BAGIAN 4

1.1K 48 3
                                    

"Sebelum kita saling membuka diri, ada sesuatu yang ingin kuketahui darimu," kata Rangga.
''Tentang apa?" tanya Retna Nawangsih.
"Kau tadi bilang, bahwa kau tahu persis tentang keluarga Adipati Karang Setra. Apa kau bisa menunjukkan sesuatu agar aku dapat percaya?''
"Semua putra-putra Gusti Adipati Arya Permadi dibekali dengan seuntai kalung yang bentuknya sama dengan cincin ini," sahut Retna Nawangsih sambil menunjukkan cincin di jari manisnya.
"Ada berapa orang putra dari adipati itu?" pancing Rangga.
"Persisnya aku tidak tahu, tapi putra syah hanya satu yaitu Kanda Rangga Pati Permadi."
"Kau selalu menyebut-nyebut Rangga dengan panggilan Kanda," dengus Rangga.
"Maaf, Bibi Guru Dewi Purmita memang membiasakan aku untuk menyebutnya begitu."
Rangga terdiam sesaat. Masih banyak yang belum dia ketahui tentang gadis ini, juga gurunya yang seringkali disebut-sebut. Kini Rangga sudah  bisa menebak bahwa guru Retna Nawangsih pasti tahu banyak tentang keluarga adipati. Tapi siapa sebenarnya Dewi Purmita itu ... ? Pertanyaan   itulah yang selalu mengganggu benak Pendekar Rajawali Sakti.
"Retna, apakah  kau tahu tanda lain yang ada pada putra Adipati Karang Setra?" tanya Rangga  lagi.
''Ya," sahut Retna Nawangsih. "Pada punggung Adipati Arya permadi ada gambar segitiga dengan beberapa lingkaran di tengah-tengahnya.   Gambar itu bentuknya kecil dan hampir menyerupai andeng-andeng. Dan tanda itu adalah merupakan anugerah dari dewa untuk adipati, dan  akan menurun pada putranya."
"Kalau begitu, adipati yang sekarang ini punya tanda seperti itu?"
"Tidak! ".
"Lho, kenapa?"
"Gusti Wira Permadi hanyalah putra dari selir, jadi tidak memiliki tanda itu pada punggungnya. Soalnya hanya keturunan yang syah saja yang  mempunyai tanda itu. Dan aku tidak tahu pasti, berapa putra adipati dari selir-selirnya. Yang aku tahu, hanya satu putra yang syah. "
Rangga tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Memang bukan hal yang aneh kalau seorang adipati mempunyai banyak selir di samping  istri yang syah. Begitu juga dengan kebanyakan raja-raja. Jadi tidak heran kalau banyak putra keturunannya. Tapi menurut tata krama, hanya  putra yang syah saja yang berhak untuk menggantikan kedudukannya.
"Kalau kau mau lebih jelas tentang keluarga adipati, sebaiknya tanyakan  saja pada guruku, atau pada Ki Lintuk, Paman Bayan Sudira atau yang lainnya. Mereka adalah orang-orang yang setia pada Gusti Adipati Arya Permadi. Dan mereka mengundurkan diri dari pemerintahan saat adik tiri dari Gusti Arya Permadi mengangkat dirinya sebagai adipati ketika berita tentang musibah di Bukit Cubung tersiar. Tapi kini kedudukannya   sudah digantikan oleh Arya Permadi yang berhasil menggulingkannya. Namun keadaan bukannya bertambah baik, malah sebaliknya bertambah  buruk.” lanjut Retna  Nawangsih.
"Di mana gurumu tinggal?" tanya Rangga.
"Di Gunung Batur Kuring. "
Kembali Rangga menganggukkan kepalanya. "Rasanya aku sudah cukup banyak membuka diri. Dan sekarang giliranmu, Kakang," kata Retna Nawangsih  menagih.
Rangga tampak tersenyum. Sejenak dia hanya berdiam diri. Kemudian dia mulai menceritakan perihal dirinya yang sebenarnya. Sementara Retna Nawangsih hampir tidak percaya dengan keterangan Rangga. Dia memang sudah menduga sebelumnya, tapi belum sampai untuk mengutarakannya. Kini dia buru-buru berlutut dan memberi hormat begitu mengetahui bahwa Rangga adalah putra tunggal dari Adipati Karang Setra yang hilang dua puluh tahun yang lalu di Bukit Cubung.
Dan Retna Nawangsih bertambah yakin setelah Rangga memperlihatkan kalung segitiga dengan beberapa lingkaran di tengahnya, juga di punggungnya bergambar sama dengan kalung itu. Sementara Rangga yang tidak ingin dirinya dianggap lebih dari manusia kebanyakan, segera membangunkan Retna Nawangsih.
"Maafkan hamba, Gusti. Sikap hamba tidak pantas selama  ini," kata Retna Nawangsih masih tertunduk.
"Sudahlah, kau tidak perlu bersikap sungkan begitu. Ingatlah akan janji kita! Kau harus bersikap wajar dan jangan membocorkan rahasia ini pada siapa pun juga," kata Rangga mengingatkan.
"Hamba berjanji, Gusti."
"Ah, sebaiknya kau tetap saja memanggilku Kakang,"  jengah  juga Rangga dengan sikap gadis ini.
"Hamba,  Gusti."
"Retna, maukah kau mengantarkan aku untuk menemui gurumu?" pinta Rangga.
"Dengan senang hati, Gusti."
"Wah ... , wah! Kalau kau tetap saja memanggilku dengan sebutan itu, bisa celaka  nanti.” gurau Rangga. "Maaf.  Hamba ... , eh aku ... " Retna  Nawangsih tiba-tiba jadi gugup.
"Sudahlah, Retna. Sebaiknya  kita segera berangkat sekarang menuju Gunung Batur Kuring untuk menemui gurumu," ajak Rangga sedikit tak sabar.
Retna Nawangsih hanya mengangguk saja. Kini dia jadi rikuh sendiri setelah mengetahui siape sebenarnya pemuda itu. Kemudian kernbali melanjutkan langkahnya. Tapi kali ini tujuannya sudah pasti, yaitu ke Gunung Batur Kuring!
***

14. Pendekar Rajawali Sakti : Api di Karang SetraWhere stories live. Discover now