7 | Hasil Takkan Berbohong

45 3 0
                                    

Aluna menyusuri koridor menuju kelasnya di ujung sana. Sepanjang koridor banyak orang yang memberinya senyuman, sapaan hingga ucapan selamat.

Bahkan sahabat dan orang terdekatnya memberikan snack favoritnya seperti coklat, keripik kentang dan snack lainnya bahkan se-cup Mochaccino bertuliskan Coffee shop terkenal juga ia dapatkan.

Aluna canggung dengan kondisi seperti ini, bukannya dulu dia hanya pemeran figuran? Orang yg mengenalnya hanya sekedar lingkup teman kelas walaupun ia juga pastinya tahu orang orang populer di luar kelasnya.

Namun kini, ia bak gadis gadis populer novel atau telenovela yang cantik dan dikagumi laki - laki padahal sebenarnya ia risih diperlakukan seperti ini atau mungkin saja 'belum terbiasa'.

"Kak Aluna!"

Panggilan dari suara cempreng itu membuatnya berhenti mencari asal suara. Dari arah depan kelas X IPS 1, seorang gadis kemudian berlari mendekat.

"Kak Al, selamat yah. Gila, tadi keren banget speech-nya, debat kalian juga mantul banget, gak salah sih kak Bagas sama kak Aluna yang terpilih untuk pilketos tahun ini. Kakak memang the best deh"

Aluna hanya tersenyum simpul menanggapi ocehan Vina, adik kelasnya itu. Gemas dengan pipi tembem Vina yang tak kalah dengan miliknya ia mencubitnya gemas

Setelah puas mendengar rintihan sekaligus rengekan manja Vina, ia meminta maaf dan berterima kasih atas pujian Vina tadi lalu berlalu menuju tujuan awalnya namun baru beberapa langkah Vina memanggilnya kembali

"Kak!"

"Hampir aja aku lupa ngasih ini" sebuah buket kecil bunga Lily putih yang indah di sodorkan Vina padanya "Oiya kak, dan ini juga. Aku harap kakak datang yah"

Sebuah kertas nuansa hitam putih yang bisa Aluna tebak dari jauh adalah undangan pesta ulang tahun, terlihat jelas dari tulisan khas dan gambar kue ulang tahun juga turut diberikan Vina. Aluna tersenyum dan mengangguk pasti.

"Ciee yang dikit lagi mau ultah"

"Spesial untuk kakak, ada orang yang akan jemput kakak. Pokoknya kakak tenang aja, cukup dandan yang cantik dan telpon Vina kalau udah siap."

Mendengar penuturan Vina, Aluna terkejut sekaligus heran "Hah untuk apa? Gak usah lah kayak apa aja aku ini. Kakak kan bisa bawa motor kesana Vin, atau tempatnya gak boleh bawa motor?"

"Apaan sih kak, nggak lah. Bukan gitu maksud aku, masa kakak udah dandan cantik abis itu naik motor ya luntur dong cantiknya"

"Kalau gitu bisa pesan mobil di aplikasi online Vin atau kalau emang mobil di rumah gak lagi dipake ya aku bawa mobil kok "

"Enggak kak, pokoknya kakak harus dijemput. Aku bakal ngambek sama kakak kalau kakak nggak dijemput"

"Tapi Vin.."

Belum selesai Aluna menjelaskan, bunyi bel terdengar menggema seisi sekolah, tanda istirahat kedua telah berakhir

"Aku duluan ya kak, pelajaran pak Martin soalnya. Nanti kalau telat gak dibiarin masuk lagi, bye kak"

Aluna hanya menghembuskan nafasnya kasar dan kedua matanya mengikuti langkah Vina yang berlari menuju kelasnya. Beralih dari Vina, Aluna lalu melanjutkan perjalanannya menuju kelas namun baru sampai dipintu kelas, seseorang tampak berdiri menyender di kusen pintu kelas.

Sebenarnya bisa saja Aluna langsung masuk melewati namun tidak enak rasanya kalau dia melakukan itu.

"Eh Gandhi!"

Orang yang disapa Aluna tetap diam namun pandangannya menusuk tepat ke arah Aluna. Risih sekaligus mengerti dengan apa yang Gandhi lakukan, Aluna tersenyum tipis dan pamit untuk masuk ke dalam.

Gadis MochaccinoWhere stories live. Discover now