Quotes #JantungNakal

10 1 0
                                    

Jam 06.30 a.m

Lampu merah memberhentikan angkot yang sedang kutumpangi. Gerah serta bau yang beraneka ragam kini menyatu mencari jalan keluar. Kuperhatikan satu persatu wajah asing di hadapanku, ada yang sedang menguap dan berhenti ketika mataku tepat mengarahnya, ada yang sedang asyiknya memainkan gawai yang merknya tertutupi tangan mungilnya, dan ada lelaki yang duduk tepat di sampingku sedang membaca buku dengan earphone di telinganya. Manis dipandang. Aku sadar ternyata sedang hanyut dalam parasnya. Siapa orang tua lelaki ini? Makan apa dia semasa ngidam?

"Gini amat yah ciptaan-Mu Tuhan. Aku berharap dia belum Engkau jodohkan dengan orang lain," gumamku dalan hati. "Aamiin..." Seruku, tanpa sadar ternyata suaraku terdengar oleh seluruh penghuni angkot ini. Mereka menatapku bersamaan dengan tatapannya yang sayu. Sekejap saja. Jantungku tak bisa diajak berkompromi, detaknya malah  laju, apa-apaan ini? Tiba-tiba angkot melaju begitu saja tanpa aba-aba dari kenek. Jidatku tidak sengaja berantuk dengan bukunya. Keras. Dia menatapku, aku berharap dia akan mengelus jidatku. Tapi yang terjadi, dia hanya menatapku sepersekian detik saja dan kemudian kembali menjelajahi kalimat per kalimat dalam bukunya.. "Sial!" umpatku dalam hati. Entah, tingkahnya yang memang cuek ataukah dia bisu? Atau lagi sariawankah? Hanya dia dan Tuhan yang tahu.

"Berhenti di halte yang sebelah kiri itu yah pak." Pintaku.

"Siap neng."

Lelaki yang belum kutau namanya itu masih bergelut dengan bukunya. Aku cuek dan mulai melangkahkan kaki menuruni angkot. Tiba-tiba, "Aauhhh .." pekikku yang sudah menjumpai trotoar dengan wajah mendarat lebih dulu. Kupalingkan wajahku, kudapati lelaki yang sedang membayar ongkos, kutengok buku di tangannya, lelaki itu! Ujung rok abu-abu yang kukenakan terinjak olehnya tapi tidak menolongku terlebih dahulu. Sepertinya dia tidak hanya cuek, tapi juga sudah buta. Aku berdiri dengan cepat melangkah ke arahnya.

"Hei! Dasar cowok tengil, berengsek, buta! Punya indera gak sih?" Amukku dengan wajah sudah memerah karena emosi membludak. Sengaja aku mengumpat seperti itu karena yakin dia juga gak bakal dengar karena earphone masih terpampang di telinganya.

"Tengil? Buta? Apakah kita kenal? Gampang sekali berkata begitu." Katanya seraya melepaskan earphone-nya. Aku sepertinya salah mengumpat, ternyata dia dengar apa yang baru saja kukatakan. Tapi aku tidak takut, di sini bukan aku yang tersangka.

"I, iya. Punya indera gak sih? Kamu tuh nginjak ujung rok belakang aku hingga aku jatuh. Bukannya minta maaf dan menolong, malah .." Belum kata-kataku ku akhiri, tiba-tiba, "BRUUKK!!" Aku kembali terjatuh karena dorongannya. Emosiku semakin memuncak, "Apa-apaan sih? Kamu nih gak waras atau kesurupan setan tengil?!" Ketika aku hendak berdiri dan ingin mendaratkan tanganku ke pelipisnya, niatku diurungkan oleh sodoran tangan di depan wajahku.

"Sini!" Katanya dengan tangan masih di posisi semula.

Aku bingung. Kenapa dia mendorongku dulu kemudian menyodorkan bantuan? Sepertinya ini lelaki teraneh yang baru terdeteksi keberadaannya.

Kuraih tangannya dan wajahku sudah berada tepat di depan dagunya. Jantungku kembali memberontak. Semakin kencang.


*Cinta bukan tentang kapan dan dimana kita pertama bertemu,

tetapi kepada siapa dan mengapa detak jantung lebih dulu mematikan perasaanmu saat bertemu." -SWAF


*Bersambung ...


Quotes untuk FauzanWhere stories live. Discover now