#Diarasa-13

10 0 0
                                    

"Kehidupan memang selalu pelik, ya."

"Wah, baru kali ini aku mendengarmu berkata seperti itu, Tuan Jara yang Bijaksana."

"Memang aneh, ya? Aku juga manusia, Sa."

"Tapi, kamu selalu berpikir positif, Jara. Ini pertama kalinya, jadi kelihatan aneh. Haha."

"Aku rindu bunda."

"Aku juga."

"Harusnya, Kecelakaan itu tidak terjadi."

"Sudahlah, Jara. Ini menjadi takdir terbaik untuk bunda."

"Kenapa bukan aku, Sa? Kenapa bukan aku saja yang pergi?"

"Jara! Jangan berkata seperti itu. Seolah-olah kamu tidak mengikhlaskan kepergian bunda. Kamu sendiri yang bilang bahwa semua yang terjadi pasti Tuhan punya maksud yang baik."

"Entahlah, Sa. Aku rasanya tak bisa lagi mencerna apa yang Tuhan mau padaku. Semua terasa jauh lebih berat."

"Karena kamu mampu, Jara. Tuhan melihat kamu kuat. Maka, dia memberikan ujian ini padamu. Tidak semua manusia bisa melewati ini semua."

"Kalau begitu aku ingin menjadi lemah saja. Agar bunda tetap disini, agar aku tidak lagi menanggungnya sendirian, Sa. Semua akan jauh lebih mudah."

"Jara, kenapa kamu berputus asa seperti ini. Aku merasa tidak mengenalmu. Kemana, Jara yang selalu melihat sisi kehidupan dengan pemikiran baik?"

"Mungkin sudah mati."

"Hei! Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, Jara. Tapi, aku yakin bunda akan sangat sedih diatas sana. Anak yang ia sayangi seolah tidak menerima takdirnya."

"Tidak semua hal dalam kehidupan bisa diterima, Sa. Apalagi perasaan kehilangan. Ini tidak mudah dan akan sulit untuk sembuh."

"Kamu sendiri yang bilang bahwa tidak mudah bukan berarti tidak bisa, kan? Aku tahu ini berat, Jara. Tapi kita harus tetap hidup dan menerimanya. "

"Semoga aku bisa."

"Aku tidak memaksamu untuk melupakan bunda, Jara. Tapi, menerima bahwa Tuhan menginginkan bunda untuk tiba lebih dulu disisiNya. Suatu saat nanti, kita juga pasti akan bertemu bunda."

"Itu pasti. Tapi, kapan?"

"Ketika waktu kita di dunia selesai, Jara. Saat tanggungjawab yang Tuhan beri telah kita jalankan semuanya."

"Wah, aku baru menyadari kamu bertambah dewasa."

"Memangnya aku akan kecil selamanya!"

"Haha.. Bisa saja, kan. Tapi, aku berharap sampai waktu dimana aku bisa bertemu bunda, semoga perasaanku menjadi tenang, Sa."

"Bukankah ketenangan akan datang saat kita telah pergi, Jara?"

"Tidak semua manusia akan tenang saat pergi, Sa. Mungkin saja beberapa manusia pergi dengan penyesalan. Entah menyesal karena telah menyianyiakan hidup, atau menyesal karena tidak lagi menikmati hidup."

"Bukankah dua hal itu sama?"

"Menyianyiakan hidup adalah saat kamu tidak melakukan perintah Tuhan, Sa. Dan tidak menikmati hidup adalah saat kamu sibuk dengan keburukan yang kau jalani. Tanggungjawab yang harusnya selesai itu, harus berhadapan dengan yang namanya kesengsaraan. Manusia memang lucu, mengejar yang tidak dibawa mati, lalu takut dengan hal yang dibawa mati."

"Akhirnya, Jara kembali!"

"Memang aku kemana, Sa?"

**

-snjnl

16/02/20

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 16, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Diarasa -Dialog Jara & Assa-Where stories live. Discover now