🍁0.1 : bertemu

446 45 1
                                    

Jadilah pembaca yang baik.

~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~

Happy Reading

.


Malam hari ini, aku hanya duduk termenung di tepi sebuah danau. Aku sesekali bertanya pada diriku sendiri. Mengapa aku diperlakukan begitu tidak adil oleh tuhan? Apakah tuhan sengaja melakukannya agar diriku menderita? Dari harus menghadapi ayah yang seorang mafia, harus bekerja paruh waktu, membiayai sekolah, membiayai biaya rumah sakit ibu, dan sekarang...

Ibuku meninggal.

Ibu meninggal beberapa jam yang lalu. Hatiku seperti teriris ribuan pisau. Tidak ada lagi yang melindungiku, karena ibu sudah tiada. Yang lebih menyedihkan lagi, ayah tidak datang ke pemakaman dan melihat ibu untuk yang terakhir kalinya.

Aku mengurus pemakaman ibu sendirian. Syukurlah ada Ibu Yoona, pemilik toko bunga tempatnya bekerja. Ia membantuku selama ini. Namun tentu saja ia tak tahu pekerjaan ayahku dan mengapa ibuku sampai kritis. Beruntunglah ia tidak mau ikut campur urusan orang lain. Namun begitu ia tetap membantuku.

Aku masih duduk termenung meratapi nasib di tepi sebuah danau. Aku diperbolehkan untuk tidak bekerja di cafe malam ini. Ini sudah jam 11 malam. Aku tidak peduli. Lagipula siapa yang akan mencariku? Haha.

Aku masih setia berada di tepi danau. Diiringi dengan suara burung hantu, sinar rembulan, hembusan angin, dan suara serangga aku melihat bayanganku di air.

Disaat aku melihat bayanganku di air dan sesekali menyentuh air danau, tiba-tiba ada bayangan lain di belakang tubuhku yang muncul di permukaan air danau.

Aku terkejut. Dengan segera aku membalikkan tubuhku bermaksud ingin mengetahui siapa pemilik dari bayangan tersebut.

Ternyata itu adalah seorang pemuda berdarah tionghoa yang sepertinya seumuran denganku. Penampilannya sangat fashion-able. Sudah pasti dia anak orang kaya. Namun apa yang ia lakukan di tepi danau malam-malam begini? Orang tuanya bisa saja sedang menghawatirkannya di rumah.

Ditambah lagi letak danau itu jauh dari perkotaan.

Sedari tadi aku menatap dia dari bawah ke atas. Sepatu sneakers biru putih, celana jeans hitam, sweater putih, dan rambutnya yang berwarna hitam.

Lantas bola mataku dengannya saling bertemu. Entah kenapa aku melamun sejenak sebelum akhirnya ia buka suara.

"Ah, maaf... Aku pikir kau ini laki-laki," ucapnya.

Cih, yang benar saja. Jelas-jelas aku ini perempuan. Apa-apaan dia itu. Mungkin karena rambutku memang pendek seperti laki-laki. Tapi ayolah, aku bosan dengan kalimat seperti itu.

"Kau siapa?" tanyaku dengan nada malas. Tentu saja, aku ini kan sedang sedih, jadi wajar saja aku bilang dengan nada begitu.

"Aku manusia, hahaha," ucapnya. Memang kuakui, dia sedikit tampan. Apa mungkin karena dia anak orang kaya? Tapi sayang, selera humornya terlalu rendah.

DETECTIVE || Huang RenjunWhere stories live. Discover now