9

678 90 13
                                    

Halo semuanya!

Selamat malam!

Nggak terasa udah di penghujung tahun aja. Semoga di tahun 2020 nanti, kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi ya. Buat goals baru, semangat!

Ini dia part 9, dan aku kasih tau aja, di sini Justin masih belum muncul WKWKWK untuk yang nungguin kemunculan Justin, harap bersabar, nanti ada waktunya.

HAPPY READING!

AWAS TYPO!

oOoOoOoOo

Mimpi buruk.

Nicole duduk di ranjangnya sambil memegang kepalanya yang berdenyut. Mimpi yang baru saja dialaminya benar-benar buruk. Dia memimpikan Justin kembali.

Benar. Di dalam mimpinya, laki-laki itu kembali ke hadapannya, dan mengambil anak-anaknya.

Nicole tahu itu hanya mimpi, tapi setelah sekian belas tahun, kenapa baru kali ini dia memimpikan hal itu? Sebelumnya tidak pernah terjadi. Apakah itu sebuah pertanda? Dia tidak peduli jika Justin benar-benar muncul dihadapannya, yang dia takutkan, laki-laki itu mengambil anak-anaknya. Nicole tidak mau itu sampai terjadi.

Anggap saja itu hanya sekedar mimpi. Mungkin tercipta akibat pembicaraannya dan Leander kemarin pagi. Otaknya memikirkan yang tidak-tidak, sampai akhirnya mimpi itu muncul. Yeah, pasti itu penyebabnya.

Nicole mandi berlama-lama, berharap bisa menghapuskan mimpi itu dari pikirannya. Setelah mandi, Nicole merasa lebih rileks. Dia berpakaian untuk ke kantor, memakai riasan sedikit, lalu keluar dari kamar.

Di meja makan sudah ada Leander dan Leandra yang sedang sarapan dengan roti. Sepertinya dia terlalu berendam, sehingga kedua bocah itu sarapan lebih dulu.

"Kau sehat, Nic?" tanya Leandra.

"Memangnya aku terlihat sakit?"

Leander mengangkat bahunya. "Terlihat seperti tidak tidur semalaman."

Nicole mengabaikannya, dia hanya berdiri di dekat meja makan, dan meminum susu yang dituangkan Leandra. "Ini akhir bulan, kemungkinan nanti aku akan lembur. Banyak pekerjaan menumpuk. Kalian tidak usah menunggu untuk makan malam," ujarnya. "Aku pergi dulu."

"Hey, Mom!"

Nicole yang sudah berada di dekat pintu, kembali menoleh pada Leander yang memanggilnya. "Ya, Lean?"

"Hati-hati di jalan."

Nicole tersenyum, kemudian mengangguk. "Belajarlah dengan benar, kalian berdua," balas Nicole sebelum benar-benar keluar dari apartemen.

Jadi, bagaimana mungkin dia bisa melepaskan mereka berdua begitu saja? Nicole tidak akan membiarkan siapapun mengambil anak-anaknya. Termasuk Justin sekalipun.

oOoOoOoOo

Sesuai prediksinya, hari itu Nicole memang lembur. Akhir bulan selalu menjadi momok bagi teman-temannya dulu ketika bekerja di penerbitan di New York. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan, pembukuan dan lain-lain. Begitu pula dengan pekerjaannya saat ini. Pekerjaannya harus selesai sesuai tenggat waktu, dan semuanya ingin dinomor satukan, membuat Nicole nyaris mengutuk dalam hati.

Menurut Nicole, pekerjaannya di New York masih lebih baik dari ini. Walaupun gajinya sekarang lebih besar, tetap saja dia sangat merindukan pekerjaannya yang dulu. Dia juga merindukan temannya. Cafe langganannya dan si kembar, yang selalu mereka datangi setiap sore untuk makan malam. Terutama suara kebisingan New York. Dia sangat merindukan itu.

Washington DC bukan kota kecil, tapi tidak pernah seramai New York. Tidak akan pernah seperti New York. Berada di Washington lagi setelah sekian lama, membuat Nicole was-was. Apalagi karena mimpinya tadi malam. Dia kembali tidak tenang.

AlicanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang