-5-

9.9K 1.4K 254
                                    

"Kapan kamu ngasih tau Paklek sama Ibuk kalo Saras lahiran?" Tari menghentikan kegiatannya menata makanan di meja.

"Tadi pagi!" jawab Tari cuek seraya kembali ke dapur dan kembali membawa semangkuk penuh berisi sayuran sop.

"Kenapa kamu nggak bilang sama, Mas, Ri?" Pandangan mereka saling beradu membuat Tari ikut mendudukan diri tepat di seberang Pandu.

"Kenapa? Kalo aku nggak telepon ibuk dan ngabarin kalo dia lahiran, mas juga bakalan lupa, 'kan?"

Pandu membenarkan jawaban Tari. Ia terlampau sibuk. Selain karena pekerjaan yang menuntut dirinya berada di lapangan, juga karena wara-wiri baik dari rumah ke rumah sakit atau dari kantor ke rumah sakit hanya untuk mengurus Saras dan bayinya.

Harusnya ia berterima kasih pada Tari, karena sudah meringankan tanggungannya. Bukannya merasa bahwa apa yang dilakukan Tari adalah sebuah kelancangan, karena menghubungi keluarganya tanpa sepengetahuan dirinya. Toh Tari juga berhak melakukan hal itu, karena memang Tari sudah menjadi bagian dari keluarga Sumoharjo.

Entah kenapa Pandu merasa gusar akan keputusan Tari yang sudah menghubungi ibunya di Jogja. Ada sisi hatinya merasa jika kedatangan keluarganya membuat dirinya harus legowo untuk tak berdekatan dengan Saras.

Seharusnya.

Ia akui jika pertemuannya kembali dengan Saras membangkitkan sebagian rasa yang sudah lama ia kubur. Perasaan terlarang yang sempat mendapatkan pertentangan kuat dari ayah juga pakleknya, meski sejatinya mereka tak ada pertalian darah secara langsung.

Lingkungan tempat tinggal mereka lah yang tak mengijinkan Pandu meneruskan perasaan ganjilnya terhadap Saras, yang notabene adalah keponakan Paklek Budi. Di tempat asal mereka menikahi saudara sepupu adalah hal tabu untuk dilakukan. Maka setelah penolakan mentah-mentah dari orang tua Saras juga keluarganya, Pandu melarikan diri ke Jakarta. Berdalih ingin menata ulang hatinya yang telah di patahkan begitu saja, tanpa diberi kesempatan untuk berjuang.

Di saat itu lah ia bertemu keluarga Tari dan bersahabat karib dengan Cakra. Keberadaan Tari yang masih berseragam SMP membawa warna tersendiri bagi Pandu, meskipun ia mencoba membatasi interaksinya bersama Tari. Sedikit banyak ia tahu seperti apa Tari, tapi ia tak pernah bisa tak acuh pada gadis periang itu. Ia mempunyai cara tersendiri untuk selalu diperhatikan tanpa berbuat sesuatu hal yang berlebihan.

Walau terkesan tomboi dan cuek, Tari termasuk remaja: sopan kepada siapapun, ramah dan baik hati, walau mulutnya terkesan blak-blakan. Tari muda tak pernah sungkan mengutarakan apa yang ada di dalam benaknya, ketika apa yang ia lihat dan pikirkan tak sejalan. Tari bukan jenis gadis remaja yang kecentilan ketika semua anak seusianya memilih untuk hang out bersama teman-temannya, gadis itu lebih memilih mengekori Cakra dan dirinya kemanapun. Karena keposesifan Cakra membuat gadis tak mempunyai teman perempuan sama sekali, dan memilih mengekori mereka.

Kebersamaan Pandu dan Tari yang terjalin beberapa tahun tinggal di Jakarta, sedikit banyak membantu dirinya menyembuhkan luka hati akibat tertolak.

Hingga ibunya mengabarkan berita pernikahan Saras, Pandu seakan kembali ke masa kelamnya yang sempat terlupakan. Bersamaan dengan itu pula ia mendapatkan sebuah permintaan yang pada akhirnya membuat Pandu memutuskan untuk meminang Tari.

Hatinya sudah kebas akan sebuah penolakan lagi, ia takkan pernah sanggup jika harus mencari wanita lain untuk dicintainya. Tak ada yang salah menikahi seorang Btari Ario Tedjo. Toh mereka saling mengenal meski tak sedekat hubungan selayaknya pasangan kekasih, paling tidak Tari mengetahui bagaimana seorang Pandu Naraya Sumoharjo.

Hal itulah yang akhirnya membuat Pandu harus menikahi Tari, meski tak bisa dipungkiri masih ada nama Saras menggema di hatinya.

"Maaf! Kalo Tari lancang ngehubungin Ibuk buat ngabarin hal ini. Selain itu juga aku nggak ingin suamiku terus-terusan ngurus wanita lain yang bukan istrinya."  Ucapan Tari jelas menohok ulu hati Pandu.

Terjebak PERNIKAHANWhere stories live. Discover now