Part 1 (Dimulai)

258 3 0
                                    

#Dg? part 1 (DiaGay?)
#DEGEGEY

Genre: Religi and romance

Maaf cerita ini, bahasanya agak kasar.

Oleh: _im95_

"Sah ...." jawab serempak sekitarnya.

Penghulu pun membaca doa, malaikat ikut mengaminkan, dan semua orang tersenyum bahagia melihat mempelai telah resmi menjadi suami istri. Pemuda dengan wajah bak dewa, rahang yang tegas diselingi tubuh atletisnya, dia adalah Fathur William Wijaya, di sampingnya seorang gadis mungil, berparas biasa dirombak polesan natural mengubah wajahnya menjadi cantik yang sebagai istrinya bernama Kamilatul Hafsah.

Pukul sepuluh malam usai resepsi sang pengantin baru memasuki kamar yang di hias indah dan sederhana. Fathur yang menginginkannya, pernikahan sederhana. Walau hanya saudara dekat dan beberapa teman diundang tetap saja merasa lelah menyambut tamu. Dia tidak ingin media atau banyak orang tahu hari sejarah yang menurutnya menyebalkan.

Fathur tengah berbaring melepas rasa remuk di tulang punggungnya di atas ranjang kecil yang bisa diperkirakan memuat dua orang, sedangkan Hafsah masih melepas sisa barang riasan pengantin di tudung kepalanya, serta sisa dandanan di wajahnya. Dengan bergegas menghilang penat dan letihnya, Hafsah melangkahkan kaki menuju kamar mandi, membersihkan diri.

Setelah selesai mandi, Hafsah menatap suaminya sudah tertidur pulas, suasana hening dan mencekam menyeruak membuat Hafsah sedikit gugup, ketika hendak menaiki ranjangnya. Tiba-tiba terdengar suara

"Siapa yang menyuruhmu tidur denganku?"

Hafsah terkejut dan menoleh tidak percaya. Bukankah ini adalah rumahnya sendiri yang sebagai tuannya, kenapa suaminya mengatur.

"Eh, kau belum tidur?" Tanya Hafsah memegang dadanya seolah jantungnya mau putus. Dia merasa tadi suaminya benar-benar tidur karena dengkurannya cukup keras.

"Apa kamu tidak dengar yang kubilang barusan? Tidurlah di bawah! Tidak Sudi tubuhku menyentuhmu!" Fathur membuka matanya berbicara sambil menatap tajam pada Hafsah. Lalu membelakanginya. Tanpa membalas Hafsah menurut perintah suaminya. Dia pun mengambil bantal, tikar di dekat lemarinya lalu menggelarnya lebar.

'Astaghfirullah ... Apa-apaan ini, seenaknya memerintah! Dasar lelaki kejam!" Gerutu Hafsah dalam hati.

"Hei, jangan mengataiku!" Balas Fathur yang sekali lagi mengejutkan Hafsah.

Hafsah terdiam dan mendengus ke arah lain. Dia kesal sikap suaminya ternyata arogan tidak punya hati. Dia sempat berpikir mengira suaminya lelaki baik di balik tampannya, namun kenyataannya sangat buruk. Dan tidak lupa bermimpi membayangkan malam pertama seperti pengantin lainnya justru tidak ada hal terindah di hari bahagianya. Semua palsu.

"Kuingatkan untukmu, jangan berharap tinggi kita menjadi pasangan kekasih paling romantis. Otakmu harap dicuci! Jujur, saya tidak sedikitpun tertarik melihatmu sekalipun tanpa busana!"

Tengok Hafsah tidak menyangka ucapan suaminya walau yang di sampingnya ranjang bukan pada orangnya langsung.

'Apakah dia sudah memiliki kekasih atau gay?' tanya Hafsah heran di benaknya

'Tidak mungkin Ya Allah ....'

Esokan harinya.

Saat orang masih bermain di dunia mimpinya, seorang gadis bersimpuh menghadap Tuhannya dini hari, dia sedang sholat tahajud. Tangisnya berderai memohon ampunan sudah berburuk sangka terhadap takdir yang Tuhan berikan. Hafsah terbangun dari mimpi buruknya, dan bersyukur Tuhan mengasihi-Nya untuk berkesempatan memperbaiki keliruannya. Hafsah percaya bahwa Allah tahu ini baik untuknya.

Adzan subuh berkumandang, Hafsah beranjak membangunkan suaminya agar bisa sholat berjamaah.

"Assalaamualaikum, Mas, bangun sudah subuh sekarang. Yuk, sholat!" Busuknya pelan tepat dekat telinga Fathar.

"Hei! Berisik sekali!"

"Maaf mas, emang Mas tidak sholat?" Panggilnya pelan sambil menggoyangkan tubuh suaminya.

