Sinb seketika menunjukkan kegelisahannya. "Lalu, apa yang harus kami lakukan paman?" tanyanya yang tak tahu harus berbuat apa?

Dahi Dongho nampak mengkirut, ia berpikir cukup keras. "Sepertinya aku akan mengirim kalian berdua ke desa tempat nenek tinggal," gumamnya yang membuat Sinb terkejut.

"Paman serius? Aku rasa Hyunjin tidak akan mau, tapi kenapa juga kami harus mengungsi terlalu jauh sampai ke rumah nenek?" Sinb mencoba menyuarakan ketidaksetujuannya, tapi ia menggunakan Hyunjin sebagai alat. Anggap saja Hyunjin memiliki pemikiran sama seperti dirinya saat ini.

"Kau dan Hyunjin bisa saja akan di jadikan alat oleh mereka. Jika dalam kemungkinan itu kalian juga terpaksa terlibat, ayahmu akan sangat marah dan mungkin aku tidak bisa menolong kalian. Lebih buruknya lagi, kalian berdua akan diserahkan kepada ibu kalian,"

"Tidak! Aku tidak mau!" tolak Sinb yang sama sekali tak memiliki gambaran untuk hidup dengan ibunya lagi. Hanya untuk kemari saja ia sudah menyusun rencana beberapa tahun, lalu bagaimana jika ia kembali lagi? Akan banyak waktu yang terbuang hanya untuk lepas dari jeratan ibunya.

"Kalau begitu tunggu Hyunjin kembali dan kita bahas bersama nanti. Ku rasa hyung tidak akan pulang malam ini. Perselisihan dua kota ini selalu memusingkan kepala saja," keluh Dongho yang kini memasuki rumah.

Tinggal Sinb di depan rumahnya, menatap hampa halaman rumahnya yang luas. Otaknya terus berpikir tentang bagaimana caranya membuat pamannya membatalkan acara pengungsian ini. Pasti akan cukup menyulitkannya untuk tinggal di desa.

Perhatiannya seketika beralih, saat ia melihat sebuah mobil berhenti di hadapan rumahnya. Sosok pria asing keluar dengan seorang wanita yang kali ini tersenyum lembut kepada Sinb. Membuat gadis ini cukup penasaran untuk melihatnya dari dekat.

Sinb pun melangkah berlahan dan tatapannya masih tertuju pada wanita dengan wajah ramah tersebut.

Saat jarak mereka semakin dekat, wanita yang ternyata sekilas seumuran dengannya itu pun melambaikan tangannya. "Kang Sinb?" tanyanya mencoba untuk memastikan dan Sinb pun mengangguk.

"Kau, siapa?" Sinb melemparkan pertanyaan dan gadis dihadapannya ini tersenyum secerah mentari, membuat Sinb merasakan sedikit kekaguman.

"Kim Dahyun-imnida," ucapnya sembari membungkuk dan hal ini tentunya membuat Sinb semakin kikuk.

Sementara otaknya juga berusaha mencerna, tentang apa yang membuat gadis ini menemuinya?

"Kau pasti bertanya, kenapa aku menemuimu, kan?" Sinb pun menjawabnya dengan anggukan.

"Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu, karena aku kau harus terseret juga dalam masalah ini," lanjutnya yang tentunya membuat Sinb semakin tak mengerti saja.

"Masalah apa maksudmu?"

Dahyun pun menoleh di sekeliling dan ia menatap Sinb kemudian. "Kita berbicara dalam mobil saja, bagaimana?" tawarnya dan Sinb yang penasaran pun mengangguk.

Pada akhirnya mereka masuk ke dalam mobil sedan milik Dahyun dan mobil itu pun melaju dengan kecepatan sedang melewati jalan dengan suasana sore yang damai.

"Jadi?" Sinb ingin Dahyun melanjutkan perkataannya.

Gadis di sampingnya ini tersenyum, menenangkan. "Semua dimulai dari pertemuan kami yang tidak sengaja saat piknik. Aku, Minho dan Chan tanpa tahu status atau dari keluarga apa kami berasal. Saat itu, aku masih berumur 7 tahun dan hampir digigit ular. Aku pun mencoba untuk meminta tolong, Chan tiba-tiba datang membantuku dan setelahnya Minho. Semenjak itulah kami menjadi teman dan kami tidak pernah mempermasalahkan permusuhan antar kota yang terjadi selama berabad-abad lamanya," ucap Dahyun menjeda.

UPROAR | SINB | SKZ Where stories live. Discover now