🕊 Part 3

1.5K 279 28
                                    

Aku berlari secepat yang aku bisa menuju tempat itu. Tempat malaikatku--bukan... Malaikat itu berada. Aku melihatnya duduk di kursi itu. Dengan napas tersengal-sengal aku memanggilnya. Dia menoleh dan menarik senyum hangatnya.

"Oppa" aku menggenggam lengan jaketnya. Aku menceritakan apa yang sudah temanku katakan. Aku bilang padanya kalau tak ada satupun dari mereka yang bisa melihatnya. Aku benar-benar menceritakan sedetail mungkin padanya. Tapi responnya hanya sebuah senyuman. Aku suka senyumannya tapi aku lebih suka jika dia juga memberikan jawabannya.

"Opp--"

"Kalau ku katakan kau adalah orang yang spesial, apa kau akan percaya?"

"Aku? Spesial?"

Dia menganggukkan kepalanya. Dia hanya bilang tidak semua orang bisa melihat wujudnya. Kemudian dia juga bilang jika selama hidupnya hanya ada dua orang yang bisa melihatnya. Orang yang pertama hidup sekitar 250 tahun yang lalu dan orang yang kedua adalah aku. Dia juga menegaskan kalau dia bukan manusia tapi dia juga tidak menyangkal saat ku sebut malaikat.

Aku duduk disampingnya seperti biasa. Namun kali ini dia tiba-tiba bercerita jika tempat duduk yang sedang aku tempati ini biasanya ditempati oleh orang yang selalu ia tunggu.

Sebentar.

Dia menunggu siapa? Bukankah yang bisa melihatnya hanya aku dan pria yang ia kenal 250 tahun yang lalu? Lalu? Siapa yang ia tunggu? Bukankah tidak mungkin menunggu temannya yang itu? Bukankah pasti ia sudah meninggal dunia mengingat dia hanyalah manusia biasa sepertiku? Atau mungkinkah dia jatuh cinta pada seorang wanita yang sering datang dan duduk disini? Jadi dia sengaja diam disini hanya untuk menunggunya meski tidak bisa berkomunikasi dengannya tapi setidaknya ia bisa memandanginya?

O-oh... Pikiranku mulai berkeliaran kesana kemari.

"Oppa" panggilku padanya yang sedang menatap pergerakan awan dari air danau. "Boleh aku bertanya?"

"Kalau aku larang pun kau akan tetap bertanya kan?" dia mengalihkan pandangannya padaku.

"Sebenarnya apa alasanmu ada disini? Maksudku kenapa kau tiba-tiba ada disini padahal sejak dulu aku tidak pernah melihatmu di danau ini?" akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya padanya.

Dia masih tersenyum padaku. Namun tatapan matanya terlihat begitu sedih. "Ada hal yang harus aku lakukan" katanya sambil menyingkirkan rambut yang menutupi mataku karena tertiup angin.

"Apa itu semacam tugas malaikat?" tanyaku lagi.

"Hm..  Mungkin"

"Apa aku tidak boleh tahu?"

"Tentu saja"

Aku menyipitkan kedua mataku saat beradu pandang dengannya. Setidaknya untuk saat ini aku menyerah. Dia adalah malaikat dan aku hanyalah manusia. Dia pasti punya alasan lain yang sulit untukku mengerti.

"Oppa apa malaikat bisa sakit?"

"Tidak..."

"Sakit hati?"

Dia tidak menjawab. Aku melirik sedikit kearahnya dan dia sedang melihat tepat kearahku. Aku kira dia marah atau jengkel karena aku terus bertanya tentang dirinya. Tapi kelihatannya dia tidak marah, nyatanya dia masih tersenyum.

Aku rasa sudah cukup untuk mengintrograsinya hari ini. Mungkin akan aku lanjutkan di hari yang lain.

Berhubung besok aku harus menjalani jadwal terapi jadi hari ini aku akan mengajaknya bermain. Mengingat hanya aku satu-satunya yang bisa ia ajak bicara jadi aku mengajaknya kesana kemari agar dia tidak merasa kesepian.

Angel's HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang