Tapi Cinta Tidak Sebodoh Itu

37 0 0
                                    

Lorong itu terlihat gelap. Hanya diterangi sebuah lampu bohlam remang-remang. Aku berjalan menyusurinya bersama Dewi. Malam itu kami berdua pulang dari kampus agak larut. Setelah kami berdua makan malam disebuah warung tenda di depan kampus. Disudut persimpangan jalan yang sepi itu kami berdua melihat tiga orang laki-laki sedang cekcok. Tepat didepan tempat hiburan malam dengan gemerlap lampu warna-warninya. Satu laki-laki terlihat tidak berdaya dipukuli oleh dua orang yang lebih besar darinya, lalu ditinggalkannya terkapar di depan tempat itu. Aku spontan ingin menolongnya, meskipun Dewi menarik lenganku sebagai isyarat untuk berhati-hati. Dengan niatan yang tulus aku memberanikan diri untuk menolongnya.

"Mas mas... tidak apa-apa mas?" aku memastikan kondisi orang itu, dalam pencahayaan yang sangat minim. Sulit sekali untuk melihat dan mengenali wajahnya. Spontan aku meneranginya dengan cahaya hanphonku. betapa kagetnya aku, ternyata orang yang terkapar babak-belur didepanku adalah Leon temanku. Dia telah mabuk disbuah tempat hiburan malam itu. tanpa pikir panjang aku membopongnya pulang. Dewi sedikit membantu mengangkat tangan kirinya. Entah apa yang ada dipikiran Leon saat itu hingga dia mabuk berat dan membuat onar disana. Sesampainya di rumah Leon, kami membawa Leon masuk ke rumahnya. Ayahnya membukakan pintu untuk kami, dan mengarahkan kami ke kamar Leon. Di ruang tengah aku melihat seorang wanita berbaju biru muda yang sedang duduk di sofa. Entahlah siapa itu. Kami membaringkan Leon, membersihkan lukanya dan berdoa agar teman kami ini tidak apa-apa. Aku melihat Dewi dengan ekspresi cepas mengelap darah yang ada di dahinya.

"Dewi, aku dimana?" leon membuka matanya sambil menyingkirkan tangan Dewi dari dahinya

"Tadi kami menemukanmu didepan tempat hiburan malam dengan kondisi mabuk, jadi membawamu kesini" aku menjelaskan spontan

"Kamu bilang udah berhenti ke tempat seperti itu, kamu bilang udah gak mabuk lagi. Kamu Bohong!" Dewi menyela sambil menyeka air matanya, melihat sahabatnya itu babak belur.

"Maaf" ucap Leon singkat

Malam semakin larut, sudah lama kami mendampingi Leon. Dan kami harus pulang. Kami pamitan kepada Leon, Ayahnya dan seorang wanita berbaju biru itu. Ketika aku dan Dewi baru sampai didepan pintu. Terdengan suara Leon dan Ayahnya seperti sedang bertengkar. Menggunakan nada tinggi. Tak jarang suara menda jatuh kami dengar, seperti sedang dilempar. Aku mulai berpikir yang tidak-tidak.

"apa mungkin karena Wanita itu?" aku bergumam dalam hati. Namun kami tidak ingin ikut campur lebih jauh lagi. Itu urusan keluarga mereka.

Diperjalanan pulang Aku dan Dewi membicarkan Leon. Kasihan sekali dia berada dalam tekanan seperti itu. Ibunya meninggalkan ayahnya untuk laki-laki lain. Dan ayahnya kini membawa wanita baru kedalam kehidupannya tanpa restu dari Leon. Leon sangat mencintai ibunya. Akhirnya kami sepakat untuk selalu membantu dan menemani Leon dalam mengatasi masalahnya. Walaupun dulu aku sangat benci kepada Leon. Tapi semenjak aku tahu latar belakang yang membuat dia seperti itu. aku berusaha mengerti dan menolak egoku sendiri. Kami pulang dengan pikiran yang tidak tenang. Memikirkan Leon.

Keesokan harinya Leon duduk bersama Dewi di foodcourt kampus. Leon sangat berbeda saat itu. Tatapannya hanya ada tatapan kosong. Dewi dengan setia berada disampingnya. Tangan Dewi memegang pundak Leon menenangkannya.

"Fajar menyukaimu Dewi" Leon berkata kepada dewi dengan tatapan tajam.

"Ah.. kamu ngomong apa sih? Kita hanya teman kok, gak lebih" dewi menyeringai kearah Leon.

"Apakah kamu tidak bisa merasakannya?" Nada bicara leon kian meninggi

Dewi hanya terdiam, sambil menatap mata Leon. Ia sedikit bingung tentang perkataan Leon itu.

"Kemarin aku melihat Fajar memandangi foto-foto kalian, tatapan matanya tidak bisa berbohong"

Dewi tetap terdiam mendengarkan perkataan Leon. Aku melihat Dewi dan Leon sedang duduk bersama. Sepertinya mereka sedang membicarakan hal serius. Aku menghampirinya penasaran. Leon menatapku dengan tatapan tajam, entah apa maksutnya. Dewi hanya tersenyum datar kepadaku. Dewi mempersilahkanku duduk dibangku kosong yang ada didepannya. Entah kenapa, Leon pergi tanpa permisi. Sepertinya dia kurang senang dengan kedatanganku.

Surau Kecil Diatas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang