Bukan Kebencian

24 1 2
                                    

HAPPY READING

----------------------------------------------------------------------

"DIA?" Aku melotot tak percaya apa yang barusan kulihat. Sedangkan dia, pengelihatannya fokus pada jendela yang menyebalkan itu.

"bu Nami gamau!" aku berteriak histeris. Aku takut saat kerja kelompok nanti dia akan memakanku.

"kelompok sudah ditentukan" Bu guru melengos keluar kelas tanpa mendengarkan ucapanku.

Aku segera mengejarnya.

"bu please deh! Nanti aku beliin bubur ayam" aku membujuknya sambil menarik-narik lengan bajunya.

"tidak ada tapi-tapian! Cepat diskusikan dengan teman kelompokmu!" bu guru membesarkan matanya yang sudah besar, membuatku bergidik ngeri.

Aku berjalan gontai menuju kelas kembali. Huaaaa, aku takut, bagaimana aku akan kerja kelompok nanti?

Hujan deras mengguyur atap sekolah ini. Jam istirahat kedua sudah dimulai. Kini hanya ada aku dan si brengsek ini di dalam kelas. Ana pergi ke kelas lain, memburu cowok-cowok tampan yang bersekolah disini. Aku mengumpulkan niat untuk mengajaknya bicara. Baru satu langkah beranjak dari kursi ini, tubuhku langsung bergetar, dia memang terlihat menyeramkan, ditambah lagi petir yang menyala-nyala.

"ha-hai Ferro" aku terbata-bata menyapanya.

Dia menoleh, menatapku yang sudah bercucuran keringat dingin.

"Nami ganggu ya?" aku mencoba rileks berbicara dengannya.

"Ya" dia menghela nafas pelan.

Sial! kenapa dia jujur sekali?

Aku cemberut, "Nami juga terpaksa tau satu kelompok sama kamu!" teriakkanku mengalahkan suara petir.

Dia bangun dari posisi duduknya, membuatku terkejut sekaligus takut. Keringat dingin bercucuran, jantungku memompa lebih cepat. Ingin sekali aku berlari menjauh darinya, tetapi semua badanku kaku, seperti mati rasa.

Dia mau apa?

Tepat saat suara sambar petir terdengar.

Bruk!
Dia mendorong bahuku dengan kasar, lebih kuat dari serangannya siang tadi. Aku terdorong dan jatuh beberapa meter darinya.

Apa-apaan dia ini? Apakah dia sebenci itu padaku?

Aku meringis. Ini sakit sekali, sungguh. Aku terjatuh di atas tumpukan kursi. Ada beberapa luka lebam dan lecet di kakiku. Awas saja, aku akan membunuhmu!
Aku menatapnya dengan tatapan kemarahan.

Tapi,

Aku salah.

Dia tidak membenciku, bahkan dia telah menyelamatkan hidupku.

Terlihat bongkahan kayu, berada tepat pada posisi saat aku berdiri tadi. Atapnya menganga, air hujan membuat kelas banjir karena tidak ada yang menghalanginya. Dia terdiam, rambutnya terkena ciprata air hujan. Dan, lengan seragamnya robek, darah segar mengalir dari bahunya. Aku membesarkan mataku, segera berdiri dan menghampirinya.

"kamu gapapa?" aku khawatir. Kalau bukan karena dia, mungkin aku tidak bisa berkata seperti itu sekarang.

Dia menatapku sebentar, lalu langsung meninggalkanku begitu saja. Tidak sopan!

Aku segera mengejarnya. Tapi, dia cepat sekali. Punggungnya sudah tidak terlihat. Semua orang riuh, ada yang berteriak juga ada yang menangis karena bukunya kebasahan.

Aku segera berlari ke ruang Uks, kuharap dia ada disana. Tapi, ruangan itu kosong. Aku segera membawa kotak P3K walau aku tidak tahu itu gunanya untuk apa. Kucari dia di setiap sudut sekolah, namun hasilnnya nihil. Apakah dia bisa menghilang? Dia tidak telihat dimana pun. Aku tidak menyerah, sudah kubilang aku ini spesies manusia yang pantang menyerah.

Aku berpikir. Kemana dia pergi?
Atap, tapi untuk apa dia disana?
Ah, tetap saja aku harus memeriksannya.

Aku menaiki satu per-satu anak tangga. Kakiku keram, sakit sekali rasanya.

Yes!

Aku berhasil menemukannya. Seorang pria tinggi di tengah hujan lebat, tubuhnya basah kuyup. Dia memegang lengan kirinya, seragamnya sudah berubah warna. 

"hey! Kamu ngapain disana? Sini! Nanti kamu sakit" aku berteriak mengalahkan suara gemuruh air hujan.

Dia tidak menoleh ke arahku, mungkin suaraku tidak kedengaran.

Aku menghela nafas, sepertinya aku harus menghampirinya. Aku segera berlari kearahnya, menerobos hujan lebat. Dia terkejut atas kedatanganku.

Tanpa basa-basi, aku langsung menarik tangannya. Dia masih menatapku dengan wajah yang bingung. Aku menariknya menuju tangga yang membuat kakiku keram, agar kami tidak terguyur hujan deras.

"sakit ya?" tanyaku saat melihat bahunya mengeluarkan banyak darah.

Dia tidak menjawabku, hanya mengeratkan cengraman tangannya.

"sini biar Nami obati" aku segera membuka kotak itu.

Yaampun, ini untuk apa? Yang ini? Kok bentuk nya sama semua? Huaaa Nami pusing.

Aku terdiam untuk waktu yang lama. Aku benar-benar tidak tahu alat apa yang cocok untuk mengobati lukannya.

"kamu obatin sendiri ya, Nami gatau cara pakenya, hehe" Aku menyodorkan kotak bewarna putih itu kepadanya.

Dia sedikit tersenyum sambil mengambil kotak itu.

"hey kamu tersenyum?" aku membesarkan mataku. Dia menatapku bingung.

"coba seyum lagi" aku berseru antusias. Dia masih terlihat bingung. 

"ayoolaaah senyum lagi" aku memaksanya.

"smile" senyumku mengembang.

Dia masih menatapku bingung.

"untuk apa tersenyum? Itu hanya akan membuatmu capek"  Dia membungkus lengan kirinya dengan kain.

Capek katanya?

"Hey, tersenyum akan membuatmu bahagia, percayalah." Aku menatap lekat wajahnya.

Dia menatapku, "bahagia?"

Aku mengangguk.

"itu tidak penting," ucapnya tertunduk.

Aku membesarkan kedua bola mataku, "hah?"

"lupakan."

Aku mendengus kesal. Kenapa si dia ini? Aku benar-benar tidak mengerti, sikapnya sangat aneh.

Lenggang

"Ferro"

----------------------------------------------------------------------

Hallo semuanyaaaa, gimana-gimana?

Gaje kan? Maap yaa, authornya baru belajar nihh

Kalau ada saran coment aja yaa

Jangan lupa vote okay

Kalian senang akupun senang

Hwehee

Udah ahh, sampai jumpa di part selanjutnya

Bubye❤

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 02, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Remember Me, Please!Where stories live. Discover now