Chapter 1.1

177 21 7
                                    

Happy reading peeps!🖤

Lady Anneth dan pelayan setianya, Nancy beranjak menuju ke Toko Madame Fleur, toko bunga kesukaan Lady Anneth. Bagaimana tidak, toko itu menyediakan bunga yang sangat lengkap serta selalu segar.

Di tengah perjalannya Lady Anneth melihat beberapa penjual trotters, kaki domba rebus, yang berjejer di pinggir jalan. Ia rasa koin emas yang didapatkan penjual itu banyak hari ini dilihat dari banyaknya pekerja yang membeli makanan tersebut.

"My Lady, apakah kau tertarik memakan trotters?" tanya Nancy.

Lady Anneth menggeleng, "Tidak. Aku hanya mengamati sekitar."

"Tapi apa salahnya mencoba," ujar Nancy.

"Kau serius?" tanya Lady Anneth. Nancy mengangguk. Mereka pun menuju ke salah satu street vendors.

Lady Anneth terlihat risih karena bau yang sedikit menyengat.

"Apakah Anda ingin memesan juga, My Lady?" tanya Nancy. Lady Anneth menggeleng. "Baiklah," lanjut Nancy.

"Tuan, satu trotters hangat," ujar Nancy kepada tuan pedagang tersebut. Lalu ia memberikan keping emas.

Lady Anneth menatap para pembeli yang rata-rata merupakan para pekerja, entah itu di tambang atau di lainnya. Wajah mereka pun celontengan. Tak sedikit yang melihat Lady Anneth ketika berdiri di dekat pedagang Trotters. Mungkin pakaian bangsawannya membuat dirinya tampak mencolok.

Lady Anneth hanya menatap ketika pelayannya memakan trotters di tangannya, "Apakah enak?" tanyanya.

Nancy mengangguk, "Ini adalah makanan enak dan murah untuk orang sepertiku."

Setelah selesai mereka pun langsung menuju ke Toko Madame Fleur. Toko dengan dinding bercorak biru itu dari jauh sudah kelihatan.

"Huft, sampai juga," gumam Lady Anneth sumringah.

(kurang lebih seperti itu ya teman-teman desain toko bunganya)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(kurang lebih seperti itu ya teman-teman desain toko bunganya)

Kring-kring

Terdengar suara bel pintu masuk berbunyi ketika Lady Anneth membuka pintu. Pemilik toko pun langsung menyambutnya.

"Selamat datang, My Lady," ujar Madame Fleur, si pemilik toko. Lady Anneth hanya tersenyum.

"Bisa kau rangkaikan bunga rhododenron untukku?" pinta Lady Anneth.

"Apakah dicampur dengan bunga violet yang biasa anda beli, My Lady?" tanya Madam Fleur.

Lady Anneth menggeleng, "Tidak. Bunga rhododenron saja cukup," ujarnya sembari tersenyum.

 Bunga rhododenron saja cukup," ujarnya sembari tersenyum

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Bunga Rhododenron)

Tak selang beberapa lama, Madam Fleur kembali dengan sebuah buket bunga berisikan rhododenron yang sangat cantik.

"Jangan lupa berkunjung lagi, My Lady," ujar Madam Fleur.

"Madam, sudah kukatakan panggil saja aku Anneth," ujar Lady Anneth. Madam Fleur hanya tersenyum. "Baiklah, aku balik dulu," lanjut Lady Anneth.

"Wah, My Lady, apakah hari ini adalah hari yang spesial hingga anda membeli bunga rhododenron?" tanya Nancy.

"Tentu saja. Besok adalah hari di mana aku akan pergi ke akademi asrama bukan begitu? Jadi hari ini adalah hari terakhirku di sini. Hari terakhir adalah hari yang spesial, kau tahu," ujar Lady Anneth.

Terdiam sebentar, lalu ia melanjutkan perkataannya, "Rhododenron bermakna kekuatan. Aku hanya ingin memberikan semangat serta motivasi untuk diriku sendiri Nancy. Aku harus kuat. Karena bagaimana pun juga aku akan hidup tanpa ayah dan kakak yang selalu menjagaku."

"Bukankah Lord Petersham memasuki akademi di tempat yang sama denganmu, My Lady?" tanya Nancy.

Lady Anneth mengangguk, "Kau benar. Tapi beberapa bulan lagi ia akan keluar dari tempat itu. Huft, kenapa aku menjadi sangat melankolis seperti ini." Lady Anneth mengusap air mata yang sedikit keluar dari matanya.

Tak menatap ke arah depan, ia pun menabrak seorang pria. Cukup tinggi dan kuat hingga bunga yang dibawa oleh Lady Anneth terjatuh.

"Tidak bisa kah Anda melihat ke depan, Tuan?" tanya Nancy dengan nada marah. Nancy pun langsung membantu mengambil bunga yang jatuh.

"Seharusnya kau tanyakan itu pada nona mudamu ini," ujar pria itu.

"Dari setelan yang anda kenakam bisa dilihat bahwa Anda adalah seorang bangsawan," ujar Lady Anneth.

"Memang," ujarnya dengan nada sombong.

"Lantas mengapa Anda sangat tidak sopan," ujar Lady Anneth. "Seperti bangsawan tanpa landasan."

"Jika aku sangat tidak sopan, lantas kau sangat kasar, Nona," ujar pria itu.

Sebelum melanjutkan perjalanannya, pria itu berkata, "Berbicara tentang landasan, sepertinya kau adalah bangsawan yang sangat terobsesi dengan landasan-landasan. Bukan begitu?" Ujarnya lalu pergi dari hadapan Lady Anneth setelah melihat jam kantongnya. Sedangkan Lady Anneth hanya melotot tidak percaya.

"Nancy," panggil Lady Anneth.

"Yea, My Lady?" jawab Nancy.

"Kau dengar apa yang pria itu katakan?" tanya Lady Anneth. Nancy tidak menjawab. "Apa-apaan orang itu. Hah, terobsesi dengan landasan katanya. Lelucon apa itu dasar pria tidak sopan," gumam Lady Anneth dengan nada kesal dan tidak percayanya sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya.

TBC

P.s
Latest Revision: 19 Jan 2020

[ON HOLD] Dear, My DukeWhere stories live. Discover now