Interview Game

689 93 16
                                    

Vote dan komen jangan lupa, ya. Gracias... 😇

💙💙💙

Sungguh melelahkan sekaligus menyenangkan bisa melakukan pekerjaanku dengan sangat apik meski harus mengorbankan waktu istirahat.

Setelah pulang dari luar kota waktu itu, aku kembali disibukkan dengan pekerjaan di Jakarta yang tidak berjeda. Aku bahkan hanya bisa tidur dalam beberapa jam saat malam menjelang.

Dan sepertinya, Declan juga punya kesibukan yang sama padatnya denganku. Sering tak kudapati pria itu saat aku kembali ke rumah.

Setelah mengetahui di mana Declan tidur, aku jadi selalu melihat ke ruangan bertutup tirai besar itu saat pulang dari kerja untuk memastikan apakah pria itu berada di sana atau tidak.

Aku masuk ke apartemen tepat pukul 11 malam, setelah menyelesaikan pekerjaan hari ini. Dengan langkah gontai, aku langsung menuju ke tirai besar itu.

Jika memang festival yang Declan sebutkan akan berlangsung dua minggu mendatang, harusnya Declan sudah berada di rumah karena dua minggu itu akan berakhir dalam dua hari ke depan.

"Jota," panggilku pada ruangan gelap tanpa penerangan.

Segera aku menyalakan lampu kamar yang ternyata kosong itu. Aku menghela napas kuat. Pria itu masih belum berada di rumah. Aku juga tidak bisa menghubunginya. Beberapa pesanku hanya mendapat centang dua biru tanpa ada balasan dari sang penerima.

Sepertinya, Declan memang benar-benar sibuk.

Aku melangkah untuk masuk lebih dalam ke kamar pria itu. Wangi Declan menyebar ke seluruh ruangan. Biasanya, dia akan menghidupkan lilin aromaterapi jika di rumah. Tapi kali ini, hanya baunya yang tertinggal.

Perkiraanku, Declan sempat pulang tapi tidak lama dan langsung pergi. Hah! Pria itu sama gilanya denganku jika sudah menyangkut dengan pekerjaan.

Dengan masih memakai baju untuk kerja, aku berguling dan menggerakkan tubuhku di atas tempat yang selama ini dipakai Declan untuk tidur setelah menjadi suamiku. Mungkin karena terlalu lelah, bedsofa ini menjadi sangat nyaman.

"Astaga!" Terdengar umpatan lirih dari seseorang yang baru saja masuk ke kamar ini.

"Jotaaaaaaa," teriakku dengan senyuman lebar dan tangan yang bergerak di udara untuk menyapanya tanpa berniat mengubah posisiku yang masih rebahan. "Long time no see. Rindu gak sih?" tanyaku dengan nada ceria.

"Apaan, Ivy?" sungutnya sembari masuk dan meletakkan ransel di ruang pakaiannya. "Buat kaget aja, sih," sambungnya setelah keluar dan melihatku dengan wajah datar.

Aku langsung meluruhkan senyuman dengan tatapan kesal pada Declan yang sekarang sudah membuka sepatunya.

"Ngapain lo di sini?" tanyanya, melirikku.

Aku kembali berbaring dengan nyaman. "Tadinya mau ngeliatin lo udah pulang apa belum. Waktu liat kamar ini kosong, gue jadi males gerak lagi. Baring deh di sini," jawabku tanpa melihatnya.

"Kerjaan lo udah selesai?" Aku tersenyum dengan mata terpejam saat mendengar pertanyaan-pertanyaan itu dari Declan. Sepertinya aku dan dia akan kembali melakukan percakapan sederhana itu.

"Udah. Jadi minggu depan gue banyak luang. Ke pemotretan reguler aja. Lo gimana?"

"Udah juga. Besok monitoring akhir. Malem senin festivalnya mulai. Malem kamis, pengumuman pemenang," jawabnya dengan terus melakukan sesuatu di sana. "Lo ada waktu gak itu malem kamis?"

Aku kembali tersenyum. "Ada. Tenang aja. Lagian gak mungkin kita gak pergi berdua, kan? Gosip yang udah mereda bakal muncul lebih ganas lagi pasti," balasku yang hanya dibalas dengan gumaman olehnya. "Jota," panggilku.

JOTA AND I (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang