Part 10 - Jin dalam Botol

91 15 2
                                        

Dian melirik ke arah botol mineral yang diletakkan di bawah kursi yang diduduki oleh Wanara. Raut muka kuatir dan takut jelas terlihat di wajahnya.

“Kenapa Mbak?” tanya Wanara ke arah Dian.

“Nggak pa-pa. Itu beneran dah selesai?” tanya Dian sambil melirik ke arah botol yang ada di bawah Wanara.

“Sudah,” jawab Wanara.

Tri terlihat sibuk memakan jajanan yang disediakan oleh Dewi, dia terlihat kelaparan sekali. Wanara hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sohibnya itu.

“Aku percaya sama kamu Wan,” kata Dewi, “Mmm…” dia terlihat ragu mau melanjutkan kata-katanya.

“Kenapa Mbak?” tanya Wanara saat melihat tingkah Dewi.

“Gini… Anu…” Dewi masih terlihat ragu dan melirik ke arah Dian yang duduk di sebelahnya.

Dian juga melihat ke arah Dewi dengan tatapan kebingungan. Wanara hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal melihat tingkah gadis judes dan songong yang dulu ditemuinya di Gunung itu.

“Anu… Jangan marah ya? Aku cuma mau tanya, ongkosnya berapa?” tanya Dewi dengan suara pelan.

Wanara langsung terdiam. Tri menghentikan kunyahan mulutnya dan menatap Dewi terbengong. Dian menundukkan kepalanya karena malu.

Mereka berempat terdiam selama beberapa detik.

Kemudian…

Wanara dan Tri tertawa terbahak-bahak sampai tubuhnya terguncang-guncang.

Dewi yang melihat tingkah kedua cowok itu memonyongkan bibirnya dan mencubit Dian yang ada di sampingnya. Dia kesal karena merasa dijadikan bahan tertawaan kedua cowok kampung di depannya.

“Apaan sih?” sungut Dewi setelah beberapa saat membiarkan Wanara dan Tri tertawa-tawa sepuasnya.

“Mbak tu lucu, ngapain tanya ongkos coba?” tanya Wanara sambil memegangi perutnya yang sedikit kaku setelah tertawa barusan.

“Lha kan itu… Kalian tadi kan sudah itu…” Dewi tergagap saat ditanya oleh Wanara barusan.

“Iya Wan, tadi tu kan bahaya,” melihat sahabatnya terpojok, Dian datang membantu dan mencoba memberikan pembelaan.

Wanara dan Tri saling berpandangan dan mereka kembali tertawa terbahak-bahak lagi setelah itu. Muka Dewi dan Dian kembali memerah dan mulut keduanya makin monyong ke depan.

“Ish, kalian tu apaan sih?” sungut Dian sambil melotot ke arah Wanara.

Saat Wanara melihat muka gadis manis itu melotot ke arahnya, dia langsung berhenti tertawa, “Wis Ndes!!” kata Wanara sambil menyenggol Tri yang ada di sebelahnya.

Tri pun menahan keras tertawanya dengan menutupi mulutnya hingga terbungkuk-bungkuk.

“Uhumm,” Wanara terlihat sedang melonggarkan tenggorokannya dan ingin berbicara dengan serius.

Dewi dan Dian melihat ke arah cowok itu dan menunggu.

Terus menunggu, karena si cowok kampret itu tak kunjung juga berbicara dan justru melirik ke arah Dian dengan tatapan aneh.

“Nganu, itu tadi, keliatannya bahaya, tapi sebenarnya ndak,” kata Wanara sambil melihat ke arah Dian.

Dian dan Dewi mendengarkan tanpa suara.

“Terus, nggak susah juga, kami sering kok melakukannya,” lanjut Wanara.

Dian dan Dewi masih tetap mendengarkan tanpa suara.

“Jadi, nggak ada ongkosnya, kalaupun ada, minuman sama jajanan ini lebih dari cukup kok,” kata Wanara pelan.

“Nggak bisa gitu dong Wan,” sergah Dewi cepat dan membuat Dian yang juga ingin berkomentar dengan mulut menganga tanpa suara.

“Aku nggak enak kalau gitu. Katamu tadi, dukun-dukun itu ada yang melakukan pengusiran untuk mendapatkan uang,” lanjut Dewi.

“Iya Mbak. Tapi coba liat deh, meskipun jelek item gini, aku punya tampang dukun ya?” tanya Wanara sambil menunjuk ke mukanya sendiri.

Dian yang sedari tadi terlihat serius dan juga ingin meyakinkan Wanara langsung tertawa saat melihat jawaban cowok itu.

02. Follower (On Going)Where stories live. Discover now