Pemilihan POV (Point Of View) yang Tepat - Sastra Indonesia Org

1.7K 72 4
                                    

Pasti sudah tahu kan POV itu apa? Ya, betul sekali. Pemilihan Point Of View atau yang biasa disingkat POV dalam cerita sangatlah penting. Karena, jika memilih POV yang tepat akan mempermudah membuat cerita yang menarik.

Pada karya cerpen maupun novel. Secara umum, POV (Point Of View) hanya terdiri dari dua pilihan yaitu, POV orang pertama (aku, saya, gue, dan lain sebagainya) dan POV orang ketiga (dia, nama tokoh, lelaki itu, gadis itu, sang pria, dan lain sebagainya).

Memang secara umum penulis bebas memilih sudut pandang dalam karya tulis mereka atau cerita. Akan tetapi, keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan serta kekhasan dalam penggunaannya. Apabila penulis salah dalam penerapannya, maka akan membuat tulisan kehilangan kualitas.

Pada saat menulis cerpen maupun novel ada dua sudut pandang atau Point Of View yang paling lazim digunakan.

Pertama, sudut pandang orang kesatu atau aku-an dan sudut pandang orang ketiga atau dia-an (dia bisa juga nama). Misalnya:

a. Aku mencintainya dengan segenap jiwa dan raga. (Sudut pandang atau POV kesatu atau aku-an).

b. Pria itu berjanji akan menikahi Widia. (Sudut pandang atau POV ketiga atau dia-an).

c. Rayyan berjanji akan menjadikan Fatimah istri satu-satunya. (Sudut pandang atau POV ketiga atau dia-an).

Secara umum, keduanya bisa digunakan dalam tulisan apa pun, tergantung pilihan penulis. Namun, ada perbedaan dalam penggunaannya yang banyak tidak diketahui penulis pemula.

Perhatikan perbedaan sudut pandang orang pertama dan ketiga di bawah ini!Ketika kita menggunakan aku-an, maka imajinasi pengarang terbatas oleh keterbatasan aku, misalnya:

Contoh satu:

Aku berjanji tidak akan pernah mau menerima Danu kembali. Sudah lima kali cowok itu mengecewakan. Bahkan sebenarnya lebih dari itu, hanya saja aku tidak tahu.

Contoh dua:

Desi berjanji tidak akan pernah mau menerima Danu kembali. Sudah lima kali cowok itu mengecewakannya. Bahkan sebenarnya lebih dari itu, hanya saja Desi tidak tahu.

Coba baca baik-baik kedua contoh di atas. Ada pelanggaran sudut pandang pada contoh satu di bagian "Bahkan sebenarnya lebih dari itu, hanya saja aku tidak tahu."

Kalimat di atas tidak bisa digunakan karena si aku tidak memiliki kapasitas untuk mengetahui kalau cowok itu lebih dari lima kali mengecewakan. Aku hanya tahu yang lima kekecewaan saja. Kekecewaan di luar itu si tokoh aku tidak tahu. Jadi, tidak boleh membuat narasi seperti di atas.

Tetapi apabila diberi selipan kata 'mungkin', masih bisa. Misal, "Bahkan mungkin sebenarnya lebih dari itu, hanya saja aku tidak tahu."

Apabila ada kata mungkin maka kalimat itu mejadi opini, bukan informasi yang mengandung kebenaran 100%.

Sedangkan pada contoh dua narasi "Bahkan sebenarnya lebih dari itu, hanya saja Desi tidak tahu" boleh dipakai. Sebab, kalimat tersebut adalah narasi sang penulis.

Penulis merupakan tuhan atas cerita (sengaja huruf t pada tuhan tersebut ditulis huruf kecil sebab, bukan tuhan beneran). Desi mungkin tidak tahu ada kekecewaan lain, tapi si penulis yang membuat narasi tahu ada kekecewaan lain selain lima kekecewaan yang diketahui Desi. Penulis tentu tahu semua, tidak ada batasannya. Narasi tersebut milik penulis, bukan Desi.

Ketika memakai sudut pandang ketiga atau dia-an, penulis bisa membuat narasi yang mengungkap isi pikiran maupun hati semua orang yang ada dalam kisah. Sebab, narasi milik si penulis, tuhan atas cerita. Sedangkan kalau memakai sudut pandang pertama atau aku, penulis hanya tahu suara hati sendiri.
Dari segala keterbatasannya, mengapa banyak penulis menggunakan sudut pandang aku?

Salah satu alasan sudut pandang aku tetap populer sebab POV tersebut bisa membuat pembaca seperti berperan dalam cerita, menjadi bagian dalam cerita bukan penonton cerita.

Intinya, dua-duanya bisa digunakan. Ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tinggal bagaimana kita bisa memakainya.

TIPS MENULISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang