Narila's POV
14 Agustus 2019, di sekolah
12.38 pm
Salahkah aku terlalu menaruh harapan kepadanya?
Diriku mengharapkan dia berubah. Bukannya aku memaksa, tapi ini buat kebaikan dirinya juga.
6 bulan telah berlalu, perilaku Aron masih sama. Sebenarnya, aku sudah tidak tahan dengan hubungan ini. Dan akhir-akhir ini kami sering berkelahi.
Kejadian yang sama berulang-ulang kali terjadi, hanya karena sebuah game. Aku heran...karena baru pertama kali menemukan orang seperti Aron. Masalah kecil diperbesar dan perilaku marahnya yang meledak-ledak. Lama-kelamaan aku muak dengan tingkah lakunya yang seperti itu.
1 new notification from Gilang
G: "Nar sibuk ga?"
Aku mengernyitkan dahiku. Gilang ada perlu apa?
N: "Ngga, emang kenapa?"
G: "Lu masih main game **** kan?"
N: "Iya masih."
G: "Masuk ke squad gua aja. Kebetulan lagi nyari pemain cewe buat ikut turnamen."
N: "Hah serius?"
G: "Udah gua invite ke squad barusan. Kalo mau cek aja langsung."
N: "Oke."
Gilang satu sekolah denganku. Dia sering menang turnamen **** online ataupun offline. Disitu aku sangat senang. Dan aku mengirim pesan ke Aron.
N: "Tau gaaa?"
A: "Kenapa?"
N: "Tau Gilang kan? Aku masuk squad **** dia loh."
A: "Kok kamu ga bilang ke aku?"
N: "Masuk squad harus bilang yaa? Kan cuman di game. Aku sekarang ga sering juga ko main."
A: "Ya tetep aja lah aku gasuka. Keluar dari squad itu sekarang."
N: "Astaga yang bener aja?"
A: "Iya sekarang."
N: "Aku ga enak sama Gilang. Baru aja dia invitenya. Masa aku langsung keluar?"
A: "Aku gamau tau. Pokoknya sekarang."
Aku duduk terdiam. Tiba-tiba air mata jatuh menuruni pipiku. Lala yang duduk disampingku terkejut.
L: "Nar kenapa nangis?"
Ketika Lala menanyakan itu kepadaku, Fira dan Mary mendekatiku. Aku memeluk Lala, dan menangis.
M: "Ada masalah apa lagi sama Aron?"
F: "Iya kenapa lagi?"
Mereka mengambil handphone ku yang ada di meja, dan membaca obrolanku dengan Aron.
N: "Aku salah ya?"
M: "Kok respon dia kaya gini? Harusnya dia ngertiin kamu lah."
F: "Bener tuh. Di support atau bilang selamat gitu. Ini malah marah.
L: "Aku bingung sama jalan pikirnya Aron. Dia kan lebih tua daripada kamu. Dan seharusnya kamu ga nerima dia dari awal. Ujung-ujungnya bakal kaya gini."
M: "Biarpun dia lebih tua dari Narila, itu ga pengaruh. Tergantung cara pikir setiap orang masing-masing. Dan bisa gua bilang, Aron masih kekanak-kanakan."
Bel berbunyi, tanda istirahat sudah selesai. Aku terdiam, lalu memanyunkan bibirku. Lala memberiku tisu, lalu aku menghapus air mataku.
Astaga. Hari ini adalah hari pramuka. Aku baru ingat bahwa setelah pulang sekolah ini aku tampil menjadi paduan suara di kantor walikota.
Setelah pulang sekolah, aku bersama Vania pergi kesana. Sekesal-kesalnya dengan Aron, tak lupa aku memberi tahu bahwa aku akan pergi tampil.
N: "Pulang sekolah aku langsung ke kantor walikota tampil padus."
*read*
A: "Masalah kita belum selesai. Masih ada yang mau aku omongin."
Aku menghela nafas dengan keras. Hari ini, hari dimana mental dan fisik ku terkuras.
YOU ARE READING
until i met you
Teen FictionApa yang aku lihat dalam dirinya sampai bisa jatuh hati kepadanya? Aku yang terlalu lugu, sehingga mudah dibodohi. Aku menyesal telah menerimanya. Akankan aku mendapatkan yang lebih baik dari dirinya? (akan direvisi secepatnya)
