Pertemuan

121 26 3
                                    

Sepuluh menit tersisa sebelum pukul tujuh malam. Dapat ia pastikan kalau tempat diadakannya acara sudah ramai. Isinya pasti tidak hanya panitia dan anggota what's up on monday yang berencana briefing sebelum acara mulai. Teman-temannya pasti sudah hadir di sana dengan pasangan masing-masing, sesuai dengan peraturan sekolah. Mungkin mereka juga sudah memenuhi kursi-kursi yang ada.

Yena tidak tahu persis apa yang tengah berlangsung di sana. Jelas, ia masih rebahan di atas kasur. Sesekali ia melirik jam dinding, menghitung sisa waktu sebelum acara mulai. Mengira-ngira kapan pasangan prom night-nya akan sampai di depan rumah. Apakah benar semenit sebelum acara mulai? Entahlah, ia tidak tahu.

"Siapa ya, yang kemarin pengin banget datang ke prom?" Kakaknya berdiri di depan pintu kamar, memerhatikan adiknya yang masih bersantai di atas kasur. "Udah mau jam tujuh, tuh. Jadi berangkat enggak, sih?"

"Jadi," jawab Yena. Perempuan itu sama sekali tidak bergerak dari kasurnya, tidak peduli dengan fakta bahwa ia sudah rapi. "Lagi nungguin teman."

Ketukan pada pintu rumah mengganggu percakapan antara Yena dan kakaknya. Sang kakak, yang sejak siang tadi menanti paketnya datang, lari menuju pintu rumah. Berharap ketika membuka pintu, ia menemukan kurir yang membawa paketnya. Sayang, ia tidak menemukan kurir. Tetapi, ia menemukan lelaki bertuksedo yang datang dengan tujuan menjemput Yena.

Kembali lagi dirinya ke kamar Yena. "Yang jemput udah datang, tuh."

Spontan Yena melompat dari kasurnya. Ia mengambil sebuah clutch bag berwarna hitam dari meja riasnya. Ia masukkan barang-barang yang sekiranya penting sebelum pamit dan menemui Sihun.

Sejujurnya, Yena tidak terlalu banyak berharap kepada Sihun. Ia cukup tahu betapa tidak niatnya lelaki itu untuk menghadiri prom night. Jadi, ia tidak akan heran kalau Sihun ke mari dengan kendaraan umum, yang justru membuat mereka makin lama sampai di tempat acara—semoga saja mereka tidak sampai ketika acara selesai.

Tetapi, keberadaan mobil di depan pagar rumahnya sukses membuat Yena melongo.

"Ayo masuk." Sihun mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Yena. "Katanya mau datang ke prom."


Lokasi acara sudah ramai ketika mereka tiba. Kursi di bagian depan pun demikian. Mau tak mau, dua orang yang menjadi pusat perhatian karena terlambat itu duduk di belakang. Bersatu dengan pengisi kursi barisan tersebut yang sebagian besar adalah lelaki. Kalau begini ceritanya, seharusnya Yena minta orang lain mengosongkan satu kursi untuknya.

Perempuan itu tidak henti-hentinya menoleh ke sana ke mari sejak masuk ruang acara. Indra penglihatnya mencari keberadaan seseorang. Seharusnya orang itu ada di sekitarnya, berhubung teman-teman dekatnya duduk di sana. Tetapi, ia sama sekali tidak melihat orang itu. Apa dia duduk dengan pacar barunya?

"Cie, nyariin Hangyul," goda Yohan. Yena spontan menggelengkan kepala, menampik fakta yang disampaikan oleh Yohan. "Udah, ngaku aja. Mau pamer pacar baru ke Hangyul, ya?"

Hyeop, yang duduk di samping Yohan, memukul pelan bahu lelaki itu. "Hangyul enggak datang, tahu."

"Hangyul enggak datang?" Yena membelalakkan matanya, nyaris tidak percaya dengan pernyataan Hyeop. Kejutan, Hyeop menjawabnya dengan anggukan. Ini berarti, Hangyul tidak ada dalam ruangan dan ia gagal pamer kebahagiaan kepada mantan pasangan prom night-nya.

Diliriknya Sihun yang sedari tadi menampakkan senyum kesal. Ia tertawa pelan, lalu mengeluarkan satu kalimat sebelum diserang oleh lelaki itu. "Nikmatin aja, ya. Terakhir ini, kan?"











[9/10]

Take My Heart

as you wishWhere stories live. Discover now