Berbeda Kita

33 0 0
                                    

Melihat sebuah kaca mobil yang terparkir didepan rumah kostku. Ternyata itu mobil Leon. namun kali ini bukan mobil Fortuner hitam. Melainkan kali ini berwarna putih. Mungkin itu mobil ayahnya. Memang bukan penampakan asing lagi. Beberapa kali seminggu, Leon selalu main ke rumah Dewi. Entah apa yang mereka Lakukan. Tersimpan sedikit kecemburuan dalam hati kecil ini. tersimpan dalam lubuk hati yang paling dalam. Terjerembab dalam perasaan suka pada sang Dewi. Namun pikiran dan Logika ini menepis segala prasangka. Dua temanku itu terlihat begitu ceria sore itu. keluar rumah dengan candaan yang sangat mengakrabkan. Aku melihatnya ketus. Keduanya menaiki mobil putih itu dari kedua pintunya. Berjalan perlahan tapi pasti. Semakin lama semakin tak terlihat oleh mata. Jauh. Memang aku, Dewi dan Leon sudah menjadi teman dekat cukup lama. Namun ada yang aneh dengan mereka. apakah sikap Dewi yang terlalu friendly yang membuat mereka menjadi seperti itu? Apakah kini Dewi suka kepada Leon? atau mungkin Leon yang mulai menyukai Dewi? Pikiran-pikiran itu melai menyeruak masuk kedalam hati. Namun tetap saja, logika dan akal sehatku menepis semuanya. Tidak mungkin mereka seperti itu. dalam lamunan panjang aku memikirkannya,

"Woyy... ngelamun aja, udah mau maghrib. Mandi sana" Aji mengagetkanku dengan melempar handuknya.

"Yeee... aku udah mandi ya" jawabku menyeringai

"mandi apa kamu? Masih dekil begitu?" sedikit mengejek, matanya memelototiku.

"Mandi Cinta hahaha" tertawa, sambil berjalan masuk kedalam rumah.

"Makan tuh cinta" menggerutu sambil tertawa.

Hening sejenak

"Ji, menurutmu kalo perempuan dan laki-laki sahabatan itu bagaimana?" aku menatap wajahnya dengan tatapan serius

"Gini Jar, ada dua kemungkinan" dia perlahan duduk disampingku. "Antara mereka memang bersahabat karena merasakan perasaan yang senasib atau ada salah satu yang diam-diam menyimpan perasaan lebih namun takut utuk mengungkapkannya, bahkan mungkin dua-duanya yang menyimpan perasaan."

"Jadi, kemungkinan mereka bisa saling menyukai?" sahutku cepat.

"Mungkin saja Jar, tapi itu cuma menurutku" jawabnya ragu.

Pikiran-pikiran tentang Dewi dan Leon terus menyeruak didalam ikiranku. Rintikan hujan membuat perasaan menjadi semakin kelu. Aku segera beranjak masuk kedalam rumah. Hujan mulai turun semakin deras. Langit menjadi begitu gelap. Cahaya matahari mulai minim sekali. Kamarkupun menjadi gelap. Aku mencoba menghidupkan lampu kamar. Perlahan tanganku meraih saklar yang berada diantara tulisan-tulisan puitis di dinding. Baru beberapa detik lampu aku nyalakan, tiba-tiba padam. Listrik di kota ini padam dengan sendirinya. Suasanya semakin gelap gulita. Hanya cahaya remang-remang yang tersisa menyusup sedikit dari balik jendela. Raga ini ingin pasrah akan semuanya, ingin pasrah pada cahaya yang semakin memudar, gelap. Ingin pasrah kepada listrik yang padam. Dan raga ini memasrahkan untuk tidur diatas pembaringan, sejenak. Aku melihat layar hanphon yang tiba-tiba menyala. Aku meraihnya dengan tangan kananku perlahan. Ada pesan Whatsapp dari Dewi masuk, terdapat sebuah foto yang ia kirimkan. Foto selfy dirinya dengan Leon sedang berada didalam mobil. Dewi dengan tampang cerianya dan Leon tetap saja dengan mimik muka yang kaku dan cuek. Keduanya saling berhimpitan untuk mendapatkan frame yang pas ketika melakukan selfy. Mataku tidak berkedip beberapa detik. Namun jemariku begitu cekatan menutup foto itu dari layar handphon. Dan membuka twitter untuk menulis sebuah kata yang timbul dari hati yang sedang gundah.

"Cemburu itu memang sakit, namun lebih sakit jika tidak bisa memilikinya untuk selamanya".

Suasana kamar yang remang-remang tanpa cahaya membuat rasa kantuk menikamku. Kelopak mata pelan tapi pasti tertutup dengan sendirinya. Dan aku mulai terjebak dalam tidurku yang begitu indah, indah tanpa memikirkan apa-apa. Termasuk memikirkan Dewi.

Surau Kecil Diatas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang