Bab 05 CALON SUAMI

Start from the beginning
                                    

Penuturan Ayah membuat ku lagi - lagi hanya bisa menghela nafasku.

"Ya sudah ayah tutup telfonnya. Kamu jangan lupa pertemuan siang nanti."

Setelah aku mengatakan "iya". Ayah langsung mematikan sambungan telfon kami.

Dan aku kini mulai terdiam karena keteledoran ku sendiri yang tidak mencocokkan jadwal pertemuan ku pagi ini.

***

Setelah makan siang aku dan Tiara langsung berangkat ke PT I&R agar kami tidak terlambat untuk pertemuan ini.

Huft...

Entah sudah ke berapa kalinya, hari ini aku terus - terusan menghela nafasku.

"Ibu baik-baik saja?"

Tanya Tiara yang saat itu tengah sibuk menyetir mobil milikku. Pagi ini aku memang sengaja membawa mobil ke kantor agar bisa cepat sampai.

"Saya baik-baik saja, Tiara."

Jawabku sambil melirik kearah luar jendela. Pagi ini banyak sekali yang aku pikirkan terutama tentang lamaran dari keluarga Daffa tadi malam serta respons ayah yang seperti tidak setuju dengan jawabanku.

Apa aku memang sudah salah memberikan jawaban tadi malam!!!

"Bu..."

Aku tampak terkejut saat tiba-tiba saja ada yang memegang lengan ku. Aku langsung melirik kearah samping, Tiara terlihat menatap ku tidak enak.

"Maaf bu, jika saya mengejutkan ibu. Tapi kita sudah sampai."

Ucapan Tiara, membuat ku langsung menengok kearah samping dan aku tampak mengangguk pelan.

Mulai turun bersamaan dengan Tiara, tak lupa aku mengingatkan Tiara untuk mengunci otomatis pintu mobilku.

Kami berjalan berdampingan kearah Perusahaan I&R.

***

"Kamu baik-baik saja Kayla?"

Aku tampak terkejut saat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh lelaki di depanku ini.

Kami kini sudah selesai membahas masalah kerja sama kami dan aku kini tengah berada di kafetia yang berada di lantai dasar kantor ini.

Tiara tadi pamit karena ada pekerjaan yang harus di lakukannya dan aku menyuruh Tiara membawa sekalian mobilku karena aku ingin bertemu dengan Raina disini.

Lagipula kepalaku sedikit pusing jadi aku tidak mungkin mengendarai mobilku sendirian.

"Apa bapak sekarang sedang mengkhawatirkan saya?"

Entahlah kenapa aku justru bicara hal seperti itu padanya. Dan lihatlah ekspresi wajah yang tampak terkejut itu benar-benar lucu di mataku.

"Saya hanya bertanya, tidak ada maksud apa-apa. Lagipula wajah kamu pucat Kay!"

Aku tersenyum saat mendengar jawabannya itu. Kini aku menyandarkan punggungku di sandaran kursi sambil menatap lelaki di depanku ini dengan lekat.

Dia selalu terlihat tampan saat memakai setelan kerjanya itu.

Eh...

Kenapa aku tiba-tiba memujinya. Runtukku dalam hati sambil menggelengkan kepalaku pelan.

"Kay kamu sakit? perlu saya temani ke dokter?"

Aku langsung menghentikan gelengkan kepalaku dan menatap lelaki yang berada di depanku itu. Yang saat ini tengah menatap ku dengan ekspresi khawatirnya.

"Saya baik-baik saja Pak, bapak tidak perlu khawatir seperti itu pada saya. Lagipula saya tidak merasa perlu ke dokter juga, tapi terimakasih karena bapak sudah peduli pada saya."

Ku lihat Irham nampak menghela nafasnya dan mulai menatap kearah yang lain.

"Bapak..."

Ucapanku tampak terhenti saat mendengar suara seseorang dari arah belakang ku.

"Kayla..."

Tanpa menengok sekalipun aku sudah tahu suara siapa itu. Siapa lagi jika bukan suara Raina.

"Kay, bang Irham."

Raina tampaknya terkejut saat mendapati kami berdua berada di satu meja yang sama.

"Sini duduk Na."

Suruhku menepuk sisi sampingku yang kosong dan Raina tampak menurut dia duduk tepat di sampingku tapi tatapannya masih wanita itu arahkan pada lelaki di depanku ini.

"Abang ngapain disini?"

Raina langsung bertanya pada Irham dan aku lebih memilih untuk diam sambil menatap keduanya secara bergantian.

"Ini kantor abang kalau kamu lupa."

Jawaban Irham sambil menatap balik wajah adiknya itu. Sedangkan aku tampak tersenyum diam - diam saat mendengar nada dingin yang masih di tunjukkan oleh lelaki di depanku ini.

Aku pikir dia akan bersikap manis pada adiknya, tapi lihat sendiri nada bicaranya bahkan sama sekali tidak berubah.

Gumamku di dalam hati.

"Raina ingat ini kantor abang. Yang Raina tanya itu, kenapa abang bisa berduaan sama Kayla, kalian bukan mahram loh."

Omel Raina dan aku tampak terkekeh dalam hati saat mendengar Raina justru mengomeli abangnya itu.

"Kami tidak berduaan, Raina. Masih ada Penjaga kafeteria disana dan tadi..."

Ucapan Irham tampak di potong oleh Raina seenaknya dan aku masih sibuk mengamati mereka berdua.

"Tapi jauh bang, tetep enggak boleh berduaan inget dosa. Udah abang mendingan pergi aja gih, kerjain pekerjaan abang."

Eh...

Aku tampak terkejut saat mendengar Raina mengusir terang-terangan abangnya sendiri. Sedangkan ku lihat lelaki di depanku ini tampak beranjak dari tempat duduknya dan tanpa kata Irham langsung berjalan pergi meninggalkan meja ini.

Raina kini balik menatap kearahku.

"Kamu sama bang Irham enggak ngapa - ngapainkan, Kay?"

Mataku langsung membulat saat mendengar pertanyaan yang diajukan tapi oleh Raina.

Pertanyaan Raina terkesan seperti sebuah tuduhan.

Astagfirullah...

Aku langsung beristigfar dalam hati saat aku justru berburuk sangka pada sahabatku ini.

"Kay..."

Raina justru memanggil namaku agar aku menjawab pertanyaannya itu.

"Kamu tenang aja Raina, aku sama abang kamu enggak ngapa - ngapain kok. Lagian aku udah punya calon suami mana mungkin aku berani macam - macam!"

Seruku dan ku lihat Raina tampak terkejut saat mendengar jawabanku.

Eh...

Tunggu tadi aku bilang apa!!!!

"Kay, maksud kamu apa? Calon suami? Siapa? Kenapa enggak pernah cerita sama aku!"

Aku meruntuki diriku sendiri saat sadar bahwa aku sudah keceplosan mengatakan mengenai calon suami.

"Kayla Nafsiyah Hasna"

Kalau Raina sudah memanggil nama lengkap ku sudah jelas bahwa wanita di sampingku ini ingin mendengarkan penjelasan ku.

Kayla pov end

***

Bersambung...

Terimakasih 🙏🙏🙏

Jangan lupa tekan ⭐⭐⭐

Selamat berbuka puasa 🙏🙏🙏

TAKDIR Kayla (Sequel Perjalanan Kisah Fatimah) Where stories live. Discover now