Part 5. Belajar Agama

20.6K 1.3K 110
                                    

Nisa memperhatikan seorang perempuan paruh baya yang tengah mengajarinya membaca Alquran, suara merdu mengalun dari bibir perempuan itu. Bu Bila, begitu Nisa memanggilnya. Beliau selalu menggunakan baju gamis yang kedodoran dan kerudung besar sampai menutupi perut.

"Begitu, ya? Jangan lupa panjang pendeknya juga harus sesuai. Tajwidnya juga, yang ini harus mendengung." Bu Bila menjelaskan apa yang baru saja dilantunkannya.

Nisa mengangguk, mengerti. Satu bulan ini dia belajar bagaimana sholat dan mengaji dengan baik. Bu Bila yang juga tinggal di sana juga menemani tiap proses pembelajaran. Kemajuan Nisa dalam mempelajari sholat dan menghafalkan ayat Alquran selalu dilaporkan pada Gus Azzam.

"Dia mempunyai daya ingat yang tinggi. Insyaallah Ibu tidak kesulitan mengajarinya," kata Gus Azzam saat meminta Bu Bila menjadi guru khusus dari istrinya.

"Kenapa dia tak sekolah sampai tinggi, Gus?"

"Ibu lihat dulu dia seperti apa, nanti akan Ibu temukan jawabannya."

Bu Bila menarik napas panjang, memang awalnya cukup kaget saat mendatangi rumah istri kedua Gus Azzam. Jika bukan karena permintaan dari lelaki itu, mungkin Bu Bila akan menolak untuk menemani dan mengajari Nisa. Mungkin .... Sampai beberapa jam setelah mereka tinggal bersama, ternyata Nisa tak seburuk yang ada di pikirannya.

Nisa itu baik, masakan buatannya juga enak, rajin membersihkan rumah, dan patuh pada apa yang telah dikatakan Bu Bila. Tak pernah membantah sama sekali. Memang tak ada yang sempurna, ilmu agama Nisa boleh dibilang masih mentah.

"Bu Bila tidak takut sama Nisa?" tanya Nisa setelah mereka telah selesai mengaji.

"Buat apa takut, Nduk? Kamu sudah seperti anak Ibu sendiri."

Nisa tersenyum simpul, bukan tidak tahu bahwa awalnya pun Bu Bila agak takut dengan wajahnya.

"Sudah kenal lama dengan Gus Azzam?"

"Mungkin sudah cukup lama, entah berapa tahun, Ibu lupa."

Nisa mengangguk pelan, sepertinya memang dia tak bisa menyukai lelaki yang baru saja menjadi suaminya. Walau jelas banyak wanita yang ingin menjadi istrinya, tapi entah mengapa pilihan jatuh perempuan seperti dirinya.

"Nisa sudah berapa lama kenal dengan Gus Azzam?" tanya Bu Bila balik.

Nisa mendongak, lalu menggeleng pelan. "Saya malah belum mengenal dia. Tak tahu dia seperti apa. Tiba-tiba saja dia datang bersama Ning Miftah dan sudah menjadi suami saya. Sekarang, saya di sini bersama Ibu. Bahkan setelah akad pun, dia belum pernah ke sini."

"Mungkin dia sedang sibuk."

"Sesibuk apa sih di pesantren hingga tak bertanggung jawab pada istrinya, saya dan Ning Miftah."

"Kenapa Nisa berkata Gus Azzam tidak bertanggung jawab?"

"Lelaki mana yang bertanggung jawab, tapi menikah lagi setelah seminggu pernikahannya? Jelas lelaki seperti itu perlu ditabok, disleding, bahkan dimutilasi."

"Hus! Cah ayu mboten angsal ngendikan ngoten (Anak cantik tidak boleh berkata seperti itu)," ucap Bu Bila sambil mengernyitkan dahi.

Dia juga tak tahu seperti apa Gus Azzam. Lelaki yang selalu membuat kejutan-kejutan kecil di pesantren. Lelaki dengan mata teduh dan senyum manis yang mampu menggetarkan tiap wanita. Sayangnya, senyum Gus Azzam sulit sekali tampak. Apalagi melihat lelaki itu tertawa, sebuah hal yang dirasa tak mungkin.

