01.2 - January: A Long Lost Memory | hrj+kjs+ljn

116 10 7
                                    

J:ALLM | Dua: Antara Aku, Kau & Dia



Senyuman Ji-Soo membuatku tidak bisa tidur semalaman. Kini, aku tahu alasan mengapa Je-No begitu mengejar-ngejar cinta gadis itu. Rasanya seperti ... kau telah terhipnotis. Ya, meski kuakui aku belum berpengalaman dihipnotis orang. Yang jelas, Ji-Soo benar-benar gadis menarik. Pertemuan singkat kemarin siang rupanya cukup untuk membuatku jatuh cinta, seperti Je-No, setengah gila.

Kuharap aku tidak perlu masuk rumah sakit jiwa untuk penyakit cinta satu ini.

Aku merapikan penampilan sambil mematut diri di depan cermin. Kemarin penampilanku sedikit buruk, jadi mungkin itu juga yang menjadi alasan Ji-Soo bersikap amat dingin. Mungkin dia tipe gadis yang sangat pemilih? Dan aku harus berjuang untuk jadi pilihannya, tentu saja.

"Bagaimana Kim Ji-Soo? Apa kalian mengobrol banyak?"

Je-No muncul, duduk santai di bingkai jendela dengan senyum sempurna. Aku melayangkan tatapan sinis ke arahnya. Kenapa hantu seperti dia bisa ikut-ikutan mengubah penampilan serapi aku hari ini? Apa dia berniat menjumpai Ji-Soo? Oh, Tuhan! Dia pasti sedang mengajak emosiku bercanda.

"Rapi sekali," pujiku, setengah hati. "Apa hantu juga punya pakaian cadangan?"

"Aku tidak tahu, aku bahkan tidak akan sadar sudah berganti pakaian kalau bukan kau yang bilang," kekeh Je-No.

Entah kenapa, mendengar Je-No terkekeh malah merusak suasana hatiku. Aku meninggalkannya keluar kamar tanpa berkata apa-apa. Aku tahu, dia mengikuti dari belakang. Dia pun tak banyak bicara, cukup paham ada ibu yang selalu memerhatikan gelagatku di rumah.

"Setelah makan, aku ingin jalan-jalan lagi. Kali ini, tolong biarkan aku pulang sendiri, agar aku bisa kembali menghafal setiap jalan yang ada di sekitar sini," ujarku pada ibu. Je-No ikut duduk bersama kami, mengisi kekosongan kursi makan yang—kata ibu—biasa diduduki ayah.

"Kau akan pergi ke toko bunga di pertigaan itu lagi?"

Ibu menatapku serius, membiarkan sup di mangkuknya perlahan mendingin. Aku tertawa untuk beberapa saat, mencoba mencairkan suasana.

"Bagaimana Eomma bisa tahu? Apa Eomma bisa membaca pikiranku?"

"Jangan ke sana," ucap ibu, singkat.

"Kenapa memangnya?"

Lagi, ibu tidak memberiku alasan yang jelas untuk setiap larangannya. Sikap aneh ibu yang seakan-akan menutupi banyak hal dariku itu justru membuatku semakin bingung. Aku sedang dalam keadaan tidak mengerti, namun tidak ada seorang pun yang mau membantu menjelaskan semuanya padaku.

"Hari ini, kau di rumah saja, Ren-Jun~a. Jangan ke mana-mana."

"Baiklah."

Selesai makan, aku mencuci semua piring dan gelas kotor, membantu meringankan ibu sedikit-sedikit. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada ayah, ibu tidak mau bercerita apapun sejak hari kepulanganku bahkan sampai detik ini tentang mengapa sosok pria tulang punggung keluarga itu tidak pernah hadir di tengah-tengah kami berdua. Aku pun tidak pernah ingin memaksa, kalau ibu tidak mau cerita, berarti ibu menganggap aku tidak perlu tahu tentang hal itu.

"Kau sungguh tidak akan menemui Ji-Soo hari ini?" tanya Je-No, saat melihatku kembali merebahkan diri di atas kasur.

"Ibu bilang aku tidak boleh ke mana-mana," sahutku, mulai pasrah.

Lelaki itu tertawa, lalu mengejek, "Bicara begitu seperti bukan dirimu. Kau kan bukan anak penurut."

"Dua minggu mendiami kamar ini, kau tidak sadar kalau di sini ada jendela sebegini besar?"

SOME PEOPLE CALLED IT LOVE | NCT + WayV SeriesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora