2. Dawiah

222 2 0
                                    

Mobil HRV berwarna merah melaju dengan pelan melewati sebuah jalan kecil, di kanan kiri berjejer rumah-rumah warga yang tertata rapi dengan bonsai hijau yang menjadi pagar di beberapa rumah. Yang lainnya berupa pagar yang dibuat dari tembok dengan susunan batu alam, sederhana namun dengan tanaman hijau dan bunga berwarna warni menjadikan lingkungan ini begitu berbeda dengan kehidupan kota. Beberapa pohon kapuk, pohon bunga flamboyant, kembang sepatu dan beberapa pohon yang sudah cukup tua menjulang tinggi dengan kicauan burung pagi di dahan, saling menyeru kicauan satu sama lain. Di sudut jalan, tatkala jalan kecil itu berbelok turun ke kiri , mobil perlahan terhenti dan sejenak terdiam. Kemudian beberapa orang keluar dari dalamnya. Kendaraan ini terhenti di depan halaman sebuah rumah yang berlantai dua, lantai bawah adalah rumah tembok pada umumnya, sedangkan lantai atas terbuat dari kayu dengan arsitektur khas bugis. Bubungan rumahnya runcing dimana untuk atap yang menaungi sebuah teras nampak ditumbuhi tanaman seperti lumut. Halamannya begitu luas dan bersih, sedang di sudut halaman tepat di dekat mobil merah itu terparkir, pohon tinggi yang menjulang yang dahan-dahannya telah ditebang hingga nampak gundul tak berdaun, hanya pada bagian pucuk atasnya. Sepertinya pohon ini tidak dibiarkan rindang agar pemandangan turunan yang terlihat dari arah teras tidak tertutupi oleh dedaunan lebat dari pohon ini.

Sepasang suami istri dengan tiga orang anak, nampak mengamati dari luar halaman. Anak pertamanya, seorang perempuan berusia sekitar tujuh belasan dengan cara berpakaian yang menunjukkan dirinya sebagai anak kota. Kaca mata hitam yang ia kenakan begitu sesuai dengan bentuk wajah dan dengan kulitnya putih bersih. Anak keduanya seorang laki laki dengan jaket hoodie yang fit melekat ditubuh kecilnya, usia sekitar dua belas tahun, bersandar di pintu mobil. Ia terlihat merengut tak begitu antusias dengan bangunan ataupun keadaan sekelilingnya. Sepertinya ia masih mengantuk dan memaksakan diri untuk keluar, karena seseorang telah menyuruhnya untuk turun dari mobil, mungkin. Sedangkan si bungsu yang sepertinya baru masuk sekolah dasar, begitu senang menggenggam tangan Ibunya. Matanya berbinar bahagia melihat keadaan sekelilingnya.

Si Ayah nampak sibuk menghubungi sesorang, nampak berjalan ke arah jalan kecil menatap ke ujung jalan sesaat tertawa di saluran telepon.

"Kami sudah di depan pagar , tunggu tukang kuncinya datang nih....."Katanya seraya tertawa, suaranya menggaung ke sekeliling pepohonan.

"Iya-iya, cepatlah.... Kami buru buru harus di dapur ini. Butuh banyak makan, perjalanan jauh." Sesaat terdiam, "Wah...pas lah kalau gitu, porsinya banyak khan?" Ucapnya kembali tertawa. "Oke..oke, ditunggu!"

Si Ayah dengan proporsi badan yang sedikit berisi namun terlihat kuat. Ia kembali ke depan pagar tempat keluarganya menunggu.

"Dwi bawa makanan, kita tidak usah masak mie instan buat sarapan." Ucapnya bersemangat.

"Dia sudah di jalan khan?" Konfirmasi Istrinya

"Tunggu 10 menit, rumahnya tidak jauh dari sini." Katanya kemudian duduk memeluk anak bungsunya. " Lihat Dendy, halamannya luas khan? Kita bisa buat kemah di luar. Malam minggu tidak boleh tidur di dalam rumah, kita harus tidur di tenda luar."

" Aku tidak ikut yeach. Buat apa juga tidur di luar." Kata putri sulungnya.

"Dani, kamu sendiri kenapa merengut begitu?" Tanya Ibunya

"Masih mengantuk Ibu. Capek di mobil, tidak nyenyak tidurnya." Ucapnya mengusap mata dengan punggung tangannya.

"Iya ...nanti tidurnya di lanjut di dalam yeach." Kata Ibunya sambil tersenyum.

Tidak begitu lama kemudian, mobil Brio hitam muncul dari arah jalan yang sama, membunyikan klakson ke mereka dan terhenti tidak begitu jauh dari mobil merah mereka yang terparkir. Dari pintu depan bagian kemudi, keluar seorang wanita gemuk melambai riang. Tangannya melambai cepat begitu senang melihat keluarga itu. Sementara seorang pria dari sisi mobil keluar dan berjalan ke arah belakang membuka bagasi, seraya mengeluaran beberapa kantong yang berisi kotak makanan. Aromanya tercium dan membuat seketika perut-perut kelaparan berbunyi.

DATULANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang