tak lama san datang ikut menghampiri, merangkul bahu wooyoung sambil tangannya menyodorkan debit cardnya pada sang kasir.

“bayarnya pake itu, ya, mbak,” seru san.

wooyoung mengangkat kepalanya untuk menoleh ke arah san.

“ini kan udah bude kasih uangnya,” kata wooyoung.

“kasih ke bude lagi aja. lagian bude ini, tamunya banyak uang malah ngasih uang buat jajanin kita,” balas san.

wooyoung mendengus, “kalo bude orang tuaku, udah aku lipet uangnya ke dompet aku,” gerutunya.

san terkikik geli, “sering gitu, ya, kamu? hm?”

si sulung choi itu menjawil hidung wooyoung, membuat si empu cemberut lucu.

“engga, yang katanya orang tua itu sering ngasih uang banyak, kamu lupa aku orang kaya? bukan cuma kamu.”

san mengusak surai kelam wooyoung sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“iya tau, kok, yang katanya orang tua jung wooyoung kan banyak duit. kalo engga, mana bisa anaknya beli apart sendiri sama isi stok amer dan heineken mulu?”

san mengambil plastik belanjaan yang disodorkan kasir padanya setelah melakukan pembayaran kemudian keluar bersama wooyoung dirangkulannya.

tak lama si sulung choi itu mengangkat kedua alisnya lantas memandang wooyoung menuh curiga.

“tapi masa sih mahasiswa kaya kamu kebanyakan duit gini sampe bisa nabung beli apart sendiri? pesugihan, ya, kamu?”

wooyoung membulatkan matanya lantas mencubit pinggang san dengan kesel.

“kalo ngomong suka sekata-kata lo!”

“gue cuma becanda doang, sih, sakit tau!”

tadi saja manis sekali, memakai sebutan aku-kamu seperti pasangan kekasih pada umumnya. sekaramg gue-lo nya terlontar lagi.

mungkin sudah terbiasa seperti itu?

ya sudah, biarkan saja.

keduanya kini terduduk di kursi yang terletak tak jauh di depan mini market. katanya, wooyoung ingin memakan ice creamnya terlebih dahulu sebelum pulang. takut mencair, selain itu takut pula disambar yunho atau jongho.

“dua minggu lagi uas, woo.”

wooyoung yang saat itu tengah sibuk mengunyah ice creamnya hanya mengangguk, san yang melihatnya meringis kecil.

apa tidak ngilu?

“dua hari sebelum uas gue pulang,” seru wooyoung.

“kenapa gak ikut kita besok aja?” tanya san.

wooyoung menghela napas, “mau ngabisin waktu sama bude dulu―”

si tunggal jung itu menghela napas, lantas mengangkat kepalanya untuk menatap wajah san.

“nanti bantuin gue cari kerjaan buat bude sama pakde di jakarta, gue gak mau jauh-jauh sama mereka.”

san mengulas senyumnya, tangannya terulur untuk mengelus-elus kepala wooyoung dengan lembut.

“pasti, tenang aja, gue tau seberharga apa mereka buat lo.”

wooyoung tersenyum cerah, merasa sangat senang, terlalu senang hingga tubuhnya mencondong untuk mengecup pipi san.

“sayang choi!”

san mengedip-ngedipkan matanya. sepertinya, san harus benar-benar berterima kasih pada bude karena―wOOYOUNG GEMAS SEKALI.

gonbae, woosan.✔Where stories live. Discover now