"Berisik ...! Kukatakan semalam, dilarang menyentuhku! Apa kau tidak tahu Bahasa Indonesia?" omelnya mendesis terpaksa bangun dengan mata memerah, tajam. kehadapan Hafsah.

"Maaf, Mas, aku hanya ingin mengajak sholat berjamaah kita." Jawab Hafsah menunduk ketakutan melihat suaminya marah. Sungguh menyeramkan.

"Kau menggangguku, Hafsah ....! Aku lelah dari semalam!" Bentak Fathar lagi sambil mengacak rambutnya.

"Kuperingatkan padamu, wajib ingat! Jangan menyentuhku dan mengajakku sholat. Karena aku tidak mempercayai adanya Tuhan kita!" Disertai kilatan mata menusuk dihadapan Hafsah.

"Maaf ...." Balas Hafsah yang matanya mulai berkaca-kaca ingin tumpah. Tangannya bergetar hebat, takut. Dia mengetahui fakta kembali jika suaminya bukan laki-laki taat agama.

"Sudah sana! Saya harap kau tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebab saya tidak segan memberi hukuman yang pantas telah mengganggu ketenangan saya!"

Hafsah menganggukkan kepalanya, dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Air matanya langsung mengalir deras menahan Isakan.

Pagi menampakkan mataharinya, burung berkicau, sejuk dan sunyi menambah panaromanya semakin indah. Hafsah kini berada di dapur, berkutat memasak sarapan pagi untuk keluarganya.

"Aduh ... Pengantin baru kok di sini, emang sudah selesai perangnya?" Ledek Bunda Ruhmi terkekeh, Hafsah tidak respon. Hatinya tidak baik-baik saja, semenjak kejadian subuh tadi.

"Hihi ... Ya bunda, sampai suaminya bilang lelah semalam. Haha." Sahut Mina (adik Hafsah)

"Ussttt ... Kamu ya, bikin kakakmu jadi malu, tuh!"  balas Bunda Ruhmi geli, Hafsah tidak menyahutinya. Dia terus melanjutkan kegiatan memotong sayurannya.

Makanan sudah tersedia di atas tikar. Rumah sederhana dengan ruang tengah seluas 20 Meter, bisa diduduki lebih lima belas orang. Hafsah menuju ke kamarnya untuk membangunkan Fathur.

Ketika pintu setengah terbuka, jantung Hafsah berdetak cepat, keringat mulai keluar. Ketakutan. Tidak mau dikasari lagi seperti waktu subuh. Diurungkan niatnya, lalu membalikkan badan. Kembali ke ruang tengah. Ya kamarnya terletak di sudut rumah mendekati pintu belakang, melewati tiga kamar dan ruang tengah.

Semua orang sudah berkumpul duduk sila membentuk persegi. Menatap heran karena Hafsah seorang diri.

"Kemana Fathur, Nak?" Tanya Ayah Fikra.

"Iya, dimana William? Kenapa tidak berdua?" Tanya Papah Mahesa Wijaya mertua Hafsah.

"Oh, i-itu Pah, Mas Fathur katanya belum lapar,"

"Ka- katanya tidak apa-apa aku duluan." jawab Hafsah gugup terbata-bata.

"Kamu kenapa? Kok bicaranya latah, gitu?"

Hafsah pun langsung menetralkan jantungnya, dia tidak ingin ketahuan tertangkap basah. Bunda Ruhmi, dan adiknya Mina hanya terdiam bisa melihat reaksi Hafsah sedikit berbeda, berpikir terjadi sesuatu padanya.

"Tidak ada apa-apa, kok, Pah." Berusaha tersenyum walau rasanya hambar.

"Ya sudah, sini duduk di samping Papah!"

Hafsah langsung mengangguk dan duduk di sebelah kiri Ayahnya. Dilanjutkan makan bersama.

Cahaya matahari memasuki jendela ruang kamar pribadi Hafsah, tepat mengenai Fathur tidur menjadi terbangun. Dia mengerjapkan matanya, menelisik ke segala seisi ruangan. Kosong tanpa suara. Meskipun terbilang kecil tapi bisa di tempati empat orang tidur saling berhimpitan.

"Sialan! Aku terlambat bangun!" Umpatnya melihat jam dinding dekat lemari sudah menunjukkan jam sembilan pagi. Bergegas mandi sampai selesai lalu terburu-buru mengganti bajunya.

"Benar-benar Hafsah harus diberi pelajaran! Awas kau tikus kecil!" Ocehnya menyeringai tipis.

Fathur pun keluar kamar dan melangkahkan kaki mencari Hafsah. Biang masalah.

*Bersambung*

DiaGay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang