"Yo, membicarakanku?"

Kureha datang dengan bercak darah di bajunya dan dengan senyumannya seakan tak ada yang terjadi.

"Apa benar kau yang membunuhnya?" tanya Sullivan.

"Ah, tak baik menanyakan seorang pembunuh apa dia membunuh seseorang loh. Tabu~" ujar Kureha dengan smirknya.

"Sudah kuduga! Dia psikopat!"

"Hiiii dia tak merasa bersalah loh"

"Dasar psikopat!"

"Ia membunuh keluarganya juga kan?"

"Fujina itu sepupunya loh!"

"Kenapa kau membunuhnya?" ujar Thio.

"Hm? Dia rindu ibunya, jadi aku membantunya agar bisa bertemu ibunya." ujar Kureha santai.

Murid-murid kembali ramai, kecuali Hajime dkk yang terdiam melihat kejadian itu.

"Kita kembali ke istana. Kau akan dihukum oleh Raja dan Ratu sendiri." ujar Sherlyn.

Mereka semua pun kembali menaiki kendaraan untuk kembali ke istana.

•*•*•

Setelah sampai di istana, seluruh murid menghindar dari Kureha. Ia hany menatap lurus lalu berlalu kearah kamarnya dan membersihkan diri.

Ia mengenakan baju itu, lalu keluar kamar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ia mengenakan baju itu, lalu keluar kamar. Menoleh kearah kanan, ia melihat beberapa prajurit yang mengawasi kamarnya. Ia menghela nafasnya, ia tak suka diawasi. Tetapi mau bagaimana lagi?

"Anda dipanggil oleh yang mulia Raja dan Ratu ke ruang privasi." ujar salah satu prajurit.

Kureha mengangguk singkat lalu meminta mereka mengantarkannya. Setelah ia diperiksa agar tak membawa satupun senjata.

Seluruh prajurit hilang dari pandangan, Kureha pun masuk ke ruang Privasi. Entah apa yang akan dilakukan Raja dan Ratu padanya, ia sudah siap mental. Setelah kehilangan teman, ia sudah menyiapkan mental untuk kehilangan orang yang ia anggap keluarga juga.

Cklek...

Setelah menutup pintu, Kureha melangkah memasuki ruangan. Diujung ruangan terdapat sebuah meja dan 3 buah kursi.

'Diwawancarai asique.'

Idiot sekal-lupakan.

"Kemarilah, Kureha." panggil Ratu.

Kureha mengerutkan keningnya karena nada yang Ratu pakai seperti biasanya. Apa Ratu tak menghukumnya?

Tak mau ambil fikir, ia melangkah kearah kursi kosong didepan Raja dan Ratu. Ia menatap keduanya secara bergantian.

'Kenapa... Mereka tersenyum?'

"Kureha, letakkan tanganmu diatas bola kristal ini." ujar Raja Shin.

Kureha pun menurut dan meletakkan telapak tangannya diatas bola kristal dengan pertanyaan yang mulai bermunculan di kepalanya.

"Kureha, jawablah dengan jujur. Apakah kau yang membunuh Fujina?" tanya Ratu Villia

Kureha kembali mengerutkan keningnya. "Ya, saya yang membunuhnya." jawabnya

Bzt!

"Aw!" Kureha mengaduh dengan ekspresi kaget setelah merasa telapak tangannya seperti tersengat listrik.

"Kau berbohong, bukan kau yang membunuh Fujina kan?" jawab Raja Shin.

'Bagaimana.... Bisa?'

"Alat ini bisa mendeteksi kebohongan. Tentu aku tahu bahwa anak kesayanganku tak mungkin membunuh sepupunya sendiri. Tetapi, hanya untuk kepastian. Aku menggunakan alat ini." ujar Ratu Villia.

Kureha menunduk, kaget... Ia tak menyangka akan ada alat yang uwawww seperti itu. Tangannya masih agak sakit.

'Alat syalan...'

"Kenapa kamu mengaku bahwa kamu yang membunuh Fujina?" tanya Raja Shin.

"Ia dibunuh oleh seseorang, saat aku melihatnya ia sudah terbaring tak berdaya dan aku tak tahu siapa yang melakukannya. Karena Hajime tak mendengar percakapan kami dengan jelas ia melihatku memegang pedang yang digunakan membunuh Fujina dan karena sidik jari si pembunuh sudah hilang jadi kukira tak ada jalan lain. Jadi aku mengaku saja. Melakukan penyelidikan hanya menyita waktu." jawab Kureha.

"Tetapi kenapa? Kenapa harus kamu yang mengalah?"

"Aku sudah dibenci dari dulu, jadi itu tak apa..." lirih Kureha dengan senyum mirisnya.

Melihat itu, Ratu Villia menghampirinya dan memeluknya. Kureha membelalakan matanya kaget tetapi kemudian membalas pelukan Ratu Villia.

"Kau sudah cukup menderita, tolong cintai dirimu sendiri nak..." ujar Ratu Villia.

"Aku sudah dibenci, j-jadi t-tidak apa-apa."

"Lihatlah, kau mulai menangis."

Benar saja, tanpa Kureha sadari air matanya mulai keluar dan dirinya mulai terisak dalam pelukan Ratu Villia.

"A-aku juga ingin hidup bahagia.... A-aku ingin mempunyai banyak teman.... Aku tak ingin dibenci! Kenapa mereka membenciku?! Hiks... Aku hanya ingin bahagia..."

Ratu Villia mengelus pelan kepala Kureha mengeratkan pelukannya dan menenangkannya sambil mendengarkan keluh kesah yang selama ini Kureha simpan dibagian terdalam hati kecilnya.

Ia hanya ingin bahagia dengan teman-temannya. Keinginan kecil Kureha yang tak terkabulkan. Entah dosa apa yang telah ia perbuat, entah apa yang direncanakan takdir untuknya. Kenapa kebahagiaan miliknya selalu direnggut darinya?

°TBC°

T-T

Life In Another WorldWhere stories live. Discover now