RUMOUR

15 1 0
                                    

Tabrak lari bukanlah hal yang langka untuk para pejalan kaki, bagi penabrak itu sendiri. Sengaja ataupun tidak mereka akan merasakan kecemasan. Bahkan hal itu dapat saja mengganggu mental si penabrak. Hingga jalan menuju rumah sakit jiwa telah terbuka bagi mereka.

Namun peristiwa tabrak lari akhir-akhir ini mulai semakin brutal. Kenapa? Bagaimana bisa? Karena setiap peristiwa tabrak lari itu terjadi... korban dari tabrak lari tersebut akan tinggal selamanya dalam rumah sakit yang terletak di pinggiran kota.

"Cerita apa-apaan ini? Tidak masuk akal! Bagaimana bisa berita ini diterbitkan kalau tidak nyata!" bentak bosku.

"Padahal aku sangat tertarik dengan potensimu, gadis cantik berumur 16 tahun sepertimu. Kenapa tidak ingin menjadi istriku saja? Bukankah aku sudah menawarkan hal ini padamu,"

Aku pun berdiri sebelum bos-ku bertindak lebih jauh, aku tidak dapat berpikir secara lurus lagi tentang apa yang dia inginkan dariku sebenarnya. Aku ingin berhenti dari sini, walau aku akan menjadi buronan setelah ini. Tetapi, aku sungguh tidak bisa.

Jika saja orang tuaku tidak berhubungan dengan lelaki gila yang adalah bos-ku saat ini dan dia tidak memiliki hutang yang membuatku harus bekerja kepadanya seumur hidupku. Mungkin saat ini juga aku akan terbang selayaknya burung merpati yang terbang di angkasa. Terlalu indah untuk dibayangkan.

"Begini saja, jika berita tentang tabrak lari, rumah sakit dan segala yang kamu tulis disini nyata... kamu harus membawaku ke tempat ini untuk bertemu dengan pemilik rumah sakit ini,"

Langkahan kakiku terhenti. Saat itu aku tidak pernah menyadari kesalahan yang kuperbuat, semuanya itu hanya rumor belaka. Rumor yang tidak perlu dicari asal-usulnya.

"Konsekuensinya?"

"Aku akan membebaskan mu dan membiarkanmu pergi darisini, tetapi jika ini semua tidak nyata dan hanya rumor... bahkan jika pemilik rumah sakit ini benar-benar tidak pernah ada. Kamu harus menikah denganku,"

Dapat kulihat ujung bibir bosku yang naik, ia begitu yakin bahwa dia akan memenangkan pertarungan ini. Bodohnya seseorang sepertiku mengangguk menerima tantangan itu demi kebebasan yang sia-sia. Mendengar tawa kuatnya yang menggema di ruangan tersebut membuatku keluar begitu saja dari ruangan itu.

Tubuh kecilku ini hanya bisa berdiri di pinggir jalan, memerhatikan jalanan yang lebih sepi dari biasanya. Sungguh saat ini aku hanya bisa berpikir betapa bodohnya diriku dan apa yang akan terjadi padaku di masa depan. Menikahi lelaki yang 20 tahun lebih tua daripada diriku.

"Kamu benar-benar wanita yang bertanggung jawab, jika aku menjadi dirimu. Aku akan langsung lari darisana," bisik seseorang didekat telingaku.

Cukup merinding karena mendengar suara seseorang sedekat itu. Refleks aku menonjok orang yang berbisik di telingaku dan mendengar lenguhan orang itu. Baik ataupun tidak itu sungguh tidak sopan, berbisik sedekat itu di telinga orang.

Aku hanya bisa menjaga jarakku dari lelaki yang sedang terduduk di tanah saat ini. Ia memegang hidungnya yang—untungnya—tidak patah karena tinjuku. Lelaki ini menggunakan kacamata dan rambutnya yang tajam-tajam ala naruto* membuatku semakin curiga padanya.

"Ma...maaf! Tapi lebih baik jika kamu tidak melakukannya lagi," ucapku mengulurkan tanganku.

"Ini salahku, tidak perlu meminta maaf. Lagipula apa kamu benar-benar serius tentang uluran tangan ini?" Tanya lelaki itu.

"Kamu terlihat baik dan juga... pakaian itu, dokter?" tanyaku.

Lelaki itu hanya terkekeh pelan tanpa alasan. Setelah ia berdiri dari tempat awalnya, ia merogoh-rogoh kantong bajunya dan memberikan secarik kertas yang ternyata ialah kartu nama miliknya.

RUMOURWhere stories live. Discover now