Contact Person

662 81 1
                                    

Vote. Read. Komen. Gracias... 😘

💙💙💙

Aku tau, sejak pertama datang, semua perhatian jelas tertuju ke arahku. Inilah hal yang paling tidak aku sukai dan sesuatu yang membuatku tidak terlalu baik dalam bersosial.

Aku tidak suka menjadi pusat perhatian jika tidak sedang menjalankan pekerjaanku. Dan sekarang, hei ada apa? Aku bahkan tidak melakukan kesalahan. Lalu kenapa mereka membuatku seolah sudah melakukan hal tidak bisa dimaafkan. Ayolah, haruskah hatersku terus bertambah setiap harinya?

Jika aku cantik, apa itu salah mamiku yang sudah melahirkanku? Jika aku tinggi semampai, salah papiku kah yang sudah menurunkan hal baik itu? Kulit putih warisan mami ini jelas membuat penampilanku semakin terlihat baik. Hah! Ya Allah, maafkan karena sekarang aku sedang menyombongkan segala yang Kau berikan padaku.

Baiklah! Mungkin wajah tak bersahabat yang papi turunkan ini membuat banyak orang semakin berpikir yang tidak-tidak padaku. Toh aku tidak pernah peduli itu.

Tapi kali ini berbeda. Aku sedang tak ingin punya masalah dengan mereka karena saat ini suasana hatiku tidak terlalu baik. Declan baru saja pergi dan itu membuatku cukup tak enak hati. Jadi sekarang tolong, jangan membuat masalah padaku yang sedang ingin berbaku hantam ini.

Hanya karena aku pergi bersama dengan Kendra ke tempat fashion show yang ternyata juga memakai jasa pria itu sebagai model, aku merasa sudah menjadi tersangka dengan dakwaan sangat berat saat ini.

"Ngapain pake acara barengan sama Kendra sih, Ci?" Mbak Remi mulai mengomel di belakangku yang sedang didandani oleh Qila.

"Ngapain pake gak ngangkat telpon sih, mbak?" Dan aku dengan senang hati membalas dengan kalimat sarkas. Terdengar dengusan dari Mbak Remi di belakang sana. "Gak Mbak Rem, gak Daven, Qila juga ikut-ikutan gak ngangkat telpon aku coba. Di tengah teriknya matahari yang baru aja muncul dari tidurnya, Kendra kayak oasis di gurun pasir gitu. Gak mungkin dong aku tolak tawaran dia, mbak. Sedangkan aku suffering sendirian begitu di jalan."

"Ngomel terus, Ci. Ngomel!" Aku tersenyum tipis mendengar mbak Remi yang mulai kesal dengan ocehanku.

"Gue kesiangan bangun gara-gara tidur lagi habis subuhan dan handphone gue silent, mbak Ci. Makanya gak ngangkat telpon lo," ujar Qila membela dirinya.

"Si Sola lagi rewel karena flu, Ci. Mbak mana sempet sih bawa hp ke mana-mana kalo anak rewel begitu." Mbak Remi juga berusaha mencari alasan. Tapi jika sudah Sola menjadi bahan untuk beralasan, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula, orang tua terkhusus ibu memang selalu mendahului anak-anaknya.

"Kalo ada Daven di sini, pasti si Ranti dibawa-bawa juga nih buat memperlengkap alasan yang sudah ada," ujarku dengan nada pura-pura kesal.

"Hati-hati terus, Ci. Declan lagi jauh dan sekarang gosip kamu sama Kendra lagi meluas banget, cuma karena kalian barengan ke sini. Mereka gak tau atau memang gak mau tau sama cerita dibalik kenapa kamu bisa sama Kendra ke tempat ini. Karena yang mereka butuhin itu penguat untuk semakin mudah membenci kamu. Jangan sampai yang mereka pikir bener-bener terjadi."

Aku tau bahwa Mbak Remi sangat mengkhawatirkan hal itu. Tapi aku benar-benar sedang tidak berniat untuk menyukai siapa pun saat ini. Lagipula, Kendra belum tentu menyukaiku juga, kan?

"Denger gak, Cia?"

Aku tersentak saat suara Mbak Remi kembali terdengar. "Iya, Mbak Rem. Denger kok," jawabku lirih.

"Demi kebaikan kamu. Juga nama baik suami kamu." Aku tidak memprotes ucapan Mbak Remi.

"Demi nama baik keluarga besar kedua belah pihak juga, mbak Rem," ujar Qila menambahi.

JOTA AND I (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang