“Oh! Dean! Ayo masuk-masuk! Aku baru saja ingin membuat teh untuk Jane..”  Aku memutar kepalaku dan melihat ibuku menuang teh di cangkir putih bercorak floral kesayangannya. Nice.. pikirku sambil tersenyum kecil.

Dean berjalan masuk dan meraih bahuku. Aku dapat merasakan tangannya mencengkram bahuku dengan keras dan hal itu membuatku yakin ia kesal karena aku menjauhinya seharian ini. “Tidak, terima kasih Mrs. Bells. Bolehkan aku membawa Jane sekarang?”

Aku memberi kode pada ibuku untuk menolak permintaan Dean tapi ibuku mengabaikanku. Ia menatap Dean dengan senyumnya yang lebar dan mengangguk. Hal ini membuat Dean melihat kearahku yang dari tadi memunggunginya. “Ayo kita pergi Jane.” Katanya dengan senyum paksaan yang di pasang diwajahnya sebagai topeng dan memaksaku berdiri. Tanganya meraih pergelangan tanganku dan menarikku keluar ruangan.

Aku merasa terseret kali ini. Kakinya yang panjang membuat langkahnya sulit untuk diikuti. Tangannya terus menerus mencengkram pergelangan tanganku dengan sedikit kasar. Berkali-kali aku menghentakan tanganku supaya ia bisa melepaskannya tetapi selalu gagal. Ia terus menerus menarikku hingga kami berada di taman belakang dekat pohon rindang yang biasanya menjadi tempat kami untuk makan siang saat istirahat. Ia melepaskan tanganku dan berbalik melihatku dengan sedikit amarah yang terpancar dari kedua bola matanya. “Aku sudah bilang jangan pergi kemanapun tanpa aku Jane !” Katanya dengan nada kesalnya.

Aku menarik nafasku dan mencoba mendinginkan kepalaku. Aku tidak ingin bertengkar dengannya, aku menatap kedua bola matanya dengan serius. “Dean. Aku sudah berumur 18 tahun. Aku bisa menjaga diriku.” Tangan besarnya meraih kedua pipiku dan memaksa wajahku untuk menghadap wajahnya begitu aku ingin menatap kearah lain dan beranjak pergi.

“Ingat hari dimana kau nyaris diculik Jane?” perkataannya membuatku berpikir kembali tentang kejadian itu. Beberapa bulan lalu saat aku mendapatkan tugas rahasia tentang rencana perusakan sebuah perusahaan nuklir terbesar di kota ini. Beberapa pembunuh bayaran di sewa hanya untuk membunuhku karena aku memegang folder rahasia mereka. Pembunuh itu menyerangku saat aku berjalan kabur dari sekolah. Dean melihatku dan langsung memanggil beberapa security untuk menyelamatkanku. Sejak saat itu Dean selalu berada di sampingku dan tidak mau menjauh dariku. Aku menutup kedua mataku dan diam, menikmati setiap kegelapan yang ada di pikiranku tentang hari buruk itu.

“Aku mencemaskanmu Jane...” Perkataan Dean yang lembut membuatku membuka mataku lagi dan menatap Dean. Tanganku meraih kedua tangannya dan membawanya ke depanku. Aku meremas tangannya pelan dan menatap tangan besar miliknya itu. “Aku baik-baik saja Dean..” Aku berusaha meyakinkan dia dan membuatnya tidak khawatir padaku. Karena inilah tugasku. Sebagai agent rahasia dengan rank B, aku harus siap menghadapi apapun yang ada di hadapanku walaupun nyawaku sendiri sebagai taruhannya. Dean tidak tahu identitasku yang asli dan jika ia tahu aku yakin dia akan menjadi over-protective. Aku tahu dia bukan siapa-siapa dihidupku, hanya teman masa kecil yang berteman sampai kami berumur 18 tahun. Keluargaku adalah agent rahasia yang bekerja aktif di lapangan kecuali ibuku, ibuku berhenti dan menjadi chief analyze yang menjalankan misi di belakang layar dan menjalankan sekolah aman ini.

Nama belakangku di palsukan demi keselamatanku, aslinya nama belakangku bukan Bells, tapi Berrlyne.

“Jane?”  Suara berat Dean berhasil mengambil alih pikiranku. Aku kembali menatapnya dan tersenyum. Ia menatapku dengan tatapan curiga. “Kau menatap tanganku lebih dari 3 menit.”

Mataku membulat dan dengan cepat aku melepas tangannya dan menarik tanganku ke belakang punggungku. Aku tersenyum sebisaku dan melihat jam tangan kecilku yang melingkari pergelangan tangan kiriku. “Ayo ke kelas Dean.” Aku berjalan duluan dan merasakan dia mengikuti dari belakang dalam keheningan yang panjang...

---

Aku menatap Jack dan Nathan bergantian dengan pandangan tidak percaya. Aku membetulkan kembali sebuah microphone kecil yang melingkari telingaku dengan kabel tipisnya. Jack memberikanku sebuah USB dan memasukkannya di kantung kecil yang melingkar di pinggangku. “Kalian pasti bercanda..” kataku sambil menepuk keningku pelan dan melihat ke bawah gedung.

Nathan menggeleng dan melihatku dengan tampang datarnya. “Nope.” Aku memutar pandanganku ke arah gedung dan sesekali memainkan tali yang terpasang di pengaman bajuku. “Jack—“  “No comment sis! Nathan akan membantu kita dari atas berhubung firewall CCC berada di lantai paling atas. Tugas kita turun ke lantai 10 untuk menembus database pokok.” Jack mengibas-ngibaskan tangannya di udara, “Now!” ia melompat dari pinggir gedung dan mendarat mulus di balkon lantai 10. Aku menggeleng dan menelan ludahku dengan pelan begitu melihat ia berjalan masuk kedalam gedung.

“Just Jump.” Aku menatap Nathan dengan kejam berusaha membunuhnya dengan tatapan mataku sebelum akhirnya aku melompat ke tempat Jack. Aku melepas tali tersebut dan berjalan menyusul Jack yang sudah mengelabuhi beberapa penjaga. Mataku menyusuri setiap lorong gelap dengan teliti berusaha mencari ruangan utama atau ruangan kendali. Mataku menangkap Jack memberikan kode kalau ruangan yang aku cari ada di hadapannya. Dengan gerakan cepat aku menghampirinya dan membuka pintu itu secara perlahan dan mengintip ke dalam. Kosong. Aku melompat ke dalam dan duduk di depan komputer di meja tersebut. Tanganku mengetik beberapa code script dan menyadap database disana.

“Jane. Copy semua folder di folder berjudul X dan lenyapkan semuanya”

Aku mendengar suara Nathan dari microphone dan mengangguk.

Aku berhasil menembus kekebalan firewall dan penjagaan database lainnya dengan bantuan Nathan dalam beberapa menit aku keluar dan berjalan bersama Jack yang berhasil menemukan jalan pintas untuk keluar dari gedung ini. Kami bersama-sama kembali ke agensi dengan data copy-an yang aku pegang. Selena memberikan data tersebut ke Alex, salah satu analyze agent dan memberi kabar kalau data itu hanya 1 dari 20 yang dibutuhkan Zero. Aku mengutuk diriku dengan kesal dan tenggelam dalam pikiranku. Jack dan Nathan sudah memulai pemikiran mereka tentang semua kemungkinan yang ada, mulai dari kemungkinan diambil lawan atau disimpan secara terpisah. Tanganku meraih rambutku dan mengikatnya menjadi ponytail sampai akhirnya sebuah ide muncul di pikiranku.

“Apakah kemungkinan code script disimpan di Dean?” Pertanyaan itu membuat semua mata menatapku dengan kaget. Jack menggeleng dan menatapku serius. “Mustahil Jane, jika Dr. William menyimpannya pada Dean sama saja seperti bom bunuh diri.”

“Tapi Dean seorang anak prodigy dan gifted child, dia bisa saja memanipulasikan kodenya..” Perkataanku membuat Selena mengangguk setuju dan memainkan jarinya di monitor yang aku tidak tahu apa yang ditampilkan di layarnya. “Jane, tolong kamu selidiki Dean dan segera melaporkan apakah ada di dia atau tidak. Jack dan Nathaniel tolong kalian selidiki tentang keberadaan data lanjutannya.”

Kami bertiga mengangguk dengan kompak dan mencoba mencari data-data di komputer yang ada. Nathan membantuku menembus ke dalam database komputer Dean yang ada di rumahnya hanya dengan beberapa koneksi internet dan code manuscript. Hacker memang hebat..

Mataku menyusuri setiap data yang ada di dalamnya tetapi tidak menemukan apapun yang berhubungan dengan data yang kami cari. Jack menembus sistem komputer yang mencatat perpindahan data dan Nathan sendiri menyadap cctv yang ada di CCC.

“Adam Lanventine Monrow melakukan pertukaran data dengan komputer utama minggu lalu!” Jack menunjuk-nunjuk layarnya dengan antusias.

“Adam Lanventine Monrow adalah assisten ketiga Dr. William.” Nathan menambahkan informasi dengan cepat.

Adam Lanventine Monrow... Nama itu sangat tidak asing bagiku. Beberapa kali aku dapat mengingat namanya di sebut-sebut. Aku menjentikan jemariku berusaha memanggil kembali ingatan itu sampai akhirnya mataku terbuka lebar dan menatap Selena. “Adam Lanventine Monrow adalah saudara jauh Dean.."

Secret GirlWhere stories live. Discover now