Thanks to My Youth

3 1 0
                                    

    A story based on Bolbbalgan4's song, To My Youth. Happy Reading.

           Pernah terbesit di pikiranku banyak sekali pertanyaan yang Aku sendiri tidak tahu apa jawabnya. Apa jadinya jika Aku tidak pernah terlahir di dunia ini? Apa yang akan terjadi jika Aku lenyap dari dunia ini? Pandangan orang, mengapa sebegitu menakutkan?

"Apa yang sakit dari dirimu?"

Hari ini Aku putuskan mengunjungi Psikiater yang mungkin bisa menangani masalahku. Wajah cantik nan ramah itu masih melihatiku, bisakah dia menebak apa yang kurasakan?

"Aku tidak bisa menangis."

"Kapan terakhir Kamu menangis?"

Pandanganku menyisir seisi ruangan, mencoba mengingat kapan terakhir kali Aku menangis. Aku lupa.

"Apa yang membuatmu takut?" tanyanya lagi seolah tahu bahwa Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya.

"Manusia?"

"Kenapa?"

"Pandangan mereka entah mengapa seolah bisa kapan saja membunuhku."

"Pernah menonton film atau mendengar lagu yang sedih?"

"Sudah berapa kali Aku mencoba, mereka hanya terlihat menyedihkan bagiku."

"Sudah mencoba bercerita kepada orangtuamu?"

"Mereka hanya diam melihatiku bercerita."

~~~

"Bisa ceritakan apa yang terjadi padamu selama satu bulan terakhir ini?"

Aku menyanggupinya sambil mengingat seluruh kejadian yang kualami sebulan terakhir. Tidak ada yang menarik tapi entah mengapa sedikit menyenangkan bagiku saat tahu ada yang ingin mendengar ceritaku.

"Aku sibuk menyiapkan semuanya," ucapku.

Menyiapkan segala hal untuk hari ulangtahun pernikahan orangtuaku, mulai dari mengabari kerabat dekat dan lainnya. Semuanya berjalan lancar sampai Aku sendiri curiga kenapa bisa semua terhitung berjalan sangat lancar? Bukankah itu menjadi ketakutan tersendiri bila yang kita inginkan berjalan sesuai dengan keinginan tanpa ada halangan sedikitpun? Tapi yang kurasakan saat itu hanya perasaan senang dan bahagia.

"Di mana perayaan dilakukan?"

"Salah satu rumah Kami."

Aku kembali mengingat dan siap bercerita. Suaraku tidak bisa keluar, mataku berkaca-kaca.

"Hari itu.... Aku... menyetir mobil dan......"

"Ada apa?"

Aku tidak bisa menjawabnya, yang kulakukan malah menutup wajahku lalu menangis tanpa suara.

"Bagaimana rasanya? Menyakitkan atau menyenangkan bisa menangis?"

Aku masih menangis, seluruh tubuhku bergetar seolah rasa sakit yang selama ini Aku tanggung ikut luruh seiring banyaknya Aku mengeluarkan air mata.

"Orangtuaku, mereka meninggal dunia karena Aku."

~~~

"Patah hati memang menyakitkan, menangis bisa membuatmu lega setelahnya, tetapi tidak bisa menangis karena terlalu sakit itu hanya menyiksamu. Kepada masa mudaku, bahagialah jika sudah saatnya. Bolbbalgan4 – To My Youth akan berbisik indah di telinga Anda."

Bagaimana bisa penyiar radio yang tak kukenal tahu persis keadaanku sementara Aku sendiri tidak. Lagu itu bersenandung di dalam taksi yang kunaiki, Aku kembali menangis. Membiarkan waktu berjalan memang menjadi obat terbaik bagiku, memaksa diriku untuk terus menghadapi kenyataan.

Berkat teman-temanku Aku bisa menjalani kehidupan normal, Aku bisa tertawa dan lupa caranya menangis. Sekarang Aku takut mengatakan bahwa 'Aku bahagia', karena Aku pernah terlalu bahagia sampai Tuhan malah mengambil sumber kebahagiaanku. Pandangan orang lain dan juga temanku tidak semenakutkan yang pernah kubayangkan, diriku hanya menolak rasa simpati mereka.

Mengetahui kenyataan yang pahit memang akhirnya hanya membuatku sakit lagi. Seberapa menyakitkan? Sangat menyakitkan hingga membuatku tidak bisa membedakan apakah Aku sedang menjalani hidup yang normal atau malah sebaliknya?

Dan Aku tidak bisa menyerah begitu saja, terimakasih diriku, sudah bertahan hingga saat ini. Aku mencintaimu.

#theend

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 05, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Song  of LifeWhere stories live. Discover now