1.

1.6K 55 26
                                    

Aku masih tidak ingat. Waktu pertama bertemu dia, aku sepertinya ingat sesuatu. Sayangnya, aku sedang mengacau. Sangat mengacau. Seperti biasa. Aku sedang berkumpul dengan teman-temanku untuk membuat kekacauan baru. Aku suka sekali membuat keributan. Kupikir hidup ini akan semakin indah saat kita menemukan tantangan baru. Terlebih setelah rentetan rasa sakit kehilangan seseorang.

Hari itu, aku tidak terlalu peduli dengan kehadirannya yang sesekali menimpali obrolanku. Sepertinya dia juga orang yang senang dengan keributan dan hal-hal yang menantang. Aku mulai tertarik bicara dengannya . Dia pun sepertinya juga begitu meski aku tidak tahu apa alasannya. Lalu dia ingin mengenalku karena rasa penasaran itu. Dia mulai bertanya siapa diriku. Aku pun begitu. Setahuku dia teman dari temanku. Aneh memang. Aku merasa pernah mengenalnya. Seperti pernah bertemu, tetapi lupa. Pernah dekat, tetapi sepakat untuk tidak saling mengingat.

"Hey, dari tadi ngobrol belum tahu namanya. Boleh tahu kamu siapa?" tanyanya. Senyum manis di wajah yang sedikit angkuh dengan tatapan sangat teduh itu sesaat menyihirku. Aku merasa membeku di tempatku berdiri. "Hey, are you there?"

"Eh, hey, aku hanya seorang pengacau," jawabku sambil berusaha menguasai keadaan dengan kesombongan yang sedikit kupaksakan.

"Your name, please?" Lagi-lagi kamu menatapku seperti itu.

Entah kenapa kamu seperti berusaha menebar racun asmara di depanku. Aku tak sanggup melihat sorot matamu yang kian meneduhkan itu.

"Siapa kau ini yang begitu ingin tahu tentang aku?" Aku memasang wajah tak peduli.

"Oke. Aku sebenarnya tahu siapa kamu. Aku hanya ingin mendengar langsung darimu." Kamu tersenyum penuh arti. Membuatku jadi salah tingkah.

Dosa mana yang dia tahu. Seandainya dia tahu tentang aku dari temanku, pasti tingkah minusku yang mereka ceritakan, bukan prestasi yang bisa dibanggakan.

"Apa yang kamu tahu?" tanyaku penasaran.

"Semuanya!"

"Semua?" Astaga. Ini berarti dia juga tahu tentang seseorang yang ingin kukubur namanya dalam-dalam.

"Kenapa kaget gitu? Kamu takut aku mengenal dia?" Dia tersenyum penuh kemenangan padahal perang belum dimulai.

"Nggak juga. Aku nggak bersalah. Jadi kenapa harus takut."

"Ya, aku tahu kamu nggak bersalah." Kulihat matamu tulus melukiskan empati dalam ucapannya.

"Makasih," jawabku singkat.

"Awas, jangan jatuh cinta. Aku hanya bilang aku tahu kamu nggak bersalah." Aku merasa tertampar dengan ucapan itu. Kesombongan pertama yang kau ciptakan di hari itu mengingatkan aku pada seseorang.

"Wah pede ya, Anda. Aku bukan orang yang gampang jatuh cinta. Kita lihat nanti siapa yang akan meleleh duluan." Aku ingin berlalu sambil mengedipkan mataku. Tiba-tiba dia meraih tanganku.

"Aku, Al. Apa kamu lupa?" Cowok yang mulai kucap angkuh itu ternyata bernama Al. Al siapa aku tidak tahu.

Otakku bekerja keras mengingat seseorang dengan nama sama yang pernah kukenal sebelumnya. Apa mungkin dia orang yang sama? Yang dulu penuh perhatian? Kenapa luka di hati ini membuatku susah mengenali pria lain selain Dre.

"Aku tahu siapa kamu," balasku pura-pura.

"Sejauh apa kamu tahu tentangku?" Tiba-tiba wajah Al memerah. Panik. Ada amarah yang mengusir sorot mata teduh itu. Kini sinar teduh itu sirna berganti kemarahan, kecemasan, dan kekecewaan. Aku hanya mengangkat bahu

"Aku hanya tahu nama kamu."

"Nggak mungkin. Kamu pasti tahu cerita itu."

"Cerita yang mana. Kok kamu makin ngaco," kataku sedikit penasaran.

"Forget it."

"Al, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku serius. "Aku nggak inget."
Kulihat dari caranya menghindari tatapan mataku aku semakin curiga kita pernah saling mengenal.

"Mungkin aku salah orang. Maaf."

"Nggak perlu minta maaf, Zee."

"Kamu tahu na--?"

"Aku Al. Panggil aja seperti itu." Kamu langsung menimpali ucapanku.

Kurasa dia sengaja menyembunyikan sesuatu. Aku memilih menghindar dari orang yang masih misterius. Mungkin aku akan menanyakannya pada temanku nanti, tapi tidak sekarang. Sekarang aku hanya ingin pulang karena moodku sudah rusak. Aku sudah tidak ada niat mengacau lagi.

"Zee mau ke mana!" teriak beberapa temanku.

"Pulang."

"Yaahhh, nggak asik amat lu."

"Bodo amat!" jawabku.

Saat aku meninggalkan Al tadi, aku hanya berpikir satu hal. Dia mungkin seseorang yang pernah kukenal. Dia orang yang pernah sangat penasaran tentang kisahku dengan Dre. Mungkin juga dia yang pernah menghiburku saat itu. Seseorang yang sempat berbagi tawa. Namun, kini kau jadi orang yang baru. Dia begitu angkuh.

"Mau tanya dong, apa kamu yang cerita tentang aku sama Al," tanyaku pada teman satu grup yang selama ini kupercaya.

"Nggak. Aku tetap merahasiaan siapa kamu seperti yang kamu mau. Memangnya kenapa?"

"Apa ada nama Al selain dia?"

"Nggak ada. Cuma dia yang bernama Al."

"Oke. Makasih."

Jadi benar itu dia. Meski hanya sekilas, aku masih mengingat tawamu yang dulu pernah singgah sejenak di hatiku dan membuatku bisa sedikit melupakan Dre, tapi kamu nggak pernah tahu. Waktu itu aku pergi begitu saja. Menghindari perasaan nyaman yang mulai singgah. Meninggalkannya tanpa sepatah kata.

Kini aku membiarkan dia hadir lagi dan mengganggu hidupku dengan perasaan yang diam-diam tumbuh. Sementara kamu mulai membentengi diri dengan keangkuhan. Ini semacam misi balas dendam. Anehnya, aku justru penasaran. Aku merasa tertantang untuk bisa membuatnya melupakan keangkuhannya.

♥♥

~Zee
Jangan lupa tinggalkan vote ya.

Teman Sesaat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang