Bab 24

23.1K 2.5K 153
                                    

" Ren, minta tolong ambilin sumpit sekalian." Ucapku sambil menunjuk sumpit yang berjejer rapi di sebuah gelas kayu dekat tempat Reno berdiri saat ini.

" Iyaaa, bentar. Aku nunggu es tehku dulu."

Begitu Reno menerima es teh kedua yang dia pesan, dia mengambil sattu pasang sumpit kemudian membawanya ke arahku.

" Nih... Etsss nggak kena! Haha!" Reno malah mulai mengerjaiku.

" Ren, Please ya, aku udah lapar setengah mati ini."

" Huuu! Badan boleh kecil, tapi sekali makan udah kaya kuli."

" Kok situ yang sewot, aku bayar pakai uang sendiri juga kan?"

" Iya, iya. Nih sumpitnya."

Karena Reno meletakkan sumpitnya terlalu di pinggir, itu mengakibatkan satu sumpit terjatuh dan menggelinding.

" Reno! Ya Alloh!" Aku menggeram kesal sementara Reno cuma meringis.

" Ambil lagi kan bisa, Dell! Elah."

" Ya kan bukan berarti sumpit yang jatuh dibiarkan begitu saja." Akhirnya aku celingukan mencari sumpit yang tadi jatuh menggelinding entah kemana.

" Oh itu!"

Aku berseru senang lalu berjalan menghampiri sumpit yang saat ini tergeletak di lantai dekat penyangga meja.

" Dasar Reno kampret!" Tepat ketika aku jongkok ingin mengambil sumpit itu, tiba-tiba ada sepatu hitam berhenti sekitar sepuluh senti dari sumpit.

Pelan-pelan aku mengambil sumpit itu lalu mendongak.

" Uhug!" Aku tersedak ludah melihat siapa yang saat ini berdiri menjulang di depanku sambil melihat ke bawah.

" Selamat siang Pak Razan." Ucapku kikuk sambil memaksakan senyum.

Aku terdiam di tempat ketika Pak Razan bahkan tak membalas sapaanku sedikitpun. Dia hanya melirikku sejenak lalu pergi diikuti sekretasirnya yang super seksi itu. Aku menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

Sabar Dell. Kamu sendiri yang menginginkan semua ini. Kamu harus terbiasa. Oke, kamu pasti baik-baik saja.

Setalah menenangkan diri beberapa detik, akhirnya aku berjalan ke dekat kasir untuk mengambil sumpit baru lalu kembali ke meja makan.

" Tumben Pak Razan kaku banget sama kamu Dell? Kamu bikin salah apa heh?"

Bukan Reno kalau nggak peka dengan keadaan sekitar.

" Emang iya ya? Enggak ah, biasa aja."

" Masa sih? Biasanya Pak Razan ramah sama kita-kita, ya meski kadang-kadang suka otoriter." Reno menoleh mengikuti arah meja makan Pak Razan.

" Lagi PMS kali." Ucapku mencoba untuk bodoamat, meski sebenarnya sama sekali nggak bisa.

" PMS gundulmu! Dia kan batangan."

" Ya mana tau ganda."

" Ardella! Aku aduin, mati kamu ya!"

Aku melotot karena suara Reno terlalu keras sampai membuat beberapa orang menoleh, termasuk Pak Razan dan Rena yang duduk di meja pojok.

Cih! Pamer banget mentang-mentang punya sekretaris seksi, sampai diajak makan siang bareng segala!

" Bercanda aja kenapa sih Ren,"

" Iyaaa, buruan makan tuh mi ayam sebelum makin lembek!"

Akhirnya acara makan siang kami dimulai. Awalnya aku diajak Leni sama Juni cari makan di luar. Tapi gara-gara aku badmood sejak pagi tadi, akhirnya aku ngintilin Reno yang katanya mau makan siang di kantin aja.

Entire Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang