Rasa Rindu

8 4 0
                                    

           Seandainya kau mengetahui hanya kaulah orang yang dapat melampiaskan kerinduanku
Tapi apakah kau merindukanku seperti aku merindukanmu
Aku rasa rindu ini bagian dari arti cinta

       
                8. Matahari memadamkan sinar indahnya, awan mendung gelap seperti dunia tanpa energi listrik. Satu demi satu rintik air hujan turun tak terhingga. Sesekali terdengar suara petir menyambar.
                Sudah begitu banyak pertengkaran yang dihadapi oleh dua pasangan romantis Sma ini. Cukup sudah badai besar meninpa hubungan mereka yang tiada henti-hentinya. Mungkin dalam sebulan ini bisa dikatakan Bradge dan Arnadan layaknya seperti saudara kandung yang terus menerus bertengkar.
                Tapi dibalik itu semua, tertanam kisah cinta yang begitu romantis. Cinta yang erat, cinta yang tulus di timbulkan oleh Bradge kepada Arnadan. Mereka berdua saling merindu, jarang mereka bermesraan lagi, jarang Bradge bersikap romantis kepada Arnadan karena, pertengkaran yang terus datang di dalam hubungan mereka. Sekarang ini Bradge ingin melampiaskan semuanya. Bradge ingin walau sebesar apa pun masalah yang dihadapi tetapi, mereka tetap tetap bersama-sama, tetap baik-baik saja seolah-olah tidak ada masalah.
                  Afternoon day.....
Jam menunjukkan tepat pada pukul lima sore. Namun, karena awan mendung tadi sehingga terasa seperti jam delapan malam. Hari terus seperti itu rintik hujan semakin deras mengguyur alam. Arnadan yang pulang menggunakan angkutan umum masih menunggu hujan hingga reda.
                 Di dalam kelas hanya tinggal Arnadan dan salah satu temannya, yakni bernama Hana. Hana sedang menunggu jemputannya sambil membenahi peralatan-peralatan alat tulisnya. Peralatan alat tulis itu terletak di atas meja Hana. Sementara Arnadan berdiri dengan melipat kedua tangan. Ia menggigil kedinginan, Arnadan mengelus tubuhnya.
"Nad. Lo gak pulang?", tanya Hana sambil benahi segala macam perlatan alat tulis.
                    Arnadan yang tadinya merenung menghadap ke jendela sekarang ia memutar arah menghadap ke Hana. Matanya tak terlepas dari tatapan Hana. Sambil mengelus-ngelus tubuhnya Arnadan berucap, "Iya gue pulanglah, cuman yahh mau gimana lagi, hujan lebat banget gini. Mau gak mau gue tunggu sampai reda"
                 Pas sekali! Selesai Hana membenahi peralatan alat tulis, terdengar suara klackson mobil dari pintu utama sekolah. Hana berkata sambil menggenggam ponselnya, "Nad,, gue pulang duluan ya, itu bokap gue udah jemput. Ummm... Atau lo bareng gue aja gimana??"
Arnadan memang tipe gadis yang mandiri. Ia segan jika harus pulang bersama Hana apalagi ada orangtuanya.
"Gakpapa kok, lo deluan aja Han. Gue tunggu sampe hujan reda. Ntar baru gue pulang", gumam Arnadan menolak segan.
                 Arnadan membalik kembali ke arah jendela. Ia berpangku tangan lagi. Tinggal Arnadanlah yang ada di sekolah itu. Rintik hujan belum reda jua sementara, hari semakin menggelap. Arnadan masih merenung memperhatikan setiap rintik hujan yang jatuh, ia merenung mengapa Bradge tidak datang menjemputnya? Padahal Arnadan sudah jatuh cinta kepada Bradge.

Seketika petir terdengar keras.....
                 Petir yang menyambar membuyarkan pikiran Arnadan tentang Bradge. Benaknya berkata, "Ahh sudahlah ntah apa gunanya berharap seperti ini. Sumpah gak ada guna juga gue merindukan dia. Belum tentu juga dia balas rasa rindu gue"

Lama-lama Arnadan terpikir ntah sampai kapan hujan akan berhenti, bagaimana jika hujan ini terus turun sampai malam? Tak mungkin Arnadan menunggu sampai malam di kelas ini, apalagi ia sendirian.
               Terpaksalah Arnadan harus pulang ke rumah dengan berjalan kaki di tengah lebatnya hujan. Arnadan berjalan kaki tanpa jaket, tanpa payung. Ia hanya menggunakan seragam Smanya.

Perlahan-lahan Arnadan berjalan keluar menuju pintu utama sekolah.
                      Saat itu Bradge sedang memakai jaketnya. Ia berdiri di depan mobilnya. Lalu, tak sengaja pandangan Bradge beralih ke Arnadan. Bradge melihat Arnadan yang berjalan sendirian. Memang wajah Arnadan tidak terlihat, Arnadan tidak terlihat karena ia berjalan membelakangi Bradge. Tapi itulah yang sering disebut orang dengan CINTA. Cinta tidak kenal siapa orangnya, tidak kenal rupa, tidak kenal kaya atau tidak. Sebab itu tanpa harus melihat wajah Arnadan, Bradge sudah bisa mengenali Arnadan.
              Bradge mengetahui Arnadan hanya dari bau farhum yang digunakan Arnadan, Bradge mengetahui hanya dari penampilan Arnadan, dan Bradge juga mengetahui dari cara Arnadan berjalan. Bersama mobilnya Bradge berhenti tepat di belakang Arnadan. Bradge keluar dari mobilnya, ia membawa sebuah payung. Lalu, ia menghampiri Arnadan dari belakang sambil memayunginya.
                Namun, Arnadan sedikit heran mengapa tiba-tiba hujan tidak mengguyur tubuhnya lagi. Pikir Arnadan yang berada di belakangnya itu ialah sahabatnya atau mungkin Cemo pria yang pernah menyukainya. Arnadan tak sedikit pun berfikir kalau yang memayunginya adalah Bradge.
            Rasa penasaran terus merenggutnya, sampai-sampai ia harus membalik ke belakang. Sulit di percaya bahwa Bradgelah yang memayungi Arnadan. Tanpa banyak bicara Arnadan memeluk Bradge. Begitu besar rasa rindu yang mereka miliki. Sesaat Bradge menghentikan pelukan, "Nad, pake jaket ini dulu. Lu udah menggigil itu"
Dengan tubuh yang menggigil gemetar Arnadan memakai jaket yang diberikan Bradge.
                   "Gue kira lo gak akan datang untuk mayungin gue gini Brad", ucap Arnadan yang satu demi satu meneteskan air mata. Bradge memegang bahu Arnadan, "Gue heran Nad, kenapa sih yang ada di pikiran lu itu pikiran negatif aja?"

Arnadan hanya terdiam dan menangis.
               Tangan Arnadan tak lepas dari genggaman tangan Bradge, "Udahlah Nad. Buang jauh-jauh pikiran negatif itu"
"Brad.. Gue kangen banget sama lo. Di setiap langkah gue bayangan lo itu selalu ada. Cuman gue gak tau lo balas rasa rindu gue ini apa enggak??", Arnadan berkata lantang. Bradge kembali berbicara, "Nad gue balas rasa rindu lu itu. Gue balas semua rasa yang lu punya. Bahkan hanya lu yang dapat melampiaskan kerinduan gue. Udah mulai sekarang gak ada lagi pertengkaran di hubungan kita. Janji!"
"Janji", jawab Arnadan

"Udah-udah jangan nangis lagi", Bradge menghapus air mata Arnadan.
               Bradge dan Arnadan kembali berpeluk hangat. Begitu romantisnya Bradge. Bradge dan Arnadan romantis di bawah rintik hujan, mereka beromantis di bawah sebuah payung yang dibawa Bradge. Andai payung dapat berbicara, andai setiap rintik hujan yang turun dapat berkata-kata. Tentu saja, mereka akan berkata seperti inilah yang dinamakan cinta. Inilah cinta yang sesungguhnya.

Le sens de l'amourWhere stories live. Discover now