Prolog

238 30 1
                                        

Author note:

Cerita ini adalah sequel dari cerita 'Gunung'.

Baca dulu yang itu baru kesini biar nyambung jalan ceritanya ya gaess.

Oiya, satu lagi. Waktu kejadian saya shift ke masa sekarang. Mmm. Alasannya sederhana, biar lebih convenient aja.

=====

"Wan, gimana? Mau turun bareng kita?" tanya Dicky ramah sambil menepuk-nepuk celana jeansnya yang terkena debu puncak gunung ini.

Wanara hanya tersenyum simpul.

"Makasih Bang, keknya aku turun dari Gedong Songo, kalian mau balik lagi ke Mawar kan?" tanya Wanara.

"Hmmm," Dicky melihat sekilas ke arah rekan-rekannya yang lain.

Dewi terlihat sedikit ragu. Diantara rekan-rekan yang lain, memang dia yang punya kesan paling jelek dengan bocah usia SMA yang bernama Wanara itu. Kesan yang terjadi saat mereka akan mendaki di pos Sidomukti.

Tapi, ternyata si bocah SMA itulah yang menyelamatkan mereka malam tadi.

Menyelamatkan mereka dari sebuah insiden yang mungkin tak akan pernah Dewi lupakan, mungkin juga rekan-rekannya yang lain.

"Mobil kita di Sidomukti," kata Dewi pelan.

"Iya," jawab Dicky lalu tersenyum meminta maaf ke arah Wanara.

Wanara hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Mmm," tiba-tiba Dian yang justru mendekat ke arah Wanara.

"Anu, boleh minta nomer hp-nya?" tanya Dian dengan suara pelan sambil menundukkan wajahnya.

Semua rekan-rekan Dian terlihat kaget. Bukan apa-apa, Dian adalah gadis yang paling pemalu dan pendiam diantara mereka.

Ini kali pertama mereka melihat Dian secara aktif meminta nomor hp seorang cowok.

Kalau rekan-rekan Dian saja kaget, apalagi Wanara.

Dia adalah cowok yang krembis, kalau pake bahasa lokal.

Sebuah ungkapan yang artinya cowok dekil, lusuh dan tak terawat. Tentu saja dia kaget saat ada gadis secantik Dian dengan statusnya sebagai seorang mahasiswi meminta nomor hpnya.

"Mmm," Wanara agak ragu untuk menjawab dan menggaruk-garuk kepalanya.

"Kalau nggak boleh juga nggak pa-pa," jawab Dian dengan cepat dengan suara terlihat sedih.

Wanara menarik napas panjang, "Boleh kok Mbak. Ini nomorku," kata Wanara sambil menyebutkan nomor hpnya.

Dian terlihat senang dan langsung memasukkan nomor Wanara ke dalam kontaknya.

Tak lama kemudian, hp Wanara bergetar-getar dan dia memegang saku jaketnya.

"Aku barusan miscall, itu nomerku. Disimpan ya?" kata Dian sambil tersenyum manis.

Wanara hanya menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu aku duluan ya Mbak, Mas," pamit Wanara sambil berdiri dan menyalami rombongan Dewi satu persatu.

"Makasih ya Wan," kata mereka satu persatu kepada cowok itu.

Tak lama kemudian, bayangan Wanara sudah menghilang dibalik rumput dan pepohonan yang menutupi jalur pendakian ke arah Candi Gedong Songo.

02. Follower (On Going)Where stories live. Discover now