The Guy who Hated Everyone and Everything (1/3)

94 9 0
                                    

Lelaki yang Membenci Semua Orang dan Segalanya (1/3)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lelaki yang Membenci Semua Orang dan Segalanya (1/3)

Banyak yang bilang kalau gue orangnya jutek, nggak ramah dan sulit buat didekati. Gue juga nggak menyangkal tiga kriteria ini yang selalu melekat ke manapun gue pergi. Walaupun gue dibilang jutek, gue nggak ada usaha sama sekali untuk memperbaiki image ini, karena gue sama sekali nggak mau. Gue lebih baik dibilang sulit untuk didekati karena gue memang tidak mau untuk didekati atau diajak bincang-bincang. Gue cuma mau satu hal aja: diam.

Di rumah dan di keluarga besar, gue juga dicap sebagai orang yang jutek dan tetek bengeknya itu. Bokap gue pendiam, sama kayak gue, tapi dia orang yang ramah. Kalau dia diajak ngobrol, dia pasti mau ngomong dan bicaranya juga nggak irit. Bokap gue juga orang yang suka senyum, mukanya mirip malaikat, itu sih yang selalu ada di pikiran gue mengenai Papa. Berbanding sama Bokap gue yang pendiam, Nyokap gue justru nggak bisa diam. Dia bawel, suka ngobrol, banyak tanya dan suka ketawa. Gue paling sebel kalau dia ajak gue ngobrol, karena nggak bakal berhenti, dan gue gak suka.

Gue juga punya adik perempuan yang selalu ceria. Kalau ada kumpul keluarga besar, pasti mereka senang dengan adanya adik perempuan gue ini, karena dia orangnya banyak omong dan heboh, kayak Mama, tapi versi lebih mendingnya.

Makanya, gue gak tau sifat gue ini turunan dari siapa.

Apa ya, gue selalu mikir kalau rasa sakit, kecewa dan hal-hal buruk lainnya itu berasal dari manusia. Iya, gue tahu, gue juga manusia, yang pastinya juga menyakiti orang lain, sadar maupun enggak. Makanya kadang kalau gue lagi sendirian di kamar dan nggak bisa tidur, gue cuma merenung aja sendirian. Kalau gue boleh milih, gue nggak mau dilahirkan sebagai manusia, gue lebih baik jadi hewan atau jadi pohon, yang bisa berguna bagi yang lain. Tapi apa daya, gue udah terperangkap di tubuh manusia yang menimbulkan kekacauan dan rasa sakit hati.

Apalagi kalau ada media atau orang yang bicara tentang global warming atau menumpuknya sampah di dunia akibat plastik atau bahan-bahan lainnya yang mungkin sulit didaur ulang dan dihancurkan, gue langsung benar-benar merasa bersalah. Gue merasa gue adalah bagian dari sesuatu yang merusak bumi dan alam ini. Gue pun mulai dari hal-hal kecil, tapi hal-hal kecil ini gue rasa masih kurang untuk menyelamatkan bumi ini.

Gue orang yang sangat anti plastik. Gue selalu sedia kantong belanja dan kantong kresek. Kantong belanja dan kantong kresek itu selalu gue pakai berulang-ulang untuk beli atau bungkus apapun. Kresek-kresek itu nggak pernah gue buang, karena untuk mengurangi produksi plastik dan juga sampah plastik. Tapi untuk sekarang gue lebih prefer sama kantong belanja berbahan kain atau non-plastik lainnya karena nggak bau kayak kantong kresek. Ini opini gue, sih.

Gue juga dapat digolongkan menjadi orang terribet di muka bumi ini. Berlebihan sih, untuk muka bumi, tapi mungkin di lingkungan gue, gue bisa dibilang sebagai orang yang ribet. Gue nggak pernah pesan makanan dari restoran fast food via delivery atau pakai ojek online, gue pasti lebih memilih untuk samperin restoran itu langsung. Gue rasa kalian tahu kenapa gue nggak mau. Ya, apalagi kalau bukan pemakaian plastik mereka yang besar-besaran. Walaupun mereka udah nggak pernah kasih pembelinya sedotan, tapi gue rasa itu masih belum ada apa-apanya.

Kalau gue ke sana untuk beli minum, gue akan kasih botol minum gue ke mereka. Hal itu juga berlaku di toko-toko kopi.

Oh ya, gue juga pernah berantem sama tetangga karena gue negur dia lagi bakar sampah pagi-pagi. Idiot, nggak, tuh? Capek-capek orang-orang lain berusaha untuk mencegah atau mengurangi kerusakan di bumi, dia malah seenaknya bakar plastik. Pagi-pagi pula. Otaknya di mana?

Gue sampe kasian sama Bapak-Bapak yang lewat pagi itu dan lagi lari pagi. Maksudnya dia lari pagi untuk hidup udara segar, malah hirup asap sampah.

Gue ingat betul setelah gue negur Ibu-Ibu itu, dia marah sama gue sampai nunjuk-nunjuk muka gue. Untung gue punya muka yang super santai di segala macam keadaan, jadi bikin si Ibu itu makin kesal karena gue nggak ada takut-takutnya sama dia. Ya nyatanya, gue emang nggak takut sama dia. Gue bakal lebih takut dan minder sama orang yang lebih pintar dan berwawasan dibanding gue. Kalau sama tetangga gue yang otaknya cetek itu tapi emosinya lebih tinggi, gue sih nggak takut.

Makanya, gue rada minder sama Bokap karena walaupun dia banyak diam, otaknya super encer. Nggak cuma minder, tapi gue sangat respect sama dia. Dia salah satu panutan gue untuk menjadi orang yang pintar tapi nggak sombong dan sok tahu.

Mau tahu siapa yang pintar sekaligus sombong dan sok tahu? Ada, tuh. Namanya Regina. Dia teman sekelas gue, tapi gue nggak suka sama dia.

Bukan sesuatu hal yang wow lagi sih ya, karena dasarnya gue emang nggak suka sama hampir seluruh manusia di bumi ini. Mungkin termasuk sama diri gue sendiri.

[]

hai semua! ini cerita baruku. ceritanya udah selesai jadi aku tinggal post-post aja. untuk waktu post-nya aku masih belum tahu jadwalnya, tapi doakan aku aja supaya inget buka wattpad buat update hehe.

jadi cerita ini berisi cerita-cerita pendek mengenai tokoh fiksi seorang cowok. jadi nanti bakal ada berbagai macam sudut pandang di sini, dan berapa jumlah part setiap judul udah aku tulis di judulnya. kayak misalnya cerita yang sekarang the guy who hated everyone and everything bakal ada tiga part, nanti setelah cerita ini habis, akan ada cerita baru lagi dari sudut pandang cowok lain, begituuuuu.

semoga suka, ya, and happy reading!

Guys' PerspectivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang