One of These Nights

2.1K 324 4
                                    

"Anjing, kan kemaren nggak dikunci!" umpat Jeff begitu sadar pintu yang mengarah ke tempat mobilnya terparkir sudah digembok.

"Abang, language" tegur Dinda dengan mulut masih penuh dengan popcorn.

"Sebel ih Nda masa dikunci?!" balas Jeff dengan nada merengek.

"Ya udah pake lift ke lantai satu, terus kita naik tangga darurat kesini lagi"

"Yakin? Kamu mau tunggu di bawah aja apa gimana biar abang yang ambil mobil"

"Ck, nggak usaaah. Udah ayo! Keburu ditinggal!" Dinda menarik lengan berotot itu kuat-kuat untuk mengikutinya ke arah deretan lift yang masih menyala.

Kedua pasangan itu baru selesai menonton salah satu film animasi Disney yang letak bioskopnya berada di lantai 5. Jeff sengaja menaruh mobil di lantai yang sama agar mereka tidak repot turun dan langsung keluar mall setelahnya.

Nahas, pintu keluar ke arah parkiran di lantai itu sudah terkunci dengan gembok sebesar telapak tangan Dinda terpasang di pintunya. Mau tidak mau, mereka harus ikut lift yang menuju lantai satu untuk naik lewat tangga darurat ke lantai 5 tempat mobil Jeff berada.

Karena terbiasa berolahraga, Jeffrian nggak masalah meski harus naik tangga ke lantai 10 sekalipun, yang ia lebih khawatirkan adalah pacarnya yang sudah ngos-ngosan menginjak lantai 2.

"Bentar, bentar. Istirahat dulu..." ajak pemuda jangkung itu, namun gadis di sampingnya menggeleng, "Ayooo jalan lagi..." jawabnya dengan napas tersengal.

"Kamu tuh! Napas udah tinggal setengah mending diem dulu! Istirahat. Nggak ada yang ngejar juga!" perintah Jeff sembari menarik lengan Dinda untuk duduk di sebelahnya.

Dengan telaten, Jeff menyeka keringat yang muncul di dahi gadis itu dengan punggung tangannya. Beruntung sisa hawa dingin dari pendingin ruangan mall masih terasa hingga ke tangga, sehingga sirkulasi udara tetap terjaga.

Keduanya kembali melanjutkan perjalanan dengan Jeffrian yang terus menyanyikan lagu pembuka kartun Crayon Shinchan sementara mereka berjalan. Sebagai salah satu upaya agar Dinda tidak terlalu merasa kelelahan.

"Itu yang ngunci pintu parkiran jam segini layak dihujat sih emang..." gumam Dinda setelah ia menyalakan pendingin mobil. "Jangan ngomel duluuu, nih minum" Jeff menyodorkan botol berisi air mineral yang langsung dihabiskan si bungsu.

Sudah masuk tengah malam, jalanan kota cenderung sepi karena mayoritas penghuni sudah berada di rumah masing-masing untuk berisitirahat. Padahal tadi mereka harus rela jam kencan mundur satu jam karena terhambat macet.

"Mau sop buntut nggak?" tanya Jeff.

"Boleh. Tapi jam segini ada emang yang jual sop buntut?"

"Ada. Tenang aja"

Begitu Jeff menjawab demikian, Dinda memilih merebahkan diri. Bermaksud mengecek pemberitahuan di ponsel nya karena seharian ini ia memilih mematikan benda persegi panjang itu. Namun baru lima menit melihat deretan email yang belum terbalas, mata si bungsu sudah menutup rapat, lengkap dengan deru napas teratur yang mengisyaratkan ia sudah jauh masuk ke alam mimpi.

Berhenti sejenak, Jeff mengambil selimut yang sengaja ia simpan di mobil untuk Dinda jika sewaktu-waktu gadis itu tertidur seperti ini. Melihat lingkaran hitam di bawah mata pacarnya, membuat Jeff mellow sendiri.

Di kampus si bungsu sudah mulai pekan ujian akhir, itu berarti waktu semua mahasiswa aktif dihabiskan untuk melahap sekian banyak bahan ajaran untuk kemudian dipertaruhkan pada lembar jawaban.

Karena masih terhitung mahasiswa baru, dalam sehari, Dinda bisa mengerjakan soal UAS untuk 2-3 kelas, entah sit in atau praktek lainnya. Belum lagi harus menghafal materi sekian banyak, si bungsu masih kaget dengan perbedaan kuliah dengan masa sekolahnya dulu.

Bang Jeff 2.0Where stories live. Discover now