Untitled- The Deal

1 0 0
                                    

—Sebastian?
"HE WOY" tian mengejar ...

Langkah kaki semakin lama semakin mengecil, sudah 5 menit Indira berlari menyusuri jalanan yang ia lewati tiap hari, 'napa gak sampek sampe sampe juga??' Nafasnya mulai habis, dan akhirnya berhenti di sebuah Indomaret dekat gang perumahannya.

Ia masuk, udara segar AC meniupnya. Bulir keringat mulai membeku, masuk-masuk ke pori pori nya. Pekerja disana menatapnya bingung, menyapa atau membiarkan?

"Se... selamat datang di indormaret .... selamat belanja!" Sapa sang pekerja, tubuhnya sedang, normal bagi seorang laki-laki.

Indira mengabaikan kehadirannya dan CCTV yang selalu menyorotinya dari sisi lain sebuah komputer. "huh... mungkin ... mereka, AGHHH BEGO. Bodo banget tadi coba! Ngapain sih mereka?? Aneh juga... tapi bego banget gue! Pake flash segala, selfie gak guna!" Hentakan sepatu Indira terdengar dari tempat seri minuman.

Sang pekerja mencoba untuk mengecek dengan pura-pura menaruh beberapa botol tambahan di kulkas belakang. Tetapi sebelum ia sampai, bel toko terbunyi dan hening kecuali musik ikonik youtube berdering di telinganya.

Indira keluar, merasa aneh akan mata-mata yang terus memerhatikannya.

Nafasnya sudah teratur dan siap untuk lari, kakinya mulai menginjak tanah seperti atlet lari, ia memang mahir lari untuk tubuh proporsi tubuh yang kecil— lari dari kenyataan. Kalo udah ada masalah, kayak gak pernah ada.

"Gue makin lama makin bego aja, apalagi hari ini. Udah langit ke 6 palingan kebegoanku" tanga kirinya mengusap dahi, dan yang kanan
membuka pintu rumah sewaannya.

Hatinya terasa berat melakukan aktivitas lain, jadi ia biarkan tubuhnya meniduri sofa gak empuk tetapi terasa nyaman dihari weekend saja.

the escape mission, she barely got out alive.

——

Ding!
Ciri khas ratusan spam dari saudara tak berdarah sama Indira, Adlyn. "... jam berapa sih sekarang?" Suara grogi paginya terasa tak enak.

Matanya masih enggan membuka, dan membaca spam Adlyn yang terus menekan huruf P pada keyboardnya, 'apa gak capek nih anak ya?' Satu diantara 99+ kiriman Adlyn, satu menyadari otak paginya.

"HUWAAAA ANJIR UDAH JAM 7.45!!" Tanganya segera mengambil seragam dan baju yang ia butuhkan 'udah 1 jam 45 menit, mau diapain gue coba sama pak kepsek'

Tanpa basa basi, dalam 5 menit semuanya telah rapi dan siap. Kecuali, ... perjalananya.
Indira menghitug kecepatan energi yang perlu ia keluarkan, dan jarak tempuh.

6,8 km ... dengan waktu setidaknya ... 5 menit... jadi .... perlu kecepatan ...
34 km/jam. Sangat menyenangkan mengayuh di jalan hehe, belum lagi macet Bandung.

Indira mengambil sepeda dan mengayuhnya secepat kilat, mengganggu beberapa pejalan kaki di trotoar. "Liat jalan dong neng!" Tanpa mendengarkan bapak becak taman, Indira hampir menabrak beberapa pohon di sebelah sekolahnya.

Gerbang terlihat terbuka, tetapi satpam masih  terawang dari kaca sedang menelpon pacarnya dengan aksen romantis. 'Ini kesempatan gue' Indira mengencangkan kekuatan kaki hampir mendorongnya jatuh tapi ia ceoat menangkap keseimbanganya kembali.

'Gue sampek, plis sampek!' Sebelum sang malapetaka tiba. "STOP!!" suara kep SMA Bardiningrat IV memaksa Indira untuk mengerem dadakan sepeda pancalnya, tangan Indira berkeringat yang akhirnya rem tak bisa dihentikan seutuhnya.

Roda terus berputar, tak berhenti di depan Kepsek, tetaoi tepat pada kemaluannya.
Indira langsung bersegera menurunkan sepedanya dan meminta maaf berjuta-juta kali pada kepsek yang ada di depannya sekarang.

"Pak untuk semua perbuatan yang telah saya lakukan, saya meminta maaf sebesar besarnya. Saya tidak akan melakukan hal tersebut kembali" tangan dan kaki Indira sudah mulai menunjukkan kehirmatan dengan posisi yang tak baik.