Namun, Bu Bila tahu bahwa pernikahan Nisa dengan Gus Azzam masih dirahasiakan dari pesantren. Jelas Gus Azzam tidak ingin membuat Nisa malu karena belum bisa mengaji maupun sholat dengan baik. Apalagi nantinya di lingkungan pesantren pasti akan menjadi buah bibir para santri.

Memang, pesantren diibaratkan penjara suci. Tempat para santri menuntut ilmu, tapi tetap saja ada banyak model manusia di sana. Ada yang perlu dibina dengan sangat intens, ada pula yang memang sudah pendiam dan hanya perlu diarahkan.

Banyak para orang tua yang merasa tidak sanggup mengajari anak-anak mereka. Kesibukan dalam mencari uang, membuat pengambilan keputusan secara sepihak. Mereka memasukkan anak-anak ke pesantren, padahal anak-anak tersebut tidak mau. Banyak juga anak bermasalah yang akhirnya dibawa ke pesantren untuk dibimbing menjadi lebih baik.

Mungkin banyak yang berpendapat bahwa di pesantren, para santri akan berpikiran positif. Mereka lupa jika para santri juga manusia yang bisa khilaf dengan menggunjingkan seseorang. Ada juga santri yang mengambil milik orang lain tanpa izin, sampai kena hukuman dari pengurus.

Jika mau membuka mata lebih lebar, ada juga berita yang menceritakan keburukan dunia pesantren, bukan hanya kebaikannya saja. Ibarat tangan, ada yang cokelat bagian atas dan telapak tangan yang putih. Seperti itulah dunia pesantren. Seperti kisah tentang Barseso, seorang pemuka agama yang sangat terkenal. Kisah ini pun cukup terkenal di kalangan pesantren.

Menceritakan seorang pendeta yang taat beragama, namun imannya jatuh kala seorang gadis yang sakit dibawa berobat kepadanya. Sakit yang tak biasa, karena iblis yang merencanakannya. Sampai gadis itu akhirnya tinggal di tempat pendeta. Setan yang terus saja mengganggu sang pendeta hingga Barseso pun khilaf, menggauli sang gadis sampai hamil.

Untung tak dapat diraih. Setan pun membisiki agar sang pendeta membunuh si gadis dan menguburkannya. Hal itu diketahui oleh keluarga si gadis, Barseso pun dihukum mati. Di tengah hukuman, setan mendatangi pendeta dan berkata, "Bersujudlah padaku, maka aku akan menyelamatkanmu."

Saat Barseso sujud, saat itulah kemenangan bagi setan. Walaupun setan takut pada Allah, tapi tak pernah berhenti menggoda manusia. Seperti dalam Alquran surat Al Hasyr ayat 16 dan 17, Allah berfirman :

"(Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu!" Kemudian ketika manusia itu menjadi kafir ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam."

"Insyaallah secepatnya, Gus Azzam akan menceritakan seperti apa dirinya. Dia memang sulit ditebak, tapi setidaknya dia sudah menjatuhkan pilihan."

"Pilihan yang salah karena menikahi Nisa."

Bu Bila tersenyum, memang tak ada yang diceritakan Gus Azzam tentang Nisa. Namun, dia tahu seperti apa pernikahan gusnya itu dengan Ning Miftah. Tahu bagaimana murkanya Gus Azzam saat tahu undangan telah disebar dan menjadi satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan harga diri pesantren. Syarat pernikahan yang dilontarkan Gus Azzam sehari sebelum pernikahan dilangsungkan. Bahkan hanya Bu Bila yang tahu air mata mengalir dari mata Gus Azzam secara diam-diam, sebelum akad nikah diucapkan.

Awalnya Bu Bila menduga kecantikan Nisa, tutur kata, atau kepintarannya yang bisa menarik perhatian Gus Azzam. Jelas semuanya itu menandingi Ning Miftah. Sebelum akhirnya bertemu sendiri dengan Nisa yang buruk rupa. Kini Bu Bila pun tak tahu apa yang membuat Gus Azzam mencintai Nisa.

"Tidak ada yang salah, Nduk. Tidak ada. Mungkin inilah jalan yang harus kalian lewati terlebih dahulu. Ada rahasia yang kita sendiri tak tahu."

=

Revisi terus yaaa. Republish. Yuk siapa yang belum baca? Kasih komen yaaa.

Istri Kedua Gus (SUDAH TERBIT DAN AKAN DIFILMKAN)Where stories live. Discover now