaknya jawaban tersebut membuat Danish sedikit tak terima, ia hanya bertanya?

"Makin songong aja gue liat-liat, cabut aja kantin, Nan!" Danish berlalu diikuti Nathan yang sempat-sempatnya menyentil perban Joan dengan senyum jahilnya.

"Gitu doang diperban elah, lebay!" Itu Nathan ucapkan sembari berlalu menyusul Danish yang sudah menghilang dibalik pintu.

Sedikit nyeri, sentilan Nathan kencang juga.

Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit lalu, tapi Joan masih terjaga ditempatnya, masih pukul empat kurang lima belas menit, malas untuk pulang tapi harus, akhirnya ia beranjak, sepi, hanya sesekali berpapasan dengan beberapa anak-anak ekskul dan guru entah juga karyawan yang pulang.

"Woy Joan!"

Ia menoleh, Nathan, seorang diri menghampirinya, kalau boleh jujur, Joan sedikit was-was untuk berdekatan dengannya, beberapa alasan yang menjadikan hal itu terjadi, bahkan tak jarang keduanya berselisih.

"Apa?"

"Ditantang Elio, sekarang, ditempat biasa"

"Nggak bisa --"

"Harus bisa anjing, gara-gara lo tandingan kemarin ada masalah, Elio minta tanding ulang! Nggak terima protesan, cepet sama gue."

Masalah pasti ini, pasti, batin Joan kesal.

Karna sungguh demi apapun itu, Joan bukan orang yang tertarik akan terlibat dalam masalah, apalagi hanya karna sebuah pertandingan, bukankah sudah terbukti?

Equanimity✓Where stories live. Discover now