"KAMU! BAPAK AKAN—" sebelum kata-kata sang kepsek selesai, sebuah tangan besar menghentikan pukulannya. "Jangan lo pegang, atau nanti ada konsekuensi. Dia sudah minta maaf jadi biarkan dia pergi" suara itu lagi, dalam tetapi kali ini dengan ciri khas intimidasi.

'Lo? Kok boleh murid ngomong ke guru kaya gitu?' Indira merenung sebentar. Tangan kepsek menepis tangan murid tadi, membiarkan cengkraman kuat menyakiti pergelangannya.

"Baiklah, akan saya kasih keringanan. Pel seluruh lantai 3, dan kamu! Bantu dia ngambil semua peralatan" matanya tajam melihat ke arah Indira, tetapi menajam ke arah lelaki itu.

Wajahnya basah, jelas dari hasil keringat beraktivitas. Seragam putih olahraga sekolah menerawang kaos band di belakangnya bertulisan "WANDA" sebagai logo depannya.

"M.. makasih ..." laki-laki itu menatap Indira, mengobservasi seluruh bagian dari kepala hingga kakinya.

Ucapan tak ada yang keluar dan rasa canggung hadir di lemari Office Boy sekolah.
"... Sebelum kau melakukan tugasmu ini, aku mau bertanya" Baru pertama kali ini mendengar suara merdu seorang laki laki terasa begitu nyaman di telinga Indira.

"Apa?" Tanyanya lugu. "Apakah kau yang kemarin memotretku?" Denyut jantung Indira berubah seketika, suaranya tak lagi terdengar selama 0,5 detik dan darah perlahan menuju ke bawah tetapi tak lama.

Rasanya ia akan segera terbunuh oleh sesuatu dari genggaman kuat laki laki itu ketika Indira menatap lengan kekarnya.

"I... iya" Indira menunggu sesuatu dari atas untuk rasa sakit yang berlebihan, tetapi tak ada yang datang.

Sebuah kursi terdengar terseret dari suatu tempat, dan berada tepat di belakang Indira.
"Duduk" sang lelaki perintah.

"Iya.." karena rasa ketakutannya yang berlebihan, Indira merasa terpojokkan dan menjatuhkan dirinya terlalu keras di kursi.

"Lo kenal gue gak?" Pertanyaan macam apa itu?? Coba kenalan dulu kek. "Enggak" Indira menatap lantai dan tangannya yang memijat mijat jari-jarinya, menahan rasa takutnya.

"Gue adalah orang yang harusnya lo takutin, anak CEO PT solarflare dan sepupu kepsekmu tadi, kau ... adalah salah satu bawahan gue yang harusnya patuh"

Mendengarkan perintah yang terlalu merendahkan harga diri seseorang, Indira berubah 180 derajat.

"Maksud lo? Eh jangan sombong dong! Emang urusan apa lo sama sekolah ini yang bisa bikin gue keluar, gue yakin kepsek sepupu lo gak akan tega ngeluarin gue kalo dia nyadar gue anak terpintar ke-2 di sekolah ini" amarahnya meluap dan tak ada lagi tempat kosong untuk melampiaskan kecuali pada manusia depanya ini.

"Baik, gak usah basa-basi. Gue mau lo hapus foto & video itu" posisi sang lelaki yang awalnya santai membiarkan kursi mengambil tubuhnya kini menegang.

Tangannya memegang kedua paha, menunjukkan pembukuh darah merah & biru yang keluar.

"Buat apa? Emang kenapa sama video ini?" Indira mulai tak sabar dengan perintah yang diberikannya.

"Gak bisa gue ceritain"

"Oke berarti gak ada masalahkan kalo gue simpen-simpen aja?" Indira niat beranjak pergi dan mengambil tasnya. Biarkan OB yang membersihkan kotoran ini, memang inilah
tugas mereka.

Indira kembali melangkahkan kakinya dan berjalan menyusuri tangga menuju lantai 1 dengan wajh kesal, bel pelajaran sudah menujukkan keterlambatan di tambah dengan waktu yang terbuang karena Laki-laki itu.

'Sebastian Randy Andromeda? Nama aneh'

Kakinya perlahan mulai membungkam dan tak dapat di gerakkan, di depannya Tian berdiri.

"Mungkin kamu gak tahu maksud gue, hapus semua data yang kamu punya tentang gue dan semua akan baik baik saja" ucapnya lantang, dan suara menggema di hall sekolah.

"Baiklah.." tetapi sebelum kata-kata itu keluar, Indira mempunyai rencana.

"Dengan satu syarat"
"Apa?"
"Carikan gue jodoh"

——
A/T hey chapter dua dah selesai!
Gimana-gimana udah mulai penasaran sama ceritanya gak??

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 15, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

unorthrodoxWhere stories live. Discover now