Chapter 24 : Heart of Fire

Mulai dari awal
                                    

"Meninggal, Feyn. Bukan mati." Suara itu membuat kedua orang yang sedang berada di dalam kamar baru mereka, kamar nomer 201 di lantai 4. Tepat dikelilingi oleh senior-senior kelas atas. Mungkin fakta ini lebih menakutkan untuk beberapa hari atau bulan ke depan.

"Lunara? Kenapa di sini?" tanya Feyna tak percaya. Apakah ia benar-benar melihat Lunara berada di kamarnya? Masuk sendiri?

"Piknik," jawab Lunara asal membuat Feyna mendelik tajam. "Oke, ada alasan tertentu aku berada di sini. Dan untuk Eve, aku akan membantumu. Jadi, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri. Yang patut disalahkan ialah siapapun yang menjadi dalang kejadian ini! Oh, aku malas sekali harus naik sampai dua tangga asrama putri untuk mencapai ke kamar kalian yang baru."

Tumben cerewet sekali anak ini, batin Feyna dilanjut dengan memutar bola mata malas.

"Apa berita sudah menyebar?" tanya Eve lirih. Matanya sembab, ia benar-benar kacau hari ini. "A-Aku takut kalau nanti--"

"Tenang saja, menyebarnya berita bukan tentangmu. Tapi tentang kasus bunuh diri Felicity di kamar kalian. Orang-orang mungkin akan berspekulasi tidak-tidak, namun aku yakin semuanya akan baik-baik saja. Kalian tidak sendiri." Lunara tersenyum, lalu berlari untuk memeluk Evelina. Feyna terkejut melihat penampakkan itu, pasalnya mereka berdua tidak dekat. Namun terlihat sekali bagaimana kacaunya Evelina ketika Lunara memeluknya—menguatkannya, ia menangis kencang sekali membasahi seragam Lunara.

"Wah, jadi begini rasanya punya teman," bisik Lunara pada Feyna, sementara Eve menangis di pelukannya. "Rasanya aku ingin menampar Nathan setelah ini."

"Mengapa?" Gadis berambut cokelat itu menaikkan kedua alisnya.

"Dia--"

Tuk. Tuk. Tuk.

"Jendela? Ada yang melempari jendela kita dengan batu?" ucap Feyna bertanya-tanya. Tangisan Evelina kian surut, ia mulai menegakkan badannya—ikut bingung.

"Mungkin orang iseng," ucap Lunara santai sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Evelina, kalau ada apa-apa ... kau bisa meminta bantuanku. Tenang saja, aku akan selalu berada di pihak kalian."

"Terima kasih, Lunara." Evelina tersenyum manis sekali sehabis menangis. "Kudoakan kau dan Nathan berjodoh. Dia pria yang baik."

"Hei itu gila! Sudah kubilang, aku bahkan ingin menampar Nathan setelah ini--"

Tuk. Tuk. Tuk.

"Tidak ada orang iseng yang melakukan hal yang sama berulang. Lagipula, kalian tidak ingat kamar ini berada di lantai berapa?" Ucapan Feyna membuat Lunara dan Evelina parno bersamaan.

"Apa itu hantu?"

"Masa sih hantu bisa melempar batu? Bukannya mereka menembus benda mati?"

"Iya, tapi 'kan kalau hantunya dikendalikan ... bisa saja terjadi."

"Maksudmu dikendalikan?"

"Kekuatan Sergio, mantan pacarku yang sekarang sudah ... pindah sekolah, dia memiliki kekuatan semacam itu. Walaupun mengerikan, tapi aku tidak masalah. Kakakku yang takut padanya, maksudku ... kekuatannya."

"Raven takut dengan hantu?" Mata Feyna membulat. "Masa?"

"Iya!" Evelina berubah ceria seakan bekas air mata di pipinya merupakan angin lalu. "Aib kakakku itu banyak sekali. Salah satunya tentang ketakutannya pada hantu. Mau kuceritakan kejadian paling memalukan kakakku tentang hantu? Semasa junior high school, ia pernah--"

"EVELINA!"

Teriakan itu membuat mereka bertiga sontak berteriak kaget. Jujur saja, rasanya teriakan itu terdengar tepat di gendang telinga mereka. Makanya sekarang mereka terkejut dengan sangat.

El Academy [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang