19

3.6K 583 47
                                    

Hai gengs! Balik lagi di lapak ini nih aku :") Apa kabar kalian pembaca Ocean Eyes yang udah ditinggal beberapa bulan? Semoga pada masih tetep di sini yaa, hewhew : ' D Aku update tapi singkat dulu aja yaa, buat awalan sebelum ombak menerjang uhuy! Hubungan Mark sama Haechan makin ancur-ancuran nih kayaknya gengs, kayak situasi politiknya, lagi panas-panasnya :D Apakah bakal terjadi perang? Dan akankah perang itu nambah rumit hubungan MarkHyuck? Will see, okuuurrrr

Selamat membaca <3

.

.

.

Haechan tidak tahu sudah berapa lama ia seperti ini. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia berdiri dengan seluruh emosi menggerogoti persendian, mencegah pergerakan, membenamkan saraf demi saraf ke dalam lautan emosi mendidih yang diperuntukkan, tak lain dan tak bukan, bagi pemuda congkak di hadapannya. Pemuda yang, dengan sangat tak mampu ia percayai, adalah orang yang berhasil meraih atensinya sejak pertama kali. Derak jam seolah menggema di sekitarnya, mengisi telinga dengan suara bagai lonceng raksasa, mengaburkan suara angin bersalju di luar mansion (atau memang sudah tidak ada angin sama sekali di luar sana, hanya Haechan saja yang tidak menyadarinya).

Haechan rasanya ingin lari, mengenyahkan diri dari tatapan lapar si pemuda vampir di hadapannya, namun ia sama sekali tidak mampu. Tubuh seolah mati rasa, dan tak ada yang mau membantunya untuk kembali menghidupkan seluruh kesadaran, berikut kebekuan yang menyerang tulang-belulang. Sampai akhirnya, pemuda yang menjadi ladang kebencian mengambil langkah mendekat. Ketukan sepatu di lantai berkarpet memberi gema tidak menyenangkan bagi Haechan, laik gema langkah raksasa yang siap merobek tubuhnya jadi dua, sebelum mengunyah dan menelan dagingnya. Tanpa bisa dipungkiri, Haechan memang ketakutan. Ia takut pada sosok vampir bernama Mark yang menjadi alasannya tak bisa melakukan apa-apa.

"Kau tidak punya alasan untuk takut," suara pemuda itu, dan Haechan merasakan hawa dingin yang luar biasa manakala tangan pemuda itu meraih dagunya, mengangkatnya agar wajah mereka setara. Dalam keremangan dan kepengapan di ruang yang tidak menyenangkan tersebut, berikut hawa dingin serta aroma maskulin yang menguar dari tubuh Mark, Haechan menatap sepasang mata sebiru samudra yang menatap tajam padanya.

"Kau tidak punya alasan untuk takut sekarang, sejak dari mula kau yang ingin agar kita melakukannya, melakukan apa yang sudah sepatutnya Penderma Baptis dan sang vampir lakukan."

Benar. Tetapi Haechan tidak bisa menahan diri untuk merasa takut. Bahkan dengan sentuhan remeh yang pemuda itu layangkan ke dagunya, seolah hawa dingin yang menguar dari dalam tubuh si pemuda berefek sempurna bagi pembawaan emosinya, Haechan merasa amarah yang semula mendidih dalam diri terdinginkan, meninggalkan luka bakar yang terasa pedih.

"Katakan padaku," Mark melanjutkan, masih dengan tangan yang berpangku di bawah dagu Haechan serta kepala yang sedikit dimiringkan, "kau mau melakukannya sekarang? Kau mau aku menempatkan bibirku di seluruh inci permukaan kulit telanjangmu? Dengan indra penciumku yang mengendus setiap titik tajam aromamu? Kau mau lehermu basah dengan salivaku, sebelum bermandikan darah lezat yang kuisap paksa dari tubuhmu?"

Ya.

Oh, tidak.

"T-tidak," ucap Haechan tanpa sadar. Kumohon tidak.

Sebelah alis Mark terangkat. "Tidak?"

Haechan tidak menjawab, menciptakan suatu perilaku tidak terjelaskan. Mark bergumam, sebelum menarik diri menjauh, membebaskan hawa dingin yang semula bersarang di bawah dagu Haechan, merentangkan jarak aroma maskulin antara lubang hidungnya dengan batas ruang. Haechan merasa... kecewa.

[✓] Ocean Eyes Arc #1 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang