Tiga Puisi untuk Berpisah

255 21 5
                                    

1.

Saat kau menemukan buku ini, mungkin ia tengah tergeletak diatas lemari dalam kondisi berdebu.

 Tidak mengapa. 

Kubayangkan kau meraba-raba sedikit dibawah gelap dan kesulitan menggapai saklar lampu. Kau--seperti biasa--menghela nafas panjang sambil bergumam "berantakan sekali!" dan mulai merapikan satu-demi-satu serpihan kertasnya. 

Begitu banyak kau temui kesalahan tata letak kata dan bahasa. 

Kau terus masuk ke dalamnya, sambil sesekali membetulkan tanda baca. Ada jeda yang terlalu panjang, ada titik yang dengan tegas mau mengentikanmu; tapi tak kau hiraukan.

Kau seperti tak habis pikir, apa maksudku menempatkannya disitu. Kau mulai membayangkan betapa gilanya semua kalimat -kalimat yang disandarkan pada sebuah dermaga asing seperti puisi ini. Kau mulai membayangkan hebatnya makna yang bisa diciptakan dari rangkaian huruf itu, yang ternyata bisa membuat orang-orang jatuh cinta, tertawa, menangis atau ketakutan.

Kau mulai membayangkanku tapi kau tak mengenalinya saat itu.


2.

Selamat datang. Kau telah berhasil masuk ke dalam puisiku. 

Kau sibuk mencariku dalam riuhnya frasa dan alegori. Di sudut ruangan kau saksikan setiap tamu sibuk memotong kalimat serta dialog. Semua bertele-tele, diawali dengan pidato lalu ditutup doa panjang.

(Semua mengucap amin, kecuali aku)

Kau saksikan Chairil menggoda gadis-gadis.

Kau biarkan Widji berapi-api, membara dalam diskusi kemudian berdansa sendiri.

Sebenarnya aku tak sungguh-sungguh ada disitu. Aku bisa jadi tengah berbagi suara di suatu sesi bicara untuk mereka yang hilang dan terlupakan di puisi yang lainnya. Aku mungkin saja ada pada sajak, buku--atau bisa saja ada di suatu perpustakaan lain.

(Semua dapat kau temui, kecuali aku)

Tapi kau masih dalam belantara puisiku. Disini kau tak akan pernah menang. Kau akan senantiasa jatuh dalam lenganku, meski kau berusaha menggapai jalan keluar. Kau akan mencumbu, mencium penuh seluruh hingga kau lupa sebenarnya, aku siapa.

(Semua dapat kau ingat, kecuali aku)


3.

 Akhirnya kau benar-benar menemukanku. Pada tiap partikel udara dingin yang menyelinap dibalik rimbun selusur dahan jambu dan berkas sinar matahari yang jatuh di kamar lalu memendarkan segala cahaya di matamu. Di balik tiap-tiap gurat daun yang terbang menyerupai layangan kanak-kanak pada suatu musim panas, diam-diam meronta melepaskan diri.

Akhirnya kau menemukanku pada uap kopi hitam yang kau hirup perlahan pada pagi hari di sebuah gerai atau Croissant yang kau potong memanjang. Kau saksikan aku pada suatu judul headline koran bekas, pamflet selebaran dan iklan les privat di sudut jalan. Berantakan, buru-buru dan terabaikan.

Akhirnya kau menemukanku akrab tiduran diatas bangku taman, menulis puisi yang tak pernah selesai. Kau mencoba mengarahkan tiap barisnya yang saban hari melompat dan kabur. Kau mendengar aku menyenandungkan lagu yang kau kenal tapi tak dapat kau pahami mengenai kisah negeri seberang dan wajah-wajah sepi--jauh sebelum tertidur.

***

Setelah kau bangun, buku itu sudah mendekati halaman akhir.

"Aku harus pergi" katamu. "Banyak kerjaan lain menunggu, tak bisa menyelesaikan dirinya."

Kau meninggalkanku kemudian, puisiku belum selesai.

Aku sendirian dan kehilangan kata-kata yang satu-satunya tersisa.


(2019)


Tiga Puisi untuk BerpisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang