06

21.7K 3.3K 391
                                    

kedua mata itu perlahan terbuka, membiarkan bias cahaya masuk sedikit demi sedikit seiring kelopaknya bergerak untuk semakin terbuka lebar.

“akh!”

sayangnya, baru setengah jalan kelopak itu terbuka, wooyoung kembali menutup erat matanya begitu tiba-tiba rasa pening menyerang kepalanya bagai dihantam benda berat.

berapa botol ia minum semalam sampai efeknya separah ini?

ini parah, perutnya bahkan ikut bergejolak, nyeri bagai dipelintir.

“sakit banget, sialan.”

frustasi dengan rasa pusingnya, wooyoung memukul-mukul kepalanya. memang bodoh mengingat itu akan memperparah, tapi wooyoung tak tahu lagi harus melakukan apa.

“eh? jangan dipukul!”

sepasang tangan menahan pergerakan kedua tangan wooyoung, menggenggam pergelangannya dengan erat.

wooyoung membuka mata, melebar selang beberapa detik melihat siapa yang ada di hadapannya.

choi san?

“pusing?”

wooyoung diam, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang ia singgahi sekarang.

ini kamar apartemennya.

bagaimana―

“yunho yang ngasih tau, kita bertiga bawa lo pulang semalem.”

mengerti akan kebingungan si jung, san berseru sambil membantu wooyoung bangkit untuk duduk.

“yunho nya?”

san mendudukkan dirinya di sisi kasur besar itu.

“pulang tadi pagi, nanti siang mau ke sini lagi.”

wooyoung memandang san, “lo gak pulang?”

“lo ngusir gue?”

raut panik terpahat pada wajah wooyoung, dia menggelengkan kepalanya dengan pelan sebelum kembali berbicara.

“bukan, maksud gue gak gitu.”

melihat seruan dengan suara mencicit kecil itu, san tertawa gemas kemudian mengusak surai ungu wooyoung.

“gue cuma mau mastiin pagi lo baik kalo ada gue.”

san berbalik, mengambil sesuatu yang sebelumnya ia taruh di atas nakas.

“nih, minum.”

segelas teh hangat san berikan pada wooyoung dan diterima dengan senang hati oleh si lelaki jung itu.

“makasih,” ucap wooyoung, kemudian mulai meminum tehnya pelan-pelan.

“gue baru tau lo tinggal di apart ini.”

wooyoung menoleh ke arah san, “gak sering gue tinggalin, gue ke sini paling kalo lagi males di rumah,” balasnya.

san mengangguk-anggukkan kepalanya, “dunia emang bener-bener sempit.”

kerutan di dahi wooyoung muncul, “maksudnya?”

san menggeleng, “gak papa, apart lo berdebu.”

sorry, kalo lo gak nyaman.”

si choi tersenyum sambil menggeleng, “cuma berdebu, isinya rapi kok.”

“karena emang gak pernah disinggahin,” wooyoung terkekeh kecil kemudian.

san tersenyum tipis melihat tawa kecil yang terlihat cukup manis di matanya.

